Uni Eropa Jatuhkan Sanksi HAM Baru untuk Iran, Terkait Tindakan Keras ke Demonstran Mahsa Amini

Uni Eropa pada Senin, 22 Mei 2023 memberlakukan sanksi baru terhadap pejabat dan entitas Iran atas peran mereka dalam penumpasan keras terhadap gerakan protes.

oleh Alycia Catelyn diperbarui 25 Mei 2023, 11:34 WIB
Orang-orang menggelar protes terhadap kematian Mahsa Amini, seorang perempuan yang meninggal saat berada dalam tahanan polisi di Iran, selama unjuk rasa di Roma tengah, 29 Oktober 2022. (AP Photo/Gregorio Borgia)

Liputan6.com, Teheran - Uni Eropa telah memberlakukan sanksi hukuman lain yang menargetkan Iran atas tindakan keras yang sedang berlangsung terhadap protes anti-rezim.

Anggota parlemen Uni Eropa dari blok 27 negara menyetujui sanksi pada Senin, 22 Mei 2023 terhadap lima orang dan dua entitas yang terlibat dalam penindasan berdarah terhadap pengunjuk rasa yang turun ke jalan sejak Mahsa Amini yang berusia 22 tahun meninggal dalam tahanan polisi pada pertengahan September 2022 --setelah ditangkap dan diduga dipukuli karena melanggar undang-undang yang mendikte pemakaian jilbab.

Tindakan keras itu telah mengakibatkan kematian setidaknya 540 pengunjuk rasa dan ribuan orang telah ditangkap, demikian dilansir dari UPI, Rabu (24/5/2023).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa sejak 1 Januari, rezim Iran juga telah melakukan setidaknya 259 eksekusi, sebagian besar untuk pelanggaran terkait narkoba. Namun, hukuman telah diterapkan terhadap pengunjuk rasa, termasuk Majid Kazemi, Saleh Mirhashemi dan Saeed Yaghoubi, yang terbunuh pada Jumat, 19 Mei.

Josep Borrell, perwakilan tinggi serikat untuk urusan luar negeri dan keamanan, menyoroti eksekusi baru-baru ini kepada wartawan dalam sambutannya sebelum rapat dewan pada Senin.

"Kami akan menyetujui paket sanksi baru terhadap Iran atas pelanggaran hak asasi manusia," kata Borrell.

"Ingat bahwa tiga orang telah dieksekusi dan kami akan mengadopsi paket sanksi baru ini."

Paket pembekuan aset dan larangan perjalanan menghantam Islamic Revolution Guard Corps Cooperative Foundation/IRGC (Yayasan Koperasi Korps Pengawal Revolusi Islam), sebuah yayasan elit Iran yang dituduh Uni Eropa berada di "garis depan tindakan keras."


Lima Warga Iran yang Kena Blacklist

Ilustrasi bendera Iran. (Pixabay)

Blok negara UE itu juga mengatakan Islamic Revolution Guard Corps Cooperative Foundation/IRGC mengelola investasi IRGC dan berada di balik penyaluran dana ke Organisasi Basij Mahasiswa ( Student Basij Organization/SBO), yang merupakan "penegak kekerasan" IRGC di kampus-kampus universitas.

Basij juga terkena sanksi oleh Uni Eropa. Blok negara UE mengatakan SBO yang terdiri dari anggota paling radikal Basij, sangat aktif ketika protes pertama kali meletus dengan mengubah kampus universitas menjadi "teater utama represi."

Lima orang yang masuk blacklist atau daftar hitam pada hari Senin termasuk Salman Adinehvand, komandan Unit Bantuan Polisi Teheran dari Pasukan Penegakan Hukum Iran, dan Seyyed Mohammad Amin Aghamiri, sekretaris Dewan Tertinggi Dunia Maya Iran.

Jaksa Penuntut Umum Mohsen Nikvarz, Kolonel Nader Moradi dari Polisi Keamanan Publik dan juru bicara polisi Brigjen. Jenderal Saeed Montazer Al-Mahdi juga masuk dalam daftar tersebut.

Paket tersebut adalah yang kedelapan yang menargetkan Iran untuk pelanggaran hak asasi manusia dan menambah jumlah tindakan pembatasan yang telah diterapkan pada 216 orang dan 37 entitas.

"Uni Eropa menyatakan dukungannya untuk aspirasi mendasar rakyat Iran untuk masa depan di mana hak asasi manusia universal dan kebebasan mendasar mereka dihormati, dilindungi, dan dipenuhi," kata Uni Eropa dalam sebuah pernyataan.


Uni Eropa Jatuhkan Sanksi ke Entitas Iran terkait Drone Kamikaze yang Serang Ukraina

Ilustrasi bendera Uni Eropa. (AFP Photo)

Sebelumnya, UE pernah menjatuhkan sanksi juga pada Iran pada Kamis, 20 Oktober 2022. 

UE berikan sanksi-sanksi baru terhadap beberapa entitas yang memasok drone Iran untuk Rusia yang digunakan dalam menyerang Ukraina.

Ceko, yang menjabat presiden Uni Eropa, mengumumkan kesepakatan itu dalam cuitan pada Kamis. Kesepakatan itu muncul setelah pembicaraan tiga hari dengan para duta besar UE dan dijadwalkan mulai berlaku pada Kamis siang, dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (21/10/2022). 

Disebutkan bahwa UE membekukan aset tiga individu dan satu entitas "yang bertanggung jawab atas pengiriman drone."

Ditambahkan pula bahwa UE siap memperpanjang sanksi-sanksi terhadap empat entitas Iran yang telah dikenai sanksi sebelumnya.

Pasukan Rusia telah meningkatkan serangan udara mereka selama pekan terakhir. Para pejabat Ukraina mengidentifikasi serangan itu menggunakan drone buatan Iran yang dimuati bahan peledak dan kemudian ditabrakkan ke target-target mereka.

Iran telah membantah memasok drone ke Rusia, dan Rusia membantah menggunakan drone tersebut di Ukraina.

Baca selebihnya di sini...


Iran Akan Tetap Akui Perjanjian Nuklir, Namun Tolak Klaim Uni Eropa

Bendera Iran di luar gedung yang menampung reaktor fasilitas nuklir Bushehr di kota pelabuhan selatan Iran Bushehr pada 2007. (AFP/Behrouz Mehri)

Bicara soal Iran, Iran masih tetap dalam kesepakatan nuklirnya di tahun 2015 meskipun pihaknya membatalkan komitmennya untuk pakta tersebut, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Abbas Mousavi pada Senin, 20 Januari 2020. Ia mengkritik kekuatan Eropa karena gagal menyelamatkan perjanjian itu.

"Tehran masih tetap dalam kesepakatan ... klaim kekuatan Eropa tentang Iran yang melanggar perjanjian itu tidak berdasar," katanya dalam konferensi pers mingguan televisi, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (21/1/2020).

"Apakah Iran akan lebih lanjut mengurangi komitmen nuklirnya akan tergantung pada pihak lain dan apakah kepentingan Iran dijamin berdasarkan kesepakatan," kata Mousavi. 

Iran telah menyatakan bahwa mereka tidak akan lagi mematuhi pembatasan yang diberlakukan perjanjian nuklir pada 2015 silam.

Dalam sebuah pernyataan, mereka mengatakan tidak akan lagi patuh kepada keterbatasan kapasitasnya untuk pengayaan, tingkat pengayaan, stok bahan yang diperkaya, atau penelitian dan pengembangan.

Dilansir dari BBC, Senin (6/1/2020), pengumuman itu menyusul usai pertemuan kabinet Iran di Tehran.

Di bawah perjanjian tahun 2015, Iran sepakat untuk membatasi kegiatan nuklirnya yang sensitif dan mengizinkan para inspektur internasional sebagai imbalan atas pencabutan sanksi ekonomi yang melumpuhkan.

Namun, Presiden Amerika Serikat Donald Trump meninggalkannya pada 2018, dengan mengatakan ia ingin memaksa Iran untuk menegosiasikan kesepakatan baru yang akan menempatkan pembatasan tak terhingga pada program nuklirnya dan juga menghentikan pengembangan rudal balistiknya.

Baca selebihnya di sini...

Infografis Serangan Drone AS Tewaskan Jenderal Top Iran. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya