Liputan6.com, Frankfort - Tepat tahun ini, sebanyak 23 orang dilaporkan tewas dalam perjalanan menggunakan pesawat jet Air Canada, 2 Juni 1983.
Melansir The Washington Post, Jumat (2/6/2023), pesawat jet itu diketahui terbakar sebelum berhasil melakukan pendaratan darurat di Bandara Greater Cincinnati, Kentucky, Amerika Serikat.
Advertisement
Air Canada Flight 797, merupakan sebuah kapal terbang McDonnell Douglas DC9, hari itu membawa sebanyak 41 penumpang dan lima awak.
Semua yang tewas diyakini sebagai penumpang, menurut laporan awal yang diterima oleh pejabat Dewan Keselamatan Transportasi Nasional di Washington.
Sekitar 18 orang terganggu pernapasannya karena menghirup asap dan juga luka ringan.
Para korban segera dilarikan ke Rumah Sakit Booth Memorial di pinggiran kota Florence, Ky., Dan Pusat Medis St. Elizabeth di Edgewood, Ky., kata pejabat rumah sakit kepada media.
Pejabat Administrasi Penerbangan Federal di Washington menerima laporan awal bahwa api tampaknya berasal dari toilet kiri belakang pesawat.
Seorang penumpang yang selamat, pengusaha Montreal Raymond Chalifoux, mengatakan para penumpang telah dipindahkan ke kursi di bagian depan pesawat setelah asap terlihat mengepul dari toilet belakang.
Kebakaran dari toilet ini menyebabkannya menjadi salah satu bencana penerbangan besar.
Setelahnya, aturan dilarang merokok di toilet mulai diberlakukan.
“Pilotnya sangat-sangat bagus,” kata Chalifoux.
“Dia mendarat dengan sangat baik. Tidak ada kepanikan sama sekali. Tidak ada yang sakit. Kami tidak menggunakan oksigen karena pilot mengatakan oksigen akan menyalakan api.” tambahnya.
Api Berasal dari Toilet, Pesawat Lakukan Pendaratan Darurat
Penumpang lainnya juga mengatakan bahwa asap terlihat berasal dari salah satu kamar mandi.
“Pramugari membuka pintu kamar mandi dan asap keluar,” katanya.
“Mereka mencoba menenangkan kami,” tambahnya.
Menurut pernyataannya, para awak pesawat berusaha menjaga situasi dengan mencegah kepanikan.
Namun, api terus menyala, meskipun pintu toilet telah ditutup, asap terus keluar melawati pintu, menurut penumpang yang tidak diketahui identitasnya itu.
Pilot menghubungi pusat kendali lalu lintas udara regional di Indianapolis melalui radio.
Ia melaporkan kebakaran yang terjadi di pesawatnya pada pukul 19.05 waktu setempat.
Pesawat kemudian segera diarahkan ke bandara Cincinnati. Peralatan pemadam kebakaran sudah bersiap siaga di sana.
Pesawat itu berada di darat dalam waktu 15 menit, menurut pejabat FAA, dan tampaknya melakukan pendaratan normal.
Namun, asap dan api terlihat setidaknya 45 menit setelah mendarat, dan asap tebal terus mengepul dari pesawat selama sekitar tiga jam.
Advertisement
Asap Beracun Bahayakan Penumpang
Masalah berulang dalam keselamatan penerbangan adalah kenyataan bahwa begitu interior pesawat dinyalakan, apinya akan sulit dipadamkan.
Selanjutnya, asap menjadi beracun dalam waktu singkat.
Sebagian besar kerusakan akibat kebakaran terjadi di bagian depan badan pesawat, kata Dale Keith, direktur operasi di bandara, kepada Associated Press.
Kamar mayat sementara didirikan di bandara, yang ditutup selama sekitar tiga jam untuk semua lalu lintas udara.
Penumpang yang dievakuasi dari pesawat tetap diisolasi.
Para ahli dari dewan keselamatan dan FAA terbang ke Cincinnati untuk segera melakukan penyelidikan di hari itu juga.
Kebakaran tersebut sangat mirip dengan kecelakaan di Riyadh, Arab Saudi, pada 19 Agustus 1980, ketika sebuah Lockheed L1011 mendarat setelah awaknya melaporkan adanya kebakaran.
Pendaratan tampak normal, tetapi tidak ada upaya yang dilakukan untuk membuka pintu pesawat setelah berhenti, dan pada saat api padam, semua 301 orang di dalamnya tewas.
Otopsi menunjukkan bahwa sebagian besarnya meninggal karena menghirup karbon monoksida.
Pesawat China Eastern Airlines Jatuh di Guangxi Menyebabkan Kebakaran Hutan
Maret tahun lalu, sebuah pesawat China dikabarkan jatuh dan sebabkan kebakaran hutan.
Pesawat China Eastern Airlines jatuh di Daerah Otonomi Guangxi pada Senin (21/3/2022) sore. Kecelakaan pesawat itu menyebabkan kebakaran hutan di perbukitan Kabupaten Tengxian, sementara 132 orang dalam pesawat belum diketahui nasibnya.
Pesawat Boeing 737 yang bertolak dari Kunming di Provinsi Yunnan menuju Guangzhou di Provinsi Guangdong tersebut mengangkut 132 orang yang terdiri dari 123 penumpang dan sembilan awak kabin, bukan 133 orang seperti diberitakan sebelumnya, demikian pernyataan departemen kegawatdaruratan Guangxi.
Badan Penerbangan Sipil China (CAAC) belum bisa memberikan keterangan mengenai nasib 132 orang yang berada di dalam pesawat bernomor penerbangan MU-5735 itu. Pesawat tersebut bertolak dari Bandara Internasional Changshui, Kunming, pada pukul 13.15 waktu setempat (12.15 WIB).
Pesawat jatuh tersebut dijadwalkan tiba di Bandara Internasional Baiyun, Guangzhou, pada pukul 15.07 (14.07 WIB).
Advertisement