Liputan6.com, Palangka Raya - Kasus hukum yang cukup menarik muncul di Kalimantan Tengah dan menimpa Bachtiar Rahman, warga Jalan Riau Kota Palangka Raya. Dia dijadikan tersangka atas dugaan keterangan palsu dalam akta jual beli tanah.
Bachtiar adalah pemilik tanah bersertifikat di Pahandut Seberang Kota Palangka Raya dengan luas sekitar 2 hektare. Tanah tersebut ia sewakan kepada sebuah perusahaan tambang batu bara.
Advertisement
Tanah itu dimanfaatkan perusahaan untuk menjadi pelabuhan batu bara dengan sistem sewa selama 11 tahun sejak 2019 lalu. Adapun nilai sewa sebesar Rp166 juta per tahun dan sudah dibayar untuk dua tahun.
"Dalam perjalanan, Bachtiar membutuhkan uang dan menawarkan tanah tersebut untuk dibeli oleh perusahaan itu, namun ditolak. Akibat terdesak, Bachtiar kemudian menjual kepada pihak lain," terang Ari Tubil, kuasa hukum Bachtiar, Selasa, 30 Mei 2023.
Setelah menemukan pembeli, Bachtiar kemudian melakukan jual beli pada 4 April 2023 di hadapan notaris Pioni Novariani dengan pembeli Tan Rika Hadisubroto. Perusahaan tambang batu bara yang statusnya penyewa tanah kemudian menyikapi hal tersebut dengan memolisikan Bachtiar.
Penyidik Subdit Jatanras Polda Kalteng kemudian menetapkan Bachtiar Rahman sebagai tersangka. Ia kemudian ditahan dengan tuduhan pasal 266 KUHP tentang keterangan palsu di dalam akta autentik.
"Uniknya, yang disebut keterangan palsu tersebut adalah bunyi pasal yang menyebutkan jika tanah itu adalah benar milik Bachtiar dan tidak sedang dalam jaminan utang atau sitaan," terang Parlin.
Ari Yunus Hendrawan, putra Tokoh Palangka Raya Mambang I Tubil yang juga menjadi pengacara Bachtiar menambahkan jika kasus ini cukup unik. Ia mengangku bahkan tidak menemukan teori hukum yang dapat dijadikan alasan untuk menetapkan Bachtiar sebagai tersangka.
"Akta jual beli untuk melindungi penjual dan pembeli dan ranahnya perdata. Lalu apa dasarnya perusahaan melaporkan perjanjian antara Bachtiar dan Tan Rika?" Ari Yunus mempertanyakan.
Ari Tubil ia akrab disapa juga mengungkapkan, jika sampai saat ini tanah yang telah berpindah kepemilikan tersebut masih digunakan perusahaan untuk mengapalkan "emas hitam" Kalimantan.
Atas peristiwa ini, tim pengacara Bachtiar kemudian membuat laporan ke Kompolnas, Indonesian Police Watch, Menkopolhukam, Komnas Ham dan Karowasiddik Mabes Polri pada Senin, 29 Mei 2023. Mereka menduga kuat kasus ini merupakan bentuk kriminalisasi.
"Kita juga mendesak kepada Kapolda Kalteng untuk melihat kasus ini, kapan perlu melakukan gelar perkara khusus agar tidak terjadi penegakan hukum suka-suka," kata Ari.
Polda Kalimantan Tengah dan pihak perusahaan belum memberikan keterangan resmi terkait kasus ini. Sementara itu, Direktur Kriminal Umum Polda Kalteng Kombes Pol Faisal F Napitupulu yang dihubungi belum memberikan jawaban.