Update Covid-19 Kamis 1 Juni 2023: Positif 6.807.878, Sembuh 6.633.617, Meninggal 161.773

Data update pasien Covid-19 di Indonesia yang disebabkan virus Corona tersebut terhitung sejak Rabu, 31 Mei 2023 pukul 12.00 WIB hingga hari ini, Kamis (1/6/2023) pada jam yang sama.

oleh Maria Flora diperbarui 01 Jun 2023, 18:18 WIB
Kepadatan calon penumpang kereta Commuter Line (KRL) di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Rabu (12/1/2022). Data sementara Kementerian Kesehatan hingga 10 Januari 2022, total ada 506 kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Kasus harian positif di Tanah Air kembali bertambah. Berdasarkan laporan yang disampaikan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 hingga hari ini, Kamis (1/6/2023) telah terjadi penambahan sebanyak 365 pasien positif.

Sehingga jumlah mereka yang dinyatakan terpapar Covid-19 terhitung sejak Maret hingga kini mencapai 6.807.878 orang.

Sementara, kabar pasien sembuh dan dinyatakan telah terbebas dari virus Corona telah mencapai 6.633.617 orang. Angka tersebut setelah ada penambahan 325 yang dinyatakan negatif.

Sedangkan kasus kematian pasien positif dilaporkan Satgas Covid-19 berada di angka 161.773 jiwa. Jumlah tersebut setelah terjadi penambahan 2 orang meninggal dunia akibat Covid-19 dalam 24 jam terakhir.

Data update pasien Covid-19 di Indonesia yang disebabkan virus Corona tersebut terhitung sejak Rabu, 31 Mei 2023 pukul 12.00 WIB hingga hari ini, Kamis (1/6/2023) pada jam yang sama.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia pekan lalu mengumumkan bahwa masyarakat bisa melengkapi vaksinasi COVID-19 menggunakan jenis vaksin COVID-19 apapun yang tersedia. Terkait hal ini, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Penny Lukito mengatakan bahwa hal tersebut aman.

"Saya kira, setiap vaksin yang sudah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM itu pasti memiliki aspek keamanan, kualitas dan efektivasnya," kata Penny.

Penny juga mengatakan bahwa BPOM akan terus melakukan pemantauan terkait penggunaan vaksin COVID-19. Selain itu, setiap produsen vaksin terus melakukan pemantauan mengenai efek dari vaksin tersebut. Sehingga, Penny meminta masyarakat tidak perlu ragu untuk melengkapi vaksinasi COVID-19 untuk meningkatkan imunitas tubuh terhadap virus SARS-CoV-2.

"Setiap brand vaksin terus melakukan pemantauan efek di masyarakat yang mendapatkannya dan pemantauan itu memang harus jangka panjang," kata Penny di sela-sela vaksinasi massal menggunakan vaksin Inavac di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor pada Selasa (30/5/2023).


Setelah Pandemi Selesai, Produsen Vaksin Perlu Dapat Izin Edar Reguler

Petugas kesehatan saat menyuntikkan vaksin dosis keempat atau Booster kedua kepada warga di Puskesmas Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (24/1/2023). Vaksin booster kedua diberikan minimal enam bulan setelah masyarakat menerima vaksin booster pertama. Vaksin booster kedua tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan dan atau pos pelayanan vaksinasi Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Di kesempatan yang sama, Penny menuturkan bahwa vaksin COVID-19 yang saat ini sudah mendapatkan EUA nantinya perlu melakukan proses untuk mendapatkan izin edar reguler. Namun, hal ini akan berjalan kala pemerintah sudah menyatakan pandemi COVID-19 sudah berakhir.

Penny mengungkapkan salah satu data yang perlu dikirimkan ke BPOM untuk mendapatkan izin edar regular adalah memaparkan mengenan keamanan, kualitas dan efektivitas vaksin yang jangka panjang. Biasanya dalam kurun waktu setahun.

"Mereka (produsen vaksin) terus melakukan penelitian sehingga didapatkan data lebih banyak, ini untuk dapat izin edar reguler jadi bukan izin edar kedaruratan lagi," kata Penny.

Pada 26 Mei 2023, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes dr. Mohammad Syahril menegaskan untuk melengkapi dosis primer dan booster, masyarakat bisa bisa menggunakan vaksin COVID jenis apapun yang tersedia.

"Intinya dosis 1, 2, 3, 4  bisa pakai vaksin apapun. Kalau booster tetap 6 bulan jaraknya," ujar Syahril.

Hingga saat ini masih cukup banyak masyarakat yang belum mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis primer lengkap. Ada pula masyarakat yang telah mendapatkan dosis primer namun belum mendapatkan dosis booster.


Perjalanan Kasus Corona di Indonesia

Proses pemakaman pasien Covid-19 isolasi mandiri di TPU Pondok Kelapa, Jakarta, Selasa (13/7/2021). Para pasien isolasi mandiri ini meninggal karena berbagai alasan, mulai dari terlambat mendapatkan pertolongan, rumah sakit penuh hingga tidak terpantau dengan baik. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Kasus infeksi virus Corona pertama kali muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China Desember 2009. Dari kasus tersebut, virus bergerak cepat dan menjangkiti ribuan orang, tidak hanya di China tapi juga di luar negara tirai bambu tersebut.

2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia. Pengumuman dilakukan di Veranda Istana Merdeka.

Ada dua suspect yang terinfeksi Corona, keduanya adalah seorang ibu dan anak perempuannya. Mereka dirawat intensif di Rumah Sakit Penyakit Infeksi atau RSPI Prof Dr Sulianti Saroso, Jakarta Utara.

Kontak tracing dengan pasien Corona pun dilakukan pemerintah untuk mencegah penularan lebih luas. Dari hasil penelurusan, pasien positif Covid-19 terus meningkat.

Sepekan kemudian, kasus kematian akibat Covid-19 pertama kali dilaporkan pada 11 Maret 2020. Pasien merupakan seorang warga negara asing (WNA) yang termasuk pada kategori imported case virus Corona. Pengumuman disampaikan Juru Bicara Pemerintah untuk Urusan Virus Corona, Achmad Yurianto, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat

Yurianto mengatakan, pasien positif Covid-19 tersebut adalah perempuan berusia 53 tahun. Pasien tersebut masuk rumah sakit dalam keadaan sakit berat dan ada faktor penyakit mendahului di antaranya diabetes, hipertensi, hipertiroid, dan penyakit paru obstruksi menahun yang sudah cukup lama diderita.

Jumat 13 Maret 2020, Yurianto menyatakan pasien nomor 01 dan 03 sembuh dari Covid-19. Mereka sudah dibolehkan pulang dan meninggalkan ruang isolasi.

Pemerintah kemudian melakukan upaya-upaya penanganan Covid-19 yang penyebarannya kian meluas. Di antaranya dengan mengeluarkan sejumlah aturan guna menekan angka penyebaran virus Corona atau Covid-19. Aturan-aturan itu dikeluarkan baik dalam bentuk peraturan presiden (perpres), peraturan pemerintah (PP) hingga keputusan presiden (keppres).

Salah satunya Keppres Nomor 7 tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Keppres ini diteken Jokowi pada Jumat, 13 Maret 2020. Gugus Tugas yang saat ini diketuai oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo ini dibentuk dalam rangka menangani penyebaran virus Corona.

Gugus Tugas memiliki sejumlah tugas antara lain, melaksanakan rencana operasional percepatan penanangan virus Corona, mengkoordinasikan serta mengendalikan pelaksanaan kegiatan percepatan penanganan virus Corona.

Sementara itu, status keadaan tertentu darurat penanganan virus Corona di Tanah Air ternyata telah diberlakukan sejak 28 Januari sampai 28 Februari 2020. Status ditetapkan pada saat rapat koordinasi di Kementerian Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) saat membahas kepulangan WNI di Wuhan, China.

Kapusdatinkom BNPB Agus Wibowo menjelaskan, karena skala makin besar dan Presiden memerintahkan percepatan, maka diperpanjang dari 29 Februari sampai 29 Mei 2020. Sebab, daerah-daerah di tanah air belum ada yang menetapkan status darurat Covid-9 di wilayah masing-masing.

Agus Wibowo menjelaskan jika daerah sudah menetapkan status keadaan darurat, maka status keadaan tertentu darurat yang dikeluarkan BNPB tidak berlaku lagi.

Penanganan kasus virus corona (Covid 19) pun semakin intens dilakukan. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mereduksi sekaligus memberikan pengobatan terhadap mereka yang terpapar Covid-19.

Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya