Liputan6.com, Jakarta - Fixed Mobile Convergence (FMC) dinilai bisa menjadi ladang baru bagi operator telekomunikasi di tengah menurunnya Average Revenue Per User (ARPU) karena perang tarif dan saturasi di layanan seluler.
Untuk diketahui, FMC adalah layanan yang menggabungkan jaringan mobile dan fixed broadband. Dengan menggunakan FMC, pengguna bisa menggunakan layanan internet secara terus-menerus, kapan pun dan di mana pun.
Advertisement
Founder IndoTelko Forum, Doni Ismanto Darwin, menyakini FMC bisa menjadi mesin pertumbuhan baru di sisi keuangan bagi operator jika mereka tidak terjebak perang tarif seperti yang terjadi di layanan mobile broadband.
“FMC harus dijadikan sebagai era baru layanan broadband di Indonesia, di mana dari sisi kecepatan pelanggan merasakan true broadband, dari sisi harga terjangkau dan pelayanan purna jual membuat nyaman pelanggan,” kata Doni dalam acara Indotelko bertajuk 'Babak Baru Layanan Broadband Bersama Fixed Mobile Convergence', dikutip Selasa (23/5/2023).
Ia mengingatkan, jika kembali terjebak ke dalam perang tarif ketika menyelenggarakan Fixed Mobile Convergence, maka yang dirugikan tidak hanya operator tetapi juga pengguna.
“Indonesia secara kecepatan internet tidak pernah bagus rankingnya di Asia Tenggara, kalau FMC ternyata sama saja dengan era 3G, 4G, atau 5G, lama-lama masyarakat bisa apatis dengan teknologi baru dan beranggapan itu hanya bagian dari gimmick pemasaran,” ucap Doni menegaskan.
Di sisi lain, berdasarkan studi top 30 perusahaan telko global berdasarkan revenue pada 2021 oleh Capital IQ, Telkom, Kearney, sepanjang 2011-2021 industri telko tetap tumbuh sebesar 2 persen.
Untuk Indonesia, ada peluang dari sisi fixed broadband lantaran penetrasi layanan ini baru 14 persen hingga 2021, berdasar data McKinsey Analysis Oxford Economic, Analysis Mascon, Telkom.
Sementara itu, masih dalam studi sama, benchmark global menunjukkan korelasi antara GDP per kapita dengan penetrasi fixed broadband.
Di Indonesia sendiri GDP per kapita diperkirakan tumbuh 6 persen CAGR, atau naik dari USD 51.000 ke USD 70.000 pada 2027, yang mana hal itu akan mendorong penetrasi fixed broadband dari 14 persen menjadi 23 persen pada 2023.
SVP Corporate Communication & Investor Relation Telkom, Ahmad Reza, mengatakan Telkom sejalan dengan strategi korporasi Five Bold Moves, di mana harus ada inovasi bisnis yang menguntungkan masyakarat dan juga negara.
Telkom melihat besarnya peluang pasar di fixed broadband karena penetrasinya baru 14 persen dibanding mobile broadband (wireless).
"Kalau dengan FMC ini kita bisa dapat next 5 juta pelanggan dalam 5 tahun pertama. Bayangkan kalau kita gabungkan Indihome dengan Orbit nanti yang kick of pemasarannya akan dilakukan pada Agustus mendatang," ujar Reza dalam acara sama.
Strategi Cross Selling
Ia menjelaskan, pencapaian target 5 juta pelanggan dilakukan dengan cross selling, baik untuk pengguna Indihome dan pengguna Telkomsel.
Pemasarannya juga tidak akan massif karena akan menggunakan skema one on one selling. Serta sasaran utamanya adalah pengguna keluarga. Nantinya akan ada nama produk baru "gabungan" Indihome dan Telkomsel.
Harga produk baru ini, juga tidak akan di atas ARPU Indihome di Rp 265.000 dan tidak akan di bawah ARPU Orbit Rp 70.000.
Sementara Group Head Indirect Channel Management XL Axiata, Junius Koestadi, mengklaim XL Axiata merupakan pionir FMC di Indonesia saat ini dengan menggabungkan layanan Link Net dalam produk XL Satu.
Saat ini XL Satu sudah memiliki 350.000 pelanggan, atau melebihi target 30 persen pelanggan dari sebelumnya. XL Axiata pun kemudian menargetkan meraih 40 persen pelanggan baru di tahun ini.
"FMC ini demand-nya ada, dari survei kami pelanggan menyukai layanan XL Satu karena easy to manage, ada single app, single bill, single kuota dan lainnya yang belum ada di layanan operator negara lain," kata Junius.
Dengan layanan FMC XL Satu ini, XL Axiata berani menargetkan layanan ini akan tersedia di lebih dari 150 kota pada 2025.
Advertisement
Tantangan Terbesar Layanan FMC
Menurut dia, tantangan terbesar layanan FMC ini adalah integrasi jaringan mobile XL Axiata dengan mitra, bagaimana menyatukannya dengan cepat.
"Tantangan lain dari sisi konsumen, yakni bagaimana mengkomunikasikan XL Satu dan benefitnya ke konsumen. Kami selalu bilang ini internet untuk kebutuhan di luar rumah, di rumah dan berbagi ke keluarga," Junius melanjutkan.
Analis BRI Danareksa, Niko Margaronis, mengatakan ada perbedaan anatra layanan 5G dan FMC. Saat ini, kebutuhan penggunaan 5G di Indonesia belum banyak, yakni baru untuk segmen enterprise dan fixed wireless.
"Saya lihat ini hal baru karena dulu selalu mobile service, FMC ini baru permulaan. Sementara penetrasi fixed broadband bisa 14 persen juga didorong oleh double play konvergensi layanan TV dan internet. FMC ini bisa jadi next double play yang bisa dorong penetrasi fixed broadband jadi 20-30 persen ke depannya," kata Niko.
Ia juga menyoroti adanya peluang pendapatan baru operator dengan FMC. Sebab ada estimasi tambahan Rp 200 ribu untuk ARPU. Di layanan mobile, ARPU antara Rp 40.000-Rp 45.000.
"Itu very big plus, biaya bisa naik untuk meningkatkan ARPU, tapi tetap bisa drive more revenues operator yang sekarang," lanjutnya.
Selain bisnis baru yang memberikan peluang pendapatan baru, FMC, menurut Niko juga mendorong operator fokus bagaimana memberikan offering layanan yang lebih baik ke pelanggan sehingga ARPU pun bisa lebih sehat.
4 Catatan Penting Bagi Operator
Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Heru Sutadi, menambahkan untuk konsumen ada beberapa catatan yang diberikan BPKN terhadap operator yang memberikan layanan FMC.
Pertama, diharapkan jika ada konvergensi fixed broadband dan mobile broadband, layanan jangan berubah sehingga jangan sampai ada mati HP gara-gara layanan berubah.
Kedua, jangan ada perubahan produk. Karena yang penting pelanggan tidak berubah karena pelanggan punya hak kenyamanan dan hak mendapatkan pelayanan yang baik.
Ketiga, jangan ada yang dibebankan ke pelanggan dan pelanggan jangan dipaksa masuk FMC, misal dengan penambahan alat, karena tanpa dipaksa pun masyarakat butuh layanan internet yang stabil.
“Keempat, sosialisasikan dengan baik kepada masyarakat. Jangan over promised atau bikin pelanggan harapannya berlebihan dengan layanan ini,” Heru memungkaskan.
Advertisement