Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) berada di level stagnan pada penutupan perdagangan sesi I, Senin, 29 Mei 2023. Saham BMRI ditutup stagnan ke posisi Rp 5.125 per saham.
Melansir data RTI, saham BMRI dibuka pada posisi Rp 5.175 dari harga awal Rp 5.125. Saham BMRI berada di level tertinggi Rp 5.175 dan terendah Rp 5.100 per saham. Total frekuensi perdagangan saham Bank Mandiri hari ini tercatat sebanyak 3.605 kali dengan volume perdagangan 14,01 juta dan nilai transaksi Rp 71,94 miliar.
Advertisement
Dalam sepekan ini, harga saham BMRI terkoreksi 1,91 persen. Saham BMRI berada di level tertinggi Rp 5.250 dan terendah Rp 5.050 per saham sepekan terakhir.
Dengan demikian, berdasarkan pemantauan sepekan terakhir, harga saham BMRI mayoritas mengalami koreksi pada sepekan terakhir. Namun, secara year to date saham Bank Mandirimenguat 3,27 persen.
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah hingga penutupan sesi pertama perdagangan saham, Senin, 29 Mei 2023. IHSG merosot 0,68 persen ke posisi 6.641,24.
Indeks LQ45 terpangkas 0,38 persen ke posisi 938,62. Seluruh indeks acuan kompak tertekan. Pada sesi pertama, IHSG berada di level tertinggi 6.708,36 dan terendah 6.617,23.
Sebanyak 182 saham menguat dan 348 saham melemah. 198 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 776.581 kali dengan volume perdagangan 12,5 miliar saham. Nilai transaksi harian Rp 4,5 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah di kisaran 14.930.
Mayoritas indeks sektor saham tertekan kecuali sektor saham teknologi naik 0,21 persen dan sektor saham infrastruktur bertambah.
Sementara itu, sektor saham energi merosot 1,57 persen, sektor saham basic susut 0,97 persen, sektor saham industri tergelincir 1,13 persen dan sektor saham nonsiklikal susut 0,15 persen. Selain itu, sektor saham siklikal terpangkas 1,03 persen, sektor saham kesehatan melemah 0,59 persen, sektor saham keuangan turun 0,46 persen, sektor saham properti turun 0,38 persen dan sektor saham transportasi terbenam 1,10 persen.
BI Tahan Bunga Acuan 5,75 Persen, Saham Ini Berpeluang Cuan
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan, atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen.
Kebijakan itu diumumkan dalam sesi konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Mei 2023, Kamis, 25 Mei 2023. Lantas, saham emiten apa yang diuntungkan usai BI pertahankan suku bunga acuan tersebut?
Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, kebijakan tersebut akan menguntungkan bagi emiten sektor perbankan. "Dengan dipertahankannya suku bunga BI maka cenderung sesuai dengan ekspektasi pasar. Emiten-emiten yang diuntungkan dapat dikatakan dari sektor perbankan," kata Herditya kepada Liputan6.com, Senin (29/5/2023).
Akan tetapi, ada juga emiten yang dirugikan dengan kebijakan BI tersebut, yakni emiten dengan tingkat utang yang tinggi seperti emiten konstruksi. Bagi para investor, Herditya secara teknikal merekomendasikan saham BBCA dan BMRI untuk dapat di pertimbangkan.
Sejalan dengan Herditya, Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova mengungkapkan, emiten perbankan masih akan diuntungkan dengan kebijakan BI tersebut. Sedangkan, yang masih terbebani oleh kebijakan BI tersebut, yakni sektor teknologi.
Dengan demikian, Ivan menilai saham BBCA BMRI, BBRI, BBNI masih menarik. Untuk para investor, Ivan menyarankan buy on weakness untuk keempat saham perbankan tersebut.
Advertisement
Sesuai Harapan Pasar
Di samping itu, Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani melihat keputusan BI untuk mempertahankan tingkat suku bunga di level 5,75 persen sudah sesuai ekspektasi pasar.
Pasar sudah memiliki ekspektasi BI akan menahan tingkat suku bunga acuan nya di level tersebut sejak beberapa minggu yang lalu.
"Jadi efek mempertahankan tingkat suku bunga di level tersebut sebenarnya sudah di priced oleh pasar jadi dampaknya minim terhadap pergerakan harga saham hari kemarin dan sejak beberapa minggu yang lalu juga," kata Arjun.
Menurut ia, keputusan tersebut akan memberikan keuntungan pada emiten perbankan karena biaya deposito mereka tidak akan naik lebih lanjut dan dibatasi oleh efek mempertahankan efek suku bunga.
Namun, yang akan mengalami dampak negatif adalah emiten properti dan infrastruktur. Sebab, selama ini sejak beberapa bulan telah mengalami kesulitan keuangan karena biaya operasional mereka meningkat karena tingkat suku bunga yang tinggi.
"Capital intensive sektor seperti dua sektor ini akan terus mengalami biaya yang tinggi karena tingkat suku bunga tidak turun-turun," ujar dia.