Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan menentukan Harga Pokok Penjualan atau HPP pasir laut. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Victor Gustaf Manoppo menyusul rilisnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di laut.
"Karena harga bisa berubah berubah, nanti harus ada (HPP) karena kita bagaimana bisa menentukan kalau nggak ada HPP," jelas Viktor kepada wartawan di kantor KKP, Rabu (31/5/2023).
Advertisement
"Akan diketahui ketika tim kajian sudah bekerja," sambungnya.
Seperti diketahui, Pemerintah akan membentuk tim kajian yang menentukan perizinan eksploitasi dan ekspor pasir laut hasil sedimentasi. Tim kajian ini terdiri dari para ahli di kementerian ESDM, KLHK, KKP, Kementerian Perhubungan, hingga BRIN, serta LSM.
Angka itu pun masih angka psikologis. Kita komunikasikan lagi dengan pihak perusahaan. Bener enggak lu bisa dapet segini? Oh bisa. Kenapa? Karena ini kan tergantung sama demand-nya. Teman-teman (pengusaha) mengambil misalnya di Sulawesi, tapi harus kirim ke Papua. Kan high cost transportasinya. Harganya pasti beda kan," papar Viktor.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah buka suara terkait Penerbitan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Trenggono mengatakan ekspor sedimentasi ini bisa dilakukan dalam bentuk pasir hasil sedimentasi. Namun, ekspor dapat dilakukan bila kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi.
“Kalau tim kajian mengatakan (pasir laut) yang diambil untuk kepentingan di bagian (dalam negeri) ada sekian, dan jika mereka tidak memberikan izin ekspor maka tidak (akan diizinkan),” ujar Trenggono dalam konferensi pers di kantor KKP, Rabu (31/5).
Pasir Laut Dikeruk Bukan Buat Ekspor, Tapi Reklamasi di Tanah Air
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono buka suara terkait kebijakan Presiden Joko Widodo yang diterbitkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Salah satu isi dari aturan ini adalah memperbolehkan ekspor pasir laut.
Menteri Trenggono menyebut, PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut diterbitkan karena banyaknya permintaan reklamasi di Tanah Air.
"Di surabaya ada permintaan rekalamasi, di IKN ada reklamasi, ambil pasir dari mana, pindahin pulau? Ya boleh, tapi pakai sedimentasi," terang Trenggono dalam konferensi pers di kantor KKP pada Rabu, 31 Mei 2023.
Selain itu, Trenggono juga menjelaskan bahwa penggunaan pasir laut untuk reklamasi dapat dilakukan dengan syarat adanya kajian dari para ahli yg terdiri dari ESDM, KLHK, KKP, serta LSM.
"Ada syaratnya di dalam PP itu disebutkan, dibentuk dulu tim kajian yg terdiri dari ESDM, KLHK, KKP, bahkan LSM atau Green Peace akan saya minta semua itu memberi pendapat dalam peraturan (menteri) yg sedang dipersiapkan. Belum jadi sama sekali," bebernya.
"Penentu (pasir yang bisa diambil untuk sedimentasi) bukan dari PP ini tapi dari tim kajian nanti,” tambahnya.
Advertisement
Ekspor Pasir Laut Disebut Buat Reklamasi Singapura, Menteri KP Buka Suara
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono buka suara terkait Penerbitan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Hasil Sedimentasi ini salah satunya adalah pasir laut.
Salah satu isi dari aturan ini adalah memperbolehkan ekspor pasir laut. Beredar juga isu yang menyebut Singapura akan menjadi salah satu negara tujuan ekspor tersebut. Seperti diketahui, pasir laut bisa digunakan untuk reklamasi dan Singapura sangat rajin melakukan reklamasi.
Trenggono mengatakan ekspor sedimentasi ini bisa dilakukan dalam bentuk pasir hasil sedimentasi. Namun, ekspor dapat dilakukan bila kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi.
“Kalau tim kajian mengatakan (pasir laut) yang diambil untuk kepentingan di bagian (dalam negeri) ada sekian, dan jika mereka tidak memberikan izin ekspor maka tidak (akan diizinkan),” ujar Trenggono dalam konferensi pers di kantor KKP, Rabu (31/5/2023).
Tim kaji ini terdiri dari Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pakar, aktivis lingkungan dan akademisi dari perguruan tinggi.
“Itulah mengapa di PP No.26 tahun 2023 jika dipelajari dengan benar (mengatakan bahwa) harus ada tim kajian yang nantinya akan menjadi pelaksaan teknisnya,” jelasnya.
"Setelah terbentuk tim silahkan dikaji di mana sedimentasi di Indonesia jumlahnya berapa baru boleh dieksploitasi. Mengambilnya juga tidak boleh sembarangan, harus dengan teknik dan teknologi khusus," kata Trenggono.
"Perlakuannya sama, di dalam negeri kalau menggunakan pasir sedimentasi maka harus membayar PNBP, begitu juga ekspor. Dia juga harus dikenakan PNBP dan PNBP nya lebih tinggi," ungkap Sakti Wahyu Trenggono terkait kemungkinan ekspor pasir laut.
Disebutkannya, hasil dari PNBP tersebut nantinya akan digunakan untuk pembangunan di sektor kelautan.