Liputan6.com, Jakarta - Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kerap disalahgunakan untuk membuat konten disinformasi. Disinformasi yang dihasilkan dari kecerdasan buatan tersebut tentu menjadi ancaman bagi penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) yang dilaksanakan berbagai negara.
Melansir dari The Guardian, Michael Wooldridge, seorang Direktur Penelitian AI pada Institut Alan Turing Inggris mengatakan, jelang pemilu di Inggris dan Amerika Serikat yang dilaksanakan tahun depan, konten disinformasi buatan AI bakal marak beredar di media sosial maupun internet.
Advertisement
Wooldridge mengungkapkan, chatbot seperti halnya ChatGPT, dapat memproduksi konten disinformasi yang disesuaikan dengan pandangan politik target audiensnya.
"Ini pekerjaan mudah bagi seseorang dengan sedikit pengetahuan pemrograman untuk membuat identitas palsu dan mulai membuat berita palsu," ungkap Wooldridge.
AI dan Pemilu
Melihat perkembangan AI yang sangat pesat, orang-orang mulai muncul kekhawatirannya akan kesulitan mengidentifikasi misinformasi ataupun disinformasi yang beredar di internet.
Sudah banyak kasus hasil karya olahan AI yang menyesatkan bahkan menimbulkan konflik di dunia maya. Misalnya saja pada Januari 2023 lalu, tersebar video pernyataan Presiden AS Joe Biden yang menyerang kelompok transgender.
Pada faktanya, video tersebut ternyata adalah hasil kloning suara Joe Biden ketika ia berbicara mengenai pengiriman tank ke Ukraina.
ElevenLabs merupakan perusahaan AS yang mengembangkan alat yang digunakan untuk membuat konten video tersebut. Selain itu, pada Maret 2023 lalu pun tersebar foto hasil rekayasa AI yang menampilkan mantan Presiden AS, Donald Trump, yang sedang ditangkap petugas keamanan dan foto mugshot wajahnya.
Konten-konten hasil olahan AI tersebut yang kemudian viral itu lantas memicu disinformasi lainnya. ElevenLabs, pun mengakui bahwa terjadi peningkatan kasus penyalahgunaan kloning suara dan dengan sigap memperkuat perlindungan terhadap penggunaan teknologinya.
Alexander Leslie, seorang analis perusahaan keamanan siber AS Recorded Future mengatakan, perkembangan teknologi AI akan terus berjalan dan kemudahan aksesnya pun meningkat menjelang pemilihan presiden AS. Leslie mengungkapkan, selama setahun ini – sebelum waktu pemilu AS – adalah waktu yang sangat tepat bagi industri teknologi juga pemerintah untuk berupaya melakukan mitigasi.
"Tanpa pendidikan dan kesadaran yang luas, ini bisa menjadi ancaman nyata saat kita menuju pemilihan presiden," ungkap Leslie.
Advertisement
Jelang Pemilu 2024 Indonesia
Seperti Inggris dan Amerika Serikat, Indonesia juga di tahun 2024 akan menggelar pesta demokrasi terbesar, yakni Pemilu.
Sementara itu dilansir dari Antaranews.com, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto mengatakan bahwa AI akan menjadi tantangan dalam dinamika geopolitik di Indonesia.
"Dinamika geopolitik menjadi semakin keras saat itu, kita akan menghadapi tantangan teknologi artifical intelligence yang akan semakin dominan.” ungkap Andi.
Andi juga mengaku telah memperkirakan kemungkinan penyebaran hoaks di tahun politik yang menggunakan kecerdasan buatan. Itu sebabnya Andi yang menjabat di Lemhannas sejak 2022 telah membuat beberapa strategi dalam menghadapi tahun politik.
Lemhannas juga memiliki kajian dengan topik-topik khusus guna mengkaji transformasi digital yang akan dan telah diserahkan ke Presiden Jokowi. Kajian tersebut, salah satu isinya adalah prediksi bagaimana teknologi digital termasuk AI itu akan menguat.
Menurut Andi, pihaknya menawarkan beberapa solusi pada pemerintah guna mengantisipasi adanya penyebaran hoaks melalui AI. Salah satunya adalah dengan meningkatkan peradaban digital Indonesia.
Andi berpendapat, di saat terpaan teknologi yang makin canggih, perlu diimbangi dengan literasi digital yang lebih tinggi pula.
"Pada saat teknologi akhirnya mengemuka, kita juga harus menyiapkan teknologi untuk melawan, tapi yang paling struktural mendasar adalah peradaban digital yang harus termasuk literasi digitalnya yang harus kita kuatkan," katanya.
"Untuk demokrasi presiden memang sudah meminta kami di Lemhannas untuk mengkaji lebih dalam demokrasi di era digital dan meminta kami untuk memperkuat yang disebut presiden sebagai algoritma kebangsaan," sambungnya.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement