Liputan6.com, Jakarta- The Indonesian Institute (TII) memandang kampanye di media sosial perlu diatur penyelenggara pemilu, untuk menghindari penyebaran hoaks dan menjaga kondisi politik yang kondusif.
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII) Adinda Tenriangke Muchtar mengatakan, masih terjadi kelemahan aturan pada kampanye di media sosial (medsos) untuk itu sangat penting diatur untuk menangkal penyebaran hoaks, khususnya jelang pelaksanaan Pemilu 2024.
Advertisement
"Aturan yang ada masih belum spesifik dan rinci tentang kampanye di media sosial," kata Adinda, dikutip dari Antara, Senin (29/5/2023).
Adinda mengungkapkan, pengaturan kampanye di medsos tersebut sangat penting untuk meredam hoaks, berkaca pada Pemilu 2019 yang tingginya angka penyebaran hoaks di media sosial.
"Bahkan saat ini konten hoaks media sosial pada Pemilu 2019 diputar kembali jelang Pemilu 2024," tuturnya.
Menurutnya pada aspek regulasi, masih adanya perbedaan persepsi antara KPU dan Bawaslu dalam melihat definisi kampanye, definisi media sosial hingga perbedaan dalam mengatur akun kampanye di media sosial.
Dalam penelitian TII menunjukkan bahwa masih ada persoalan sumber daya manusia dalam pengaturan dan pengawasan akun media sosial peserta pemilu.
"Jika melihat jumlah partai dan bakal calon legislatif, penyelenggara Pemilu memiliki keterbatasan SDM dan sumber daya pendukung kerjanya," katanya.
Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Barat Alni menyatakan sejak Pilkada DKI Jakarta 2017 hingga Pemilu 2019, kampanye politik menjadi sangat kompleks, termasuk di media sosial.
Menurut dia, untuk Pemilu 2024, pengaturan kampanye di media sosial belum ada, sehingga jika tidak ada perubahan maka akan menggunakan aturan sebelumnya.
"Kelemahan Bawaslu salah satunya tidak bisa membatasi para pihak yang mencoba meyakinkan masyarakat untuk memilih seorang kandidat," katanya.
Dia menilai Bawaslu hanya bisa menangani pelanggaran dari pihak yang melanggar aturan pemilu, sepanjang ada subjek hukum, temuan dan laporan dari pelanggaran tersebut.
Dua Hambatan Pemilu
Peneliti PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas M Ikhsan Alia menilai ada dua hambatan utama pemilu, yaitu hambatan de facto dan legal atau konstitusi.
Menurut dia, dari dua hambatan tersebut kemudian diperkeruh oleh penyebaran hoaks termasuk dalam konteks pemilu.
Oleh karena itu dia menilai selain memerlukan perubahan aturan kampanye di media sosial, selain itu untuk pencegahan penyebaran informasi hoaks penting juga dengan mengikutsertakan kerja-kerja para pemangku kepentingan.
"Para pihak harus menjalankan perannya untuk mencegah beredarnya informasi hoaks. Khusus bagi penyelenggara pemilu, perlu menciptakan suatu mekanisme debunking dan fact checking yang cepat," imbuhnya.
Advertisement
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.