Liputan6.com, Jakarta Akademisi Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian bogor (IPB) Sahara melihat harga bawang putih di Indonesia per 1 Maret sampai 24 Mei 2023 menunjukkan tren yang meningkat. Secara nasional, rata-rata kisarannya Rp32.000-38.000 per kg.
Disisi lain, disparitas harga masih terjadi. Berdasarkan pengamatannya harga terendah dijual di provinsi Lampung yaitu Rp 31.500 per kg tepatnya di pasar tradisional. Sementara, penjualan harga bawang putih tertinggi terjadi di Maluku Utara Rp 53.750 per kilogram.
Advertisement
Lebih lanjut, Sahara menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan harga bawang putih di Indonesia mengalami kenaikan, yakni 95 persen bawang putih Indonesia berasal dari impor, sementara 5 persennya diproduksi dalam negeri. Kemudian, Indonesia harus bersaing dengan negara lain untuk memperoleh bawang impor.
"Tadi saya kira sudah di singgung bahwa 95 persen bawang putih itu diimpor, 5 persen yang diproduksi dalam negeri. Nilai impor semakin meningkat dan kita sebenarnya bersaing juga dengan negara lain untuk memperoleh bawang impor tersebut. Yaitu bersama dengan Vietnam, Malaysia, Filipina, Thailand dan Amerika Serikat," kata Sahara dalam diskusi publik 'Carut Marut Tata Niaga Impor Bawang Putih', di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Sebetulnya, kata Sahara, Indonesia hampir mengimpor bawang putih 100 persem dari Cina. Selain itu, juga pernah impor dari Taiwan pada tahun 2018 dan tidak dilanjutkan. Kemudian pada tahun 2018 juga melakukan impor bawang putih dari India, namun hanya sedikit.
"Artinya apa ketergantungan kita terhadap bawang putih impor sangat tinggi, padahal kita tahu persaingan tadi untuk mendapatkan bawang putih itu dari negara lain juga sengit juga," ujarnya.
Sahar pun menyoroti, bahwa fluktuasi dan Disparitas bawang putih itu harus dikurangi. Lalu kota dan kewajiban menanam bawang putih sebesar 5 persen itu perlu ditinjau kembali dan di evaluasi, karena kuota bisa menimbulkan moral Hazard, pemburu ritel, potensi Kartel lalu kemungkinan praktek jual beli kuota.
"Saya kira, kuota salah satu restriksi dalam perdagangan internasional itu bisa menimbulkan tarif. Kuota itu sudah ditinggalkan. Nah itu juga perlu dimonitor dan evaluasi apakah sudah tercapai atau belum. Jika importing sudah memberikan lisensi tapi tidak memenuhi kewajiban 5 persen, kok nggak ditindak," ujarnya.
Alternatif Kebijakan
Demikian, dengan carut marutnya tata niaga impor bawang putih ini, Sahara pun menyarankan beberapa alternatif kebijakan jangka pendek untuk menangani permasalahan tersebut. Diantaranya, membuka keran impor bawang putih, sehingga kompetisi itu bisa terjadi tetapi mekanismenya nya dipertimbangkan.
"Yang kedua naikan tarif impor bawang putih. Jadi, untuk melindungi petani bawang putih, Sudah ada studi yang mengatakan bahwa kalau kali 5 persen tarifnya itu bisa dinaikkan 13 persen atau 18 persen, karena tingkat tarif bawang putih tadi tarifnya 5 persen saja," jelasnya.
Alternatif ketiga yaitu tetap menggunakan kuota. Tapi pemberian lisensi atau izin impor ini lebih baik dikompetisikan dengan cara dilelang.
"Jadi kriteria perusahaan yang diberikan izin impor seperti apa itu harus memang jelas. Apalagi sekarang serba digital jadi segala sesuatu nya bisa online sehingga ketahuan bahwa perusahaan ini layak atau tidak," pungkasnya.
Advertisement
Harga Bawang Putih Melonjak hingga Rp 38.750 per Kg, Ini Biang Keroknya
Sebelumnya, tak hanya komoditas telur ayam yang harganya melonjak, komoditas bawang putih turut menjadi sorotan karena mengalami kenaikan.
Dilansir dari Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kemendag, Kamis (25/5/2023) harga bawang putih selama seminggu terakhir mengalami kenaikan hingga 11,1 persen jadi Rp 37.300 per kilogram dibanding rata-rata pasar tradisional Indonesia.
Sementara, berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga bawang putih dikisaran Rp 38.750 per kilogram.
Biang KerokLantas apa penyebab harga bawang putih melonjak?
Analis ketahanan pangan Bapanas Retno Utami, mengungkapkan naiknya harga bawang putih di dalam negeri karena supply atau ketersediaan bawang putih tidak memadai alias berkurang. Sementara, permintaan terus meningkat. Alhasil harganya pun melonjak.
"Secara hukum ekonomi harga itu berkolerasi dengan supply, ketika supply itu kurang harga itu cenderung meningkat begitupun sebaliknya," kata Retno dalam diskusi publik 'Carut Marut Tata Niaga Impor Bawang Putih', di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Adapun berdasarkan analisis Bapanas, peningkatan harga bawang putih ini sangat terkait dengan kondisi ketersediaan (supply). Apalagi Indonesia bukan produsen utama bawang putih.
"Kita itu bukan produsen utama untuk bawang putih. Jadi, mungkin ada kendala pada supply bawang putih di pasar terutama," ujarnya.
Bapanas menyebut, sekitar 90-95 persen komoditas bawang putih berasal dari impor. Artinya, ketergantungan Indonesia terhadap impor bawang putih sangat tinggi. Maka, ketika supply impor terganggu, ketersediaan dalam negeri juga terganggu. Sebab Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.
"Kita tahu bawang putih bukan komoditas yang kita produksi, 90 persen atau mungkin 95 persen bawang putih didatangkan dari luar, artinya kita masih impor, ketergantungan impor kita terhadap bawang putih ini sangat tinggi sehingga ketika kita tidak memproduksi dan ketika supply nya kurang maka kemungkinan ada kendalanya," ujarnya.
Siapkan Langkah
Kendati demikian, Bapanas sendiri mengaku sudah menyiapkan langkah untuk mengantisipsi kelangkaan ketersediaan bawang putih.
Salah satunya berkoordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait untuk menganalisis neraca perdagangan antara ketersediaan dan kebutuhan komoditas tersebut.
"Kita sudah melakukan koordinasi dengan kementerian terkait, koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomin, staleholder lain, pelaku usaha untuk coba kita upayalan. Memang secara regulasi kita sudah menyiapkan antara lain sesuai dengan kewenangan bapanas kita ingin memperkuat cadangan pangan," pungkasnya.
Advertisement