Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi menuai sorotan usai memutuskan jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi 5 dari 4 tahun. Pemerintah ditunggu sikapnya untuk bisa segera mengubah Undang-Undang KPK.
Terkait hal tersebut, Menko Polhukam Mahfud Md mengaku belum membaca putusan MK terkait masa jabatan KPK itu.
Advertisement
"Putusan MK belum saya baca. Saya baru baca di media," kata dia di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Mantan Ketua MK ini bakal memberi pandangannya setelah mempelajari putusan tersebut.
"Nanti aja sesudah dibaca baru saya beri komentar," jelas Mahfud Md.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti mengatakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi 5 tahun tergolong kontroversial. Hal itu dikarenakan argumen yang digunakan MK inkonsisten.
"Sebenarnya keputusannya berlaku di masa mendatang jadi memang tidak bisa diberlakukan untuk yang sekarang habis tahun ini. Tetapi buat saya ini sangat sangat kontroversial karena argumen ini tidak konsisten," ungkap Bivitri saat dihubungi merdeka.com, Kamis (25/6/2023).
Dia menjelaskan, MK memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan isu konstitusional saja. Tetapi MK bisa membantu isu selain yang berkaitan dengan konstitusional seperti perubahan masa jabatan yang disebut open legal policy. Namun, keputusan open legal policy MK kali ini berbeda.
"Biasanya hal seperti ini dikatakan open legal policy karena ini adalah terserah pembuat undang-undang, Pemerintah dan DPR," lanjutnya.
Selain itu, inkonsisten argumen MK terlihat pada status KPK sebagai lembaga independen padahal status KPK saat ini berada di bawah eksekutif.
"Argumennya karena KPK itu dianggap punya konstitusional, tapi menurut saya itu juga argumen yang inkonsisten karena sebelumnya KPK itu sudah diturunkan bukan jadi lembaga independen lagi melainkan di bawah eksekutif," katanya.
MK Disebut Terbelah
Bivitri melanjutkan, perbandingan 5 hakim yang setuju dan 4 hakim tidak setuju terhadap keputusan tersebut memperlihatkan MK yang terbelah dan adanya pertimbangan lain selain pertimbangan hukum dalam keputusan ini.
"Jadi banyak sekali inkonsistensi argumen dalam keputusan ini yang membuat kita harus bertanya-tanya apakah ini murni berdasarkan pada pertimbangan konstitusional atau tidak apalagi ada 4 hakim yang dissenting opinion jadi itu banyak sekali," sambungnya.
Dengan diberlakukannya keputusan tersebut di masa mendatang maka masih ada kesempatan untuk berdiskusi.
"Yang jelas bahwa keputusannya berlaku bukan sekarang paling tidak itu menyisakan ruang untuk kita bergerak, kita tahu untuk Komisioner KPK yang sekarang kalau diteruskan itu berbahaya apalagi trendnya sekarang banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan politik KPK-nya," tutupnya.
Reporter: Genantan Saputra/Merdeka.com
Advertisement