LPS Pertahankan Tingkat Bunga Penjaminan 4,25 Persen

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) simpanan Rupiah di bank umum sebesar 4,25 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Mei 2023, 10:45 WIB
Logo Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS memutuskan untuk mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) simpanan Rupiah di bank umum sebesar 4,25 persen.

Liputan6.com, Jakarta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) simpanan Rupiah di bank umum sebesar 4,25 persen. Hal yang sama juga berlaku bagi bank perekonomian rakyat (BPR) sebesar 6,75 persen dan valuta asing (valas) di bank umum 2,25 persen.

"TBP tersebut berlaku untuk periode 1 Juni 2023 sampai 30 September 2023," kata Ketua Dewan komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (26/5).

Keputusan untuk mempertahankan TBP mempertimbangkan ketidakpastian global yang masih tinggi. Serta untuk melindungi stabilitas keuangan nasional yang mendorong perekonomian nasional akibat dampak kenaikan suku bunga secara agresif oleh The Fed.

"Sehingga akan memberikan ruang lanjutan bagi perbankan dalam mengelola likuiditas serta upaya sinergi lintas otoritas," ungkapnya.

Purbaya menekankan, kondisi perbankan di Tanah Air masih baik dan sehat. Tercatat, likuiditas berdasarkan AL/DPK mencapai 26,58 persen pada April 2023. Di perode yang sama dana pihak ketiga (DPK) mencapai 6,82 persen secara year on year (yoy).

Sementara itu, kredit perbankan tercatat tumbuh 8,08 sepanjang April 2023. Selanjutnya, rasio kredit bermasalah (NPL) juga masih terkendali sebesar 2,35 persen di periode April 2023.


LPS: Perbaikan Infrastruktur Digital Mampu Tekan Biaya Ekonomi Tinggi

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih mengatakan, perbaikan infrastruktur digital dapat mengurangi biaya ekonomi tinggi.

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih mengatakan, perbaikan infrastruktur digital dapat mengurangi biaya ekonomi tinggi.

Lantaran, salah satu penyebab inflasi adalah adanya biaya distribusi dan biaya perantara yang tinggi, terutama di sektor transportasi.

"Pemerataan digitalisasi secara spasial perlu terus didorong untuk menekan biaya ekonomi tinggi, kelancaran jalur distribusi barang pun perlu terus dijaga untuk menekan inflasi. Dan, dari hasil studi empiris, provinsi-provinsi dengan indeks digitalisasi yang tinggi diikuti tingkat inflasi provinsi yang rendah.” kata Lana dalam agenda Executive Forum Media Indonesia dengan tema Menerangi Gelap 2023: Digital dan Konsumsi jadi Andalan, Sabtu (11/3/2023).

Lana menjelaskan, inflasi masih menjadi tantangan meskipun sudah mulai menurun. Menurutnya, kenaikan inflasi yang masih cukup tinggi berasal dari sektor transportasi dan makanan minuman.

Disamping itu, mengenai adanya optimisme konsumen yang cukup tinggi terhadap ekonomi, dimana terjadi perbaikan konsumsi konsumen yang tercermin dari indeks keyakinan yang terus berada di level optimis.

LPS pun menghimbau, agar optimisme konsumen dan dunia usaha perlu terus dijaga untuk mendorong konsumsi dan investasi.

“Optimisme konsumen kelas bawah yang memiliki pendapatan Rp1-2 juta juga berada di level yang tinggi. Sementara, porsi pendapatan konsumen yang digunakan untuk konsumsi sekarang juga berada di atas rata-rata pandemi, dampak ketidakpastian terhadap aktivitas ekonomi domestik juga perlu dikelola dengan baik” jelasnya.

Sebagai informasi, terkait perkiraan membaiknya kegiatan dunia usaha, hasil survei kegiatan dunia usaha terkini menunjukkan ekspektasi pelaku usaha tentang perbaikan aktivitas usaha di Q1 2023. Seiring dengan penguatan aktivitas usaha tersebut, indikator “job posting” ketenagakerjaan juga mulai menunjukan peningkatan.

Kemudian terkait membaiknya indikator konsumsi, konsumsi masyarakat pun semakin pulih karena para nasabah perorangan sudah kembali berbelanja. Selanjutnya, simpanan milik perorangan juga sempat naik dua digit YoY akibat pandemi, sekarang pertumbuhannya ternormalisasi ke angka 5 persen per Januari 2023.


LPS Imbau Masyarakat Waspadai Modus Kejahatan Siber

Tumpukan uang di ruang penyimpanan uang BNI, Jakarta, Senin (2/11/2015). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat jumlah rekening simpanan dengan nilai di atas Rp2 M pada bulan September mengalami peningkatan . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai modus kejahatan siber yang marak terjadi di Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan informasi data pribadi yang nantinya dapat merugikan diri sendiri.

Anggota LPS, Didik Madiyono mengatakan bahwa data pribadi yang berkaitan dengan transaksi melalui platform digital maupun e-commerce harus dijaga dengan baik.

"Masyarakat harus menyadari bahwa informasi data pribadi yang digunakan dalam bertransaksi baik melalui platform digital ataupun e-commerce harus dijaga dengan baik"kata Didik, dikutip dari Antara, pada Rabu (1/2/2023).

Didik juga menyampaikan bahwa hal tersebut sangat penting terutama kini pembayaran digital yang terus meningkat seiring inovasi sistem pembayaran nasional, dan pertumbuhan ekonomi digital. Selain itu, Didik juga menambahkan terkait dominasi tunai juga mulai berkurang karena tergantikan oleh pembayaran nontunai.

"Di samping perkembangan digitalisasi yang pesat, kita juga perlu menyadari beberapa risiko atas tren digitalisasi tersebut seperti risiko serangan siber, kebocoran data sensitif, serta bentuk-bentuk risiko operasional lainnya yang terkait dengan sistem informasi dan teknologi," ujarnya.

Berdasarkan data transaksi uang elektronik, selama 2022 terjadi transaksi uang elektronik di Indonesia sebenar Rp6,9 miliar kali dengan nilai transaksi mencapai Rp408 triliun. Hal tersebut juga masih konsisten terjadi hingga pertengahan tahun 2022, baik secara volume maupun nilai.

"Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat semakin nyaman untuk menggunakan transaksi secara digital yang dianggap lebih praktis, mudah, dan aman," katanya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya