Menteri PPPA: Pemberdayaan Perempuan di Tingkat Desa Langkah Awal Cegah Praktik Perdagangan Orang

Himpitan ekonomi tak jarang memaksa perempuan desa mencari peruntungan dengan menjadi pekerja migran non-prosedural. Hal ini menjadi salah satu pemicu terjadinya praktik perdagangan orang.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 27 Mei 2023, 09:00 WIB
Pemberdayaan Perempuan di Tingkat Desa Jadi Langkah Awal Cegah Praktik Perdagangan Orang. Foto: Tangkapan layar Instagram @duanyam.

Liputan6.com, Jakarta Himpitan ekonomi tak jarang memaksa perempuan desa mencari peruntungan dengan menjadi pekerja migran. Sayangnya, upaya ini ditempuh secara non-prosedural atau tidak sesuai prosedur.

Hal ini menjadi salah satu pemicu terjadinya praktik perdagangan orang.

Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang banyak memasok tenaga kerja migran non-prosedural.

“Nusa Tenggara Timur ini adalah salah satu provinsi yang banyak memasok tenaga kerja migran non-prosedural. Kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka para pekerja migran ini karena kondisi ekonomi keluarga,” kata Bintang dalam keterangan resmi dikutip Jumat (26/5/2023).

Guna mengantisipasi terjadinya pemasokan tenaga kerja migran non-prosedural, Bintang mendorong pemerintah desa untuk menguatkan gugus tugas pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

“Kami mendorong pemerintah daerah agar di desa ada peraturan desa untuk pencegahan dan penanganan TPPO. Pencegahan harus dimulai dari masyarakat, bekali dengan keterampilan untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga.”

“Seluruh masyarakat desa harus berdaya secara ekonomi. Kelompok perempuan bisa mandiri, bisa membantu memecahkan masalah stunting di sini, mencegah adanya tindak kekerasan di dalam rumah tangga dan TPPO,” kata Bintang.

Memberdayakan perempuan desa juga merupakan tujuan dari diciptakannya model Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). Ini adalah salah satu cara untuk memberikan perhatian pada perempuan dan anak.


Edukasi TPPO Perlu Diperkuat

Menteri PPPA Bintang Puspayoga: Pemberdayaan Perempuan di Tingkat Desa Jadi Langkah Awal Cegah Praktik Perdagangan Orang. Foto: KemenPPPA.

Bintang juga berharap agar edukasi kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya TPPO bisa diperkuat.

“Perlu kita edukasi mama-mama dan masyarakat bahwa kita semua harus punya keterampilan sehingga bisa berkarya di negeri sendiri.  Literasi dan sosialisasi pencegahan dan penanganan TPPO perlu diperluas agar jangan ada lagi korban TPPO di NTT,” ujar Bintang.

Salah satu contoh praktik baik terkait pemberdayaan perempuan sudah terlihat di Desa Wulublolong, Pulau Solor, Kabupaten Flores Timur, NTT.

Mama-mama (istilah untuk ibu-ibu di Flores Timur) tidak lagi hanya menggantungkan diri dari hasil berkebun yang tidak stabil. Kini, mereka mengembangkan usaha kerajinan dari anyaman daun lontar dengan kualitas tinggi yang harganya pun bisa lebih tinggi daripada anyaman biasa.


Berdaya di Negeri Sendiri

Ibu-ibu penganyam daun lontar binaan Du'Anyam dari Desa Wulublolong, Pulau Solor, Flores Timur, NTT. (Edy Suherli/fimela.com)

Pemberdayaan yang dimulai dari desa seperti ini adalah yang harusnya dilakukan pula di berbagai desa lain. Pasalnya, menjadi berdaya dari desa adalah salah satu kunci untuk mencegah kejahatan perdagangan orang.

“Dari mama-mama di Desa Wulublolong ini kita melihat praktik baik upaya pemberdayaan kelompok perempuan di desa agar bisa mandiri secara ekonomi. Mereka ini mama-mama yang tangguh luar biasa, Keteguhan mereka untuk memilih berkarya di negeri sendiri patut kita berikan apresiasi yang tinggi,” kata Bintang.

Di tengah modus rayuan dari calo tenaga kerja untuk bekerja di luar provinsi atau di luar negeri dengan gaji besar, mereka tidak mudah terbujuk.

“Kami berharap, mama-mama yang menjadi koordinator penganyam bisa mengajak mama-mama yang lain untuk bergabung. Kalau perempuan sudah saling support satu sama lain, ini akan menjadi kekuatan ekonomi yang luar biasa karena perempuan mendominasi setengah dari total penduduk di Indonesia,” ujar Bintang saat melakukan diskusi dengan kelompok perempuan penganyam di Desa Wulublolong, Rabu, 24 Mei 2023.


Kiprah Du Anyam

Peserta trip belajar menganyam pada ibu-ibu perajin daun lontar yang dibina Du'Anyam. (Edy Suherli/Fimela.com)

Wadah dan pendukung perkumpulan ibu-ibu penganyam di NTT adalah Du Anyam.

Du Anyam adalah pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang memberdayakan perempuan dengan cara meningkatkan kesejahteraan melalui hasil kerajinan tangan. Du Anyam mulai melakukan intervensi di Flores Timur pada 2015.

“Saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Du Anyam yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi membantu meningkatkan kesejahteraan para perempuan di Flores Timur,” Bintang mengatakan.

Selama ini, Du Anyam tekun melatih kelompok perempuan untuk menghasilkan anyaman yang berkualitas. Tak hanya itu, Du Anyam juga membantu mencarikan pangsa pasar agar produk anyaman tersebut bisa dijual dengan harga yang pantas.

Lahirnya Du Anyam berangkat dari tingginya masalah sosial ekonomi di Flores Timur untuk membantu perempuan agar mandiri secara finansial dan mendapat kehidupan yang sejahtera.

Salah satu pendiri Du Anyam, Hanna Keraf, menyatakan pihaknya ingin melihat perempuan di NTT menjadi perempuan mandiri dan berdaya.

“Kegiatan menganyam ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasi keahlian mereka dengan memanfaatkan sumber daya alam di sekeliling mereka,” kata Hanna.

“Menganyam sudah bukan lagi mengisi waktu luang tetapi juga pekerjaan utama yang bisa meningkatkan kesejahteraan mereka. Ada yang menganyam sambil menunggu pasien di puskesmas atau menjemput anak sekolah. Ketekunan mama mama penganyam di sini patut kita hargai,” pungkasnya.

Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya