Liputan6.com, Jakarta - Saat perjalanan udara melanjutkan pemulihan setelah terdampak pandemi COVID-19, maskapai penerbangan dan bandara menghadapi lonjakan tingkat kesalahan penanganan bagasi. Jumlah kesalahan penanganan bagasi pesawat naik hampir dua kali lipat dari tahun 2021 hingga 2022, jadi 7,6 bagasi per seribu penumpang, menurut laporan SITA 2023 Baggage IT Insights.
SITA sendiri merupakan perusahaan teknologi informasi multinasional yang menyediakan layanan IT dan telekomunikasi untuk industri transportasi udara. Kekurangan staf terampil, dimulainya kembali perjalanan internasional, dan kemacetan di bandara telah mempersulit pengelolaan bagasi dan memastikan penanganan yang lancar di bandara, terutama selama periode perjalanan puncak, dilansir dari Japan Today, Kamis, 25 Mei 2023.
Advertisement
Bagasi yang tertunda menyumbang 80 persen dari semua bagasi yang salah penanganan pada 2022, bagasi yang hilang dan dicuri meningkat jadi 7 persen, sedangkan bagasi yang rusak dan dicuri menurun jadi 13 persen. "Setelah satu dekade di mana tingkat kesalahan penanganan (bagasi tercatat) lebih dari setengahnya antara tahun 2007 dan 2021, sungguh menyedihkan melihat angka ini naik lagi. Sebagai sebuah industri, kami perlu bekerja keras untuk memastikan penumpang sekali lagi percaya diri melakukan check-in bagasi mereka,” kata David Lavorel, CEO, SITA.
Ia menyambung, "Kami di SITA bekerja sama langsung dengan maskapai penerbangan dan bandara untuk membantu memecahkan masalah utama dalam perjalanan bagasi melalui otomatisasi cerdas, pelacakan, dan platform digital."
Perbaikan proses yang signifikan membantu tingkat kesalahan penanganan per seribu penumpang pesawat turun sebesar 59,7 persen antara tahun 2007 dan 2021. Namun, mengingat tekanan kekurangan staf pada operasi pascapandemi COVID-19, tingkat kesalahan penanganan tahun 2022 sebesar 7,6 bagasi per seribu penumpang mewakili peningkatan 75 persen dari tahun 2021 .
Masalah pada Bagasi Penerbangan Transit
Bagasi penerbangan transit secara historis menyumbang sebagian besar bagasi yang salah penanganan. Ini tidak berbeda pada 2022, dengan peningkatan satu poin persentase dari tahun 2021, mendorong proporsi bagasi yang tertunda saat transfer menjadi 42 persen. Peningkatan tersebut dikaitkan dengan kebangkitan perjalanan internasional dan jarak jauh, yang menyebabkan kesalahan pemuatan dan tingkat kesalahan penanganan transfer bagasi yang lebih besar.
Kegagalan memuat bagasi menyumbang 18 persen dari semua bagasi yang salah penanganan pada 2022, turun tiga persen dari tahun sebelumnya. Kesalahan pemuatan bagasi baik lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, terhitung sembilan persen dari semua bagasi yang tertunda pada 2022, yang berasal dari tekanan operasional pada sistem bagasi.
Berinvestasi dalam informasi status bagasi real-time telah menjadi prioritas utama bagi maskapai penerbangan, dengan 57 persen maskapai menyediakan akses seluler ke informasi status bagasi real-time pada staf mereka. Angka ini diperkirakan akan meningkat secara signifikan menjadi 84 persen pada 2025, dan 67 persen maskapai penerbangan berencana menawarkan informasi status bagasi real-time langsung pada penumpang, menandai peningkatan substansial dari 25 persen saat ini.
Advertisement
Sistem Reflight Otomatis WorldTracer
SITA telah mengembangkan sistem Reflight Otomatis WorldTracer sebagai tanggapan langsung terhadap tingkat kesalahan penanganan bagasi yang tinggi, terutama saat transfer penerbangan. Solusinya secara otomatis mendeteksi bagasi yang kemungkinan besar tidak akan melakukan penerbangan lanjutan dan memesankan bagasi yang harus melakukan penerbangan berikutnya sambil terus memberi informasi pada penumpang.
SITA memperkirakan bahwa otomatisasi operasi reflight dapat menghemat industri hingga 30 juta dolar AS (sekitar Rp448 miliar) per tahun. Kemitraan Lufthansa dan SITA baru-baru ini menggunakan teknologi tersebut untuk mendigitalkan proses reflight manual, dan hasil Proof of Concept menunjukkan bahwa mereka dapat secara otomatis melakukan reflight sebanyak 70 persen dari bagasi Lufthansa yang salah penanganan di Bandara Munich.
Sebelumnya, sebuah keluarga menuduh AirAsia menipu setelah memungut biaya bagasi "tidak masuk akal" untuk empat barang bawaan mereka.
Rocio Ocampo mengatakan dalam video TikTok-nya yang dibagikan pada 5 Juni 2022 bahwa keluarganya telah membayar lebih dari 30,48 juta dong Vietnam (sekitar Rp19 juta) untuk check-in bagasi mereka dalam penerbangan rute Malaysia-Indonesia.
Mengaku Kecewa
Biaya selangit ini, melansir AsiaOne, 9 Juni 2022, diduga ditagih karena keluarga beranggota empat orang itu mendaftarkan bagasi mereka di Bandara Hanoi, alih-alih membayar di muka secara online. "Saya sangat kecewa pada Anda, AirAsia," kata Ocampo dalam video tersebut.
Sementara itu putranya, Knox, menyamakan perlakuan "menjijikkan" mereka dengan ditagih sejuta rupiah untuk segelas minuman limun. Menggambarkan bagaimana mereka "tidak punya pilihan" selain membayar biaya bagasi yang harganya dua kali lipat dari tiket penerbangan, suaminya Nelvine mengeluh.
Ia berkata, "Kami dapat dengan mudah membatalkan penerbangan kami. Tapi visa kami berakhir hari ini, jadi saya tidak bisa berbuat banyak." Saat itu, beberapa warganet menyalahkan Ocampo karena tidak membaca syarat dan ketentuan sebelum memesan penerbangan.
"Kebijakan dinyatakan dengan jelas. (Jika) Anda tidak merencanakannya dengan baik, jangan salahkan maskapai," komentar seorang pengguna. Ada juga warganet yang bersimpati dengan Ocampo dan keluarganya.
Ia menulis, "Lucu bagaimana orang-orang terus mengatakan membaca cetakan kecil. Tunggu sampai itu terjadi pada Anda. Siapa di dunia yang mengira biaya bagasi lebih dari (harga) tiket."
Advertisement