Biaya Logistik jadi Biang Kerok Mahalnya Harga Bawang Putih

Satgas Pangan Polri menyebut salah satu penyebab mahalnya harga bawang putih berasal dari biaya transportasi atau angkutan.

oleh Tira Santia diperbarui 25 Mei 2023, 20:50 WIB
Harga bawang putih merangkak naik pada Ramadan ini. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta Satgas Pangan Polri menyebut salah satu penyebab mahalnya harga bawang putih berasal dari biaya transportasi atau angkutan. Pasalnya, jika biaya transportasi mahal maka akan membuat pengusaha maupun pedagang bawang putih mengeluarkan biaya lebih untuk BBM.

"Kenapa BBM-nya? BBM (Subsidi) sudah tepat tapi ada penyimpangan ada yang lari ke pengusaha tambang, ke perkebunan, sehingga di SPBU yang seharusnya untuk transportir tapi karena langka dan harga naik otomatis cost transportasi naik dan ini mempengaruhi harga pokok penjualan (HPP), harga produksi meningkat," kata Wakil Kepala Satgas Pangan Polri Helfi Assegaf, dalam diskusi publik Pusbarindo Carut Marut Tata Niaga Impor Bawang di Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Sebagai informasi, berdasarkan data dari Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kemendag, Kamis (25/5/2023) bawang putih selama seminggu terakhir mengalami kenaikan hingga 11,1 persen jadi Rp37.300 per kilogram dibanding rata-rata pasar tradisional Indonesia.

Sementara, berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga bawang putih di kisaran Rp 38.750 per kilogram.

Selain itu, tidak hanya biaya transportasi darat saja yang mempengaruhi harga bawang putih. Transportasi laut juga turut berpengaruh karena ada kendala cuaca yang mengganggu jalur pendistribusian. Utamanya hal ini dirasakan oleh para pelaku usaha di wilayah Timur.

"Produsen distribusi dari pusat kota ke Jayapura untuk distribusi ke daerah-daerah wilayahnya sangat sulit sehingga market naik 3 kali lipat sampai 4 kali lipat di sana. Ini jadi kendala juga dan dua faktor ini sangat berpengaruh pada harga," ujarnya.

Kendati demikian, terlepas dari itu, secara umum kenaikan harga termasuk kedalam bagian hukum ekonomi. Jika penawaran dan permintaan tidak seimbang maka harga akan cenderung naik. Hal itu pun berlaku untuk komoditas bawang putih.

 


Harga Bawang Putih Melonjak

Pekerja menurunkan karung berisi bawang putih di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, Rabu (5/2/2020). Kelangkaan pasokan bawang putih di dalam negeri diduga imbas dari penghentian impor produk dari China terkait pencegahan penyebaran virus Corona. (merdeka.com/magang/ Muhammad Fayyadh)

Disisi lain, ada penyebab lain sehingga harga bawang putih melonjak, yakni dugaan penimbunan ketika distribusi berlangsung. Dimana seharusnya barang tersebut didistribusikan ke pedagang, namun malah ditimbun.

"Barang itu harusnya didistribusikan ke end user atau ke konsumen, ke distributor atau pedagang tapi malah ditimbun. Sehingga barang disatu tempat langka, karena langka barang naik," ujarnya.

Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antar semua pemangku kepentingan agar bisa menjaga stabilitas harga bawang putih. Adapun sejauh ini, satgas pangan telah bekerja keras guna mengawasi titik-titik pendistribusian agar tidak terjadi penyelewengan.

"Impor yang dibutuhkan Indonesia bukan sedikit, ratusan ribu ton, beras jutaan ton. Sehingga ini titik kerawanan yang harus diawasi bukan hanya saya tapi juga KPPU dari hulu dan hilir. Bawang putih kebutuhan kita cukup besar sedangkan produksi kita hanya 5 persen, sisanya impor," pungkasnya.


Tata Niaga Impor Bawang Putih Makin Carut Marut, Ada Solusi?

Bawang putih / Sumber: iStockphoto

Akademisi Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian bogor (IPB) Sahara melihat harga bawang putih di Indonesia per 1 Maret sampai 24 Mei 2023 menunjukkan tren yang meningkat. Secara nasional, rata-rata kisarannya Rp32.000-38.000 per kg.

Disisi lain, disparitas harga masih terjadi. Berdasarkan pengamatannya harga terendah dijual di provinsi Lampung yaitu Rp 31.500 per kg tepatnya di pasar tradisional. Sementara, penjualan harga bawang putih tertinggi terjadi di Maluku Utara Rp 53.750 per kilogram.

Lebih lanjut, Sahara menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan harga bawang putih di Indonesia mengalami kenaikan, yakni 95 persen bawang putih Indonesia berasal dari impor, sementara 5 persennya diproduksi dalam negeri. Kemudian, Indonesia harus bersaing dengan negara lain untuk memperoleh bawang impor.

"Tadi saya kira sudah di singgung bahwa 95 persen bawang putih itu diimpor, 5 persen yang diproduksi dalam negeri. Nilai impor semakin meningkat dan kita sebenarnya bersaing juga dengan negara lain untuk memperoleh bawang impor tersebut. Yaitu bersama dengan Vietnam, Malaysia, Filipina, Thailand dan Amerika Serikat," kata Sahara dalam diskusi publik 'Carut Marut Tata Niaga Impor Bawang Putih', di Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Sebetulnya, kata Sahara, Indonesia hampir mengimpor bawang putih 100 persem dari Cina. Selain itu, juga pernah impor dari Taiwan pada tahun 2018 dan tidak dilanjutkan. Kemudian pada tahun 2018 juga melakukan impor bawang putih dari India, namun hanya sedikit.

"Artinya apa ketergantungan kita terhadap bawang putih impor sangat tinggi, padahal kita tahu persaingan tadi untuk mendapatkan bawang putih itu dari negara lain juga sengit juga," ujarnya.

Sahar pun menyoroti, bahwa fluktuasi dan Disparitas bawang putih itu harus dikurangi. Lalu kota dan kewajiban menanam bawang putih sebesar 5 persen itu perlu ditinjau kembali dan di evaluasi, karena kuota bisa menimbulkan moral Hazard, pemburu ritel, potensi Kartel lalu kemungkinan praktek jual beli kuota.

"Saya kira, kuota salah satu restriksi dalam perdagangan internasional itu bisa menimbulkan tarif. Kuota itu sudah ditinggalkan. Nah itu juga perlu dimonitor dan evaluasi apakah sudah tercapai atau belum. Jika importing sudah memberikan lisensi tapi tidak memenuhi kewajiban 5 persen, kok nggak ditindak," ujarnya.


Alternatif Kebijakan

Pekerja menurunkan karung berisi bawang putih di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, Rabu (5/2/2020). Kelangkaan pasokan bawang putih di dalam negeri berimbas tingginya harga komoditas tersebut yang mencapai kisaran Rp 57.500/kilogram. (merdeka.com/magang/ Muhammad Fayyadh)

Demikian, dengan carut marutnya tata niaga impor bawang putih ini, Sahara pun menyarankan beberapa alternatif kebijakan jangka pendek untuk menangani permasalahan tersebut. Diantaranya, membuka keran impor bawang putih, sehingga kompetisi itu bisa terjadi tetapi mekanismenya nya dipertimbangkan.

"Yang kedua naikan tarif impor bawang putih. Jadi, untuk melindungi petani bawang putih, Sudah ada studi yang mengatakan bahwa kalau kali 5 persen tarifnya itu bisa dinaikkan 13 persen atau 18 persen, karena tingkat tarif bawang putih tadi tarifnya 5 persen saja," jelasnya.

Alternatif ketiga yaitu tetap menggunakan kuota. Tapi pemberian lisensi atau izin impor ini lebih baik dikompetisikan dengan cara dilelang.

"Jadi kriteria perusahaan yang diberikan izin impor seperti apa itu harus memang jelas. Apalagi sekarang serba digital jadi segala sesuatu nya bisa online sehingga ketahuan bahwa perusahaan ini layak atau tidak," pungkasnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya