Liputan6.com, Jakarta - Evakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, baik karena bencana alam maupun situasi keamanan berbahaya, membutuhkan upaya ekstra dalam prosesnya serta memerlukan koordinasi dari berbagai pihak atau lembaga. Merupakan kewajiban negara untuk memindahkan WNI yang berada dalam keadaan darurat ke tempat yang lebih aman atau memulangkannya ke Indonesia.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Luar Negeri (Permenlu) 5 tahun 2018, perwakilan RI wajib memiliki rencana kontigensi sesuai dengan status siaga yang ditetapkan oleh perwakilan tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha.
Advertisement
"Ketika sudah mencapai tingkat status yang paling tinggi (Siaga 1), itu yang menjadi trigger untuk proses evakuasi. Jadi, ketika sudah siaga 1 berarti ancaman terhadap jiwa sudah imminent, lalu kita lakukan proses evakuasi," paparnya dalam pertemuan dengan awak media di Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Proses evakuasi, kata Judha, tentu memiliki sejumlah kesulitan dan tantangan yang dihadapi oleh tim penyelamatan. Hal ini dirasakan langsung oleh garda depan tim evakuasi, yakni pihak perwakilan RI di negara setempat.
Salah satunya adalah masalah pendataan WNI, yang menurut Judha, ditemui dalam setiap proses evakuasi.
"Misalnya saja di Sudan kemarin, tantangan paling utama dari sisi kita adalah tentang data WNI. Dan ini terjadi di setiap evakuasi, termasuk di Wuhan ketika pesawatnya sudah sampai lalu ada tiga pekerja migran yang nanya kenapa mereka nggak dievakuasi. Padahal datanya nggak ada, lapor diri juga nggak. Mereka bahkan taunya ada evakuasi setelah baca berita," sambung Judha.
Hal yang sama terjadi juga dalam proses evakuasi lain termasuk dari Kabul, Afghanistan, dan Kyiv, Ukraina.
"Apalagi dalam beberapa kasus banyak yang ternyata sudah for good kembali ke Indonesia atau ketika musim umrah dan haji banyak yang sedang bepergian juga. Jadi, itulah pentingnya pendataan," tambahnya.
Evakuasi Bersifat Sukarela
Kendati demikian, Judha juga menjelaskan bahwa meski banyak WNI yang memiliki masalah administrasi seperti itu, pemerintah tetap wajib untuk membantu mengevakuasi mereka.
"Kita tidak pernah membedakan mana yang prosedural atau non-prosedural pasti akan tetap kita evakuasi. Selama dia WNI, kita pasti akan tetap bantu evakuasi," katanya lagi.
Namun, dia mengatakan bahwa evakuasi tersebut bersifat sukarela. Artinya, WNI memiliki hak untuk menolak dievakuasi dan dipulangkan ke Indonesia.
"Ini sifatnya voluntary. Jadi, kita tidak memaksa WNI untuk pulang. Mayoritas karena alasan keluarga, mereka yang kawin campur dan ingin tetap bersama keluarga. Ya, silakan saja," tambah Judha.
Para WNI yang menolak untuk dievakuasi tersebut kemudian harus membuat surat pernyataan sebagai bukti bahwa mereka memilih tinggal di negara tersebut. Selanjutnya, pihak KBRI setempat akan terus memonitor kondisi mereka.
Advertisement