Liputan6.com, Jakarta - Publik kerap dibikin geram oleh fenomena flexing alias pamer harta. Celakanya, para pejabat, atau istrinya, atau anaknya, juga mengikuti tren yang tak terpuji ini.
Mestinya, para para pejabat memberi contoh yang baik. Terlebih dalam Islam pamer harta dan hidup bermewah-mewahan sungguh dilarang.
Alangkah lebih baik jika pemimpin saat ini, dan yang akan datang belajar sebagaimana Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Sosok pemimpn dari Bani Umayyah memiliki pemikirannya yang mengacu pada kebijakan keadilan, menjadikan negara adil dan sejahtera aman dari korupsi, kecurangan, kebatilan, dan kedzaliman hingga terwujudnya fungsi Baitul Maal yang menjadikan kesejahteraan, kemakmuran.
Ia adalah adalah khalifah yang berkuasa dari tahun 717 sampai 720 (selama 2–3 tahun). Umar bin Abdul Aziz merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya, Sulaiman.
Baca Juga
Advertisement
Ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah, langkah pertama yang dilakukan adalah melarang keluarganya untuk bermewah-mewahan.
Simak Video Pilihan Ini:
Pemimpin yang Benahi Mulai dari Keluarga
Mengutip nu.or.id dikisahkan Istri khalifah Umar, Fatimah binti Abdul Malik diminta untuk mencopot semua perhiasan yang menempel di badannya.
Kisah ini terungkap dalam Kitab Tarikhul Khulafa, (Jeddah, KSA, Darul Minhaj, cetakan II, halaman 379), karya Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi.
Dalam kitab tersebut dijelaskan, Al-Laits meriwayatkan bahwa di awal kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, program pertama yang ia lakukan adalah pembenahan yang dimulai dari keluarganya sendiri.
Diceritakan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz membersihkan dan mengambil semua harta yang dimiliki oleh keluarganya. Khalifah terbaik di masa Dinasti Umayah ini menamakan harta keluarganya tersebut dengan sebutan kekayaan yang diperoleh dari perbuatan dzalim.
Advertisement
Perhiasan Istrinya Diserahkan Kas Negara
Suatu hari, sebagaimana dikisahkan Furat bin As-Saib, Umar bin Abdul Aziz menyuruh istrinya, Fatimah binti Abdul Malik untuk memilih suaminya itu atau harta yang dimiliki. "Pilihlah olehmu, kamu kembalikan perhiasan itu ke baitul mal atau kamu izinkan aku untuk berpisah denganmu? Sebab aku sangat membenci jika aku, kamu, dan perhiasan itu berada dalam satu rumah," tegas Umar bin Abdul Aziz pada istrinya.
Sebagai istri salehah, Fatimah binti Abdul Malik tentu saja menolak dengan tegas jika harus berpisah dengan Umar bin Abdul Aziz yang tiada lain adalah suaminya sendiri. "Tidak wahai suamiku, aku akan tetap memilih kamu daripada perhiasan ini, bahkan jika ada yang lebih dari perhiasan ini, aku akan tetap memilihmu," jawab Fatimah.
Mendengar jawaban itu, Umar bin Abdul Aziz merasa lega, ia kemudian menyuruh salah seorang pegawainya untuk membawa dan menyimpan perhiasan istrinya itu ke kas negara (baitul mal).
Ketika Umar bin Abdul Aziz meninggal dunia setelah diracun, kepemimpinan Dinasti Umayah diganti oleh Yazid bin Abdul Malik. Merasa tidak tega dengan Fatimah yang telah melepas semua perhiasannya untuk baitul mal, Yazid menawarkan pada Fatimah untuk mengambil dan mengembalikan perhiasan tersebut.
"Jika kamu mau, semua perhiasan itu akan aku kembalikan lagi padamu," ujar Yazid menawarkan pada Fatimah.
"Tidak, mana mungkin saya menyatakan rela melepas perhiasanku saat suamiku masih hidup namun melepas kerelaan itu ketika ia sudah wafat," tegas Fatimah pada Yazid.
Hikmah yang bisa diambil dari sepenggal kisah tersebut adalah pentingnya umat Islam dalam menjaga keluarga dari godaan dunia. Sebagaimana diketahui, keluarga mempunyai peran strategis dalam memengaruhi perilaku seseorang, sebab dalam kehidupan sehari-hari, interaksi seseorang lebih banyak dilakukan dengan keluarga.
Selain itu, ujian kesabaran, keikhlasan, dan sebagainya, lebih banyak datang dari pihak keluarga. Dengan demikian, dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh seseorang, apalagi bagi seorang pemimpin ketika menjalani tugas atau pekerjaannya. Wallahua'lam
Penulis: Nugroho Purbo