Tiba-tiba Nyeri Punggung, Sekadar Otot Pegal atau Saraf Kejepit?

Tak jarang kita merasa nyeri punggung secara tiba-tiba. Apa sebabnya? Simak perbedaan otot pegal dan saraf kejepit di sini.

oleh Chelsea Anastasia diperbarui 01 Jun 2023, 09:00 WIB
Ilustrasi nyeri punggung. (Foto: Karolina Grabowska/Pexels).

Liputan6.com, Jakarta - Nyeri punggung tampaknya pernah dialami hampir setiap orang dewasa, terutama para pekerja kantoran yang harus duduk berjam-jam.

Dokter spesialis ortopedi dan traumatologi di RS EMC Alam Sutera, Jephtah Tobing, memperingatkan orang yang sering tiba-tiba merasa nyeri punggung untuk waspada. 

Ia mengungkap, langkah awal untuk waspada adalah dengan mampu memahami perbedaan saat otot sekadar pegal dan tanda saraf kejepit.

“Ini penting karena saya sering kali menemukan orang-orang yang menganggap semua nyeri punggung sebagai saraf kejepit,” tutur Jephtah saat ditemui seusai acara media gathering oleh EMC Healthcare bertajuk ‘Inovasi Augmented Reality (AR) sebagai Solusi Penanganan Tulang Belakang’ di kawasan Jakarta Pusat pada Selasa, (30/5/2023).

Jephtah menerangkan, hampir semua penyebab nyeri punggung adalah sekadar otot pegal.

“Sebenarnya, 90 persen penyebab nyeri punggung hanya nyeri otot, biasanya karena kebiasaan duduk lama, tidak berolahraga, atau terlalu gemuk,” katanya.

“Sehingga, kalau masalahnya di otot, itu semua bisa diatasi dengan tata laksana melalui cara-cara konservatif atau tanpa operasi,” lanjut Jephtah.

Rasa Nyeri Menjalar, Tanda Saraf Kejepit

Lebih lanjut, Jephtah mengungkap, perbedaan nyeri otot biasa dengan saraf kejepit ada pada rasa nyeri itu sendiri.

“Kalau saraf kejepit itu gejala utamanya adalah ada nyeri yang menjalar. Kata kuncinya adalah menjalar. Kalau hanya nyeri di punggung saja, berarti hanya nyeri otot,” tutur pria tamatan Monash University, Australia tersebut.


Saraf Kejepit Umumnya Bisa Diterapi Konservatif

Ilustrasi Sakit Punggung Credit: pexels.com/Tobias

Kemudian, Jephtah juga memberi contoh mengenai nyeri menjalar sebagai tanda saraf kejepit.

“Misalnya, seseorang habis mengangkat beban berat, atau habis olahraga main basket, tiba-tiba merasa kaki kanan di belakang paha sampai betis nyeri. Itu adalah gejala saraf kejepit,” terangnya.

Jephtah mengungkap, saraf kejepit yang belum parah bisa diatasi dengan cara konservatif. 

“Itu adalah sesuatu yang 90 persen bisa diterapi dengan cara konservatif atau tanpa operasi,” dia menambahkan.

Meski begitu, Jephtah melanjutkan, 10 persen kasus saraf kejepit memang ada yang butuh untuk operasi.

“Tapi bagaimanapun, ada 10 persen yg sudah parah jadi memang harus dioperasi. Jadi jangan sampai ada kesalahan, jangan sampai semua nyeri punggung kita bilang saraf kejepit. Lalu, saraf kejepit malah kita biarkan,” ia kembali menegaskan.


3 Tanda Rasa Nyeri Menjalar Harus Dibawa ke Dokter

dr. Jephtah Tobing dan dr. Harmantya Mahadhipta dalam acara media gathering oleh EMC Healthcare bertajuk ‘Inovasi Augmented Reality (AR) sebagai Solusi Penanganan Tulang Belakang’ di kawasan Jakarta Pusat pada Selasa, (30/5/2023). (dok. Chelsea Anastasia)

Jephtah menuturkan, ada tiga tanda saat gejala saraf kejepit harus ditangani oleh bantuan tenaga medis.

“Yang paling pertama itu adalah jika ada nyeri tulang punggung menjalar, tetapi disertai dengan rasa kebas (mati rasa) di sekitar kemaluan,” ungkapnya.

Setelah itu, gangguan buang air juga menjadi tanda bahwa nyeri menjalar tak lagi bisa ditangani secara konservatif.

“Kemudian, jika ada gangguan buang air kecil dan gangguan buang air besar. Kalau sudah ada tiga gejala ini, itu harus segera dibawa ke rumah sakit,” tuturnya.

“Karena, secara teori, jika nyeri di atas 8 jam tak dibawa ke rumah sakit, fungsi tubuh yang terganggu tak akan bisa kembali lagi,” terang Jephtah.


3 Kelompok Orang yang Lebih Berisiko Nyeri Tulang Belakang

Ilustrasi Sakit Punggung (Sumber: Unsplash)

Di kesempatan yang sama, Jephtah juga menjelaskan beberapa kelompok orang yang lebih berisiko mengalami nyeri tulang belakang.

“Pertama, yang lebih berisiko itu sebenarnya para kaum rebahan karena mereka tidak rutin aktivitas fisik. Ototnya pun tidak terlatih,” tuturnya.

Lebih lanjut, masih berkaitan dengan kurangnya aktivitas fisik, Jephtah mengungkap bahwa orang dengan berat badan berlebih juga berisiko tinggi.

“Jadi, kalau indeks massa tubuh kita melewati batas normal, maka lebih rentan nyeri di tulang belakang,” katanya.

“Yang ketiga, perokok. Jadi, kalau bisa memang jangan merokok,” pungkas Jephtah.

Hal ini mengingat kebiasaan merokok dapat mengganggu aliran darah, mengutip Jephtah. Padahal, otot, tulang, dan saraf mendapatkan nutrisi dari pembuluh darah.

Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya