Liputan6.com, London - Istana Buckingham menolak permintaan untuk mengembalikan jasad seorang pangeran Ethiopia yang dimakamkan di Kastil Windsor pada Abad ke-19.
Pangeran Alemayehu dibawa ke Inggris saat berusia tujuh tahun dan menjadi yatim piatu setelah ibunya meninggal dalam perjalanan. Ratu Victoria disebut merawatnya hingga kematiannya pada usia 18 tahun.
Advertisement
Dan sekarang, pihak keluarga menginginkan jenazahnya dikirim kembali ke Ethiopia.
"Kami ingin dia kembali... karena itu bukan negara kelahirannya," ungkap salah satu keturunan kerajaan, Fasil Minas, kepada BBC, seperti dikutip pada Selasa (23/5/2023).
"Tidak benar baginya untuk dimakamkan di Inggris."
Sementara itu, juru bicara Istana Buckingham menjelaskan bahwa pemindahan jasad Pangeran Alemayehu dapat memengaruhi makam lain di katakomba Kapel St George di Kastil Windsor.
"Sangat tidak mungkin menggali sisa-sisa jasad tanpa mengganggu tempat peristirahan yang lain di sekitarnya," ungkap pihak Istana Buckingham.
Pernyataan yang sama menambahkan bahwa pihak berwenang kapel peka atas kebutuhan penghormatan terhadap mendiang Pangeran Alemayehu, namun mereka juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga martabat orang meninggal lainnya.
Istana Buckingham juga menggarisbawahi bahwa di masa lalu Rumah Tangga Kerajaan telah mengakomodasi permintaan dari delegasi Ethiopia untuk mengunjungi kapel tersebut.
Alasan di balik keberadaan Pangeran Alemayehu berakhir di Inggris pada usia yang begitu muda disebut adalah karena kebijakan Kekaisaran Ethiopia dan kegagalan diplomasi.
Pada tahun 1862, dalam upaya memperkuat kekaisarannya, ayah Pangeran Alemayehu, Kaisar Tewodros II, mengincar aliansi dengan Inggris. Namun, surat-suratnya tidak direspons oleh Ratu Victoria.
Marah karena diabaikan, Kaisar Tewodros II memutuskan menahan sejumlah orang Eropa. Beberapa di antaranya adalah konsul Inggris.
Tindakan tersebut kemudian memicu ekspedisi militer besar-besaran yang melibatkan sekitar 13.000 pasukan Inggris dan India untuk menyelamatkan mereka. Pada April 1868, mereka mengepung benteng di Maqdala dan dalam hitungan jam membuat pertahanan kewalahan.
Kaisar Tewodros II pun memutuskan lebih baik bunuh diri dibanding menjadi tawanan Inggris.
Penjarahan Pasca Kekalahan
Menyusul kemenangannya, Inggris menjarah ribuan artefak budaya dan agama, termasuk mahkota emas, manuskrip, kalung, bahkan gaun.
Sejarawan menuturkan bahwa dibutuhkan puluhan gajah dan ratusan bagal untuk mengangkut harta karun, yang kini tersebar di museum dan perpustakaan Eropa atau menjadi koleksi pribadi.
Tidak hanya menjarah harta benda, Inggris juga membawa Pangeran Alemayehu dan ibunya, Permaisuri Tiruwork Wube.
Setelah kedatangannya di Inggris pada Juni 1868, kesulitan sang pangeran dan statusnya sebagai yatim piatu dikabarkan menimbulkan simpati Ratu Victoria. Keduanya bertemu di rumah liburan ratu di Isle of Wight, tidak jauh dari pantai selatan Inggris.
Ratu Victoria disebut setuju untuk mendukungnya secara finansial dan menempatkannya dalam perwalian Kapten Tristram Charles Sawyer Speedy, pria yang menemani sang pangeran dalam perjalanan dari Ethiopia.
Pangeran Alemayehu dan Kapten Tristram pertama kali tinggal bersama di Isle of Wight dan selanjutnya Kapten Tristram membawanya ke belahan dunia lain, termasuk India.
Tetapi kemudian diputuskan bahwa Pangeran Alemayehu harus mengenyam pendidikan formal. Semula dia dikirim ke sekolah umum Inggris, namun dia tidak senang di sana. Lalu dia dipindahkan ke Royal Military College di Sandhurst, di mana dia menjadi sasaran intimidasi.
Akhirnya, Pangeran Alemayehu belajar di sebuah rumah pribadi di Leeds. Tidak lama, dia jatuh sakit, kemungkinan karena radang paru-paru.
Pangeran muda dilaporkan menolak pengobatan karena curiga dia telah diracuni.
Setelah satu dekade di pengasingan, sang pangeran meninggal tahun 1879 pada usia 18 tahun.
Ratu Victoria menulis dalam buku hariannya tentang kesedihannya atas kematian Pangeran Alemayehu.
"Sangat sedih dan kaget mendengar telegram bahwa Alemayehu yang baik telah meninggal pagi ini. Sangat menyedihkan! Sendirian, di negara asing, tanpa satu orang atau kerabat, yang dimilikinya," demikian bunyi curhatan Ratu Victoria seperti dilansir BBC.
"Hidupnya tidak bahagia, penuh dengan segala jenis kesulitan, dan sangat sensitif, berpikir bahwa orang-orang menatapnya karena warna kulitnya... Semua orang sangat menyesal."
Ratu Victoria kemudian mengatur penguburannya di Kastil Windsor.
Advertisement
Berharap Respons Positif Raja Charles III
Tuntutan agar jenazah Pangeran Alemayehu dikembalikan ke Ethiopia bukanlah hal baru.
Pada tahun 2007, presiden Ethiopia saat itu Girma Wolde-Giorgis mengirim permintaan resmi kepada Ratu Elizabeth II agar jenazahnya dipulangkan. Namun, upaya itu terbukti tidak berhasil.
"Kami ingin dia kembali. Kami tidak ingin dia tetap tinggal di negara asing," kata keturunan Kekaisaran Ethiophia Abebech Kasa kepada BBC.
"Dia memiliki kehidupan yang menyedihkan. Ketika saya memikirkannya, saya menangis. Jika mereka setuju untuk mengembalikan jenazahnya, saya akan menganggapnya seolah-olah dia pulang hidup-hidup."
Dia berharap keinginannya mendapat tanggapan positif dari Raja Charles III yang baru dinobatkan.
Mengomentari isu ini, spesialis hubungan Inggris-Ethiopia Profesor Alula Pankhurst mengatakan, "Restitusi digunakan sebagai cara untuk membawa rekonsiliasi, untuk mengakui apa yang salah di masa lalu."