Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) menyebut dibukanya keran ekspor pasir laut tak akan memperparah kerusakan lingkungan. Dia meyakini pemerintah melakukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan tersebut.
"Saya mau tanya lingkungan yang mana yang rusak. Dia nggak ngerti lingkungan. Masa pasir itu menumpuk di daerah Singapura kita makin kejepit. Daratannya makin lama pindah ke tempat kita," kata OSO di usai menghadiri Upacara Hari Lahir Pancasila di Lapangan Monas Jakarta dikutip dari siaran pers, Kamis,(1/6/2023).
Advertisement
Dia pun mendukung pemerintah yang kembali membuka keran ekspor pasir laut ke luar negeri. Pasalnya, kata OSO, yang diekspor adalah sedimen pasir yang menyebabkan pendangkalan laut di sejumlah wilayah.
"Pasir laut itu semua daerah menginginkan pasir di sungai dan laut yang dangkal (dikeruk)," ujarnya.
OSO mengaku banyak menerima keluhan dari daerah terkait pendangkalan laut yang menyebabkan pelayaran terhambat. Pendangkalan laut tersebut menyebabkan kapal-kapal besar tidak bisa melintas.
"Coba daerah Kalbar itu sudah beratus tahun sungai masuk hanya 3000 ton (berat) kapalnya. Sementara, jumlah penduduknya sudah 5-6 juta. Bagaimana melayaninya," jelasnya.
OSO: Jika Tidak Dikeruk, Pendangkalan Laut Akan Terjadi
OSO mengatakan apabila tidak dikeruk, maka pendangkalan laut akan terus terjadi yang semakin memperparah dan membahayakan pelayaran. Ia setuju hasil pengerukan pasir laut tersebut dijual, agar ada nilai ekonominya.
"Jual saja (pasir laut) hasilnya untuk kemudian dibangun pelabuhan, dibangun segala macam," ucap OSO.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa keputusan pemerintah membuka kembali ekspor pasir laut untuk mengatasi penumpukan sedimen laut. Menurutnya sekarang ini terjadi pendangkalan laut di sejumlah titik akibat penumpukan sedimen tersebut.
"Ya karena sedimen itu kan bikin pendangkalan alur pelayaran, membahayakan alur pelayaran," kata Arifin di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 31 Mei 2023.
Selain membahayakan pelayaran, penumpukan sedimen tersebut juga kata dia membuat kapal kapal besar tidak bisa melintas karena terjadi pendangkalan. Akibatnya biaya ekonomi yang dikeluarkan menjadi lebih mahal.
"Salah satu itu, dan menjaga alur laut. Kalau kapal gede yang nilai ekonomisnya tinggi dan keterbatasan dengan pendangkalan kedalaman itu jadi tidak bisa pakai yang besar kan jadinya. Ekonomi nya lebih mahal kan," katanya.
Advertisement
Ekspor Pasir Laut Dibuka, Akan Ada Nilai Ekonomi
Ia mengatakan dengan dibukanya ekspor pasir laut maka akan ada nilai ekonomi dari pengerukan karena hasilnya bisa dijual ke luar.
"Sekarang begini, kalau mengendap jadi apa? Sedimen aja dan membahayakan alur pelayaran. Kan dikeruk ada ongkosnya, ada nilainya dong. Maka ada yang mau nggak? Supply demand pasti ada," katanya.
Menurut Arifin penumpukan sedimen tersebut terjadi di sejumlah titik alur pelayaran. Terutama, di perairan Malaka, antara Batam dan Singapura.
"Terutama di channel yang dekat lintas pelayaran masif, di dekat Malaka sampai strait antara Batam dan Singapura," pungkasnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Peraturan yang dikeluarkan pada 15 Mei 2023 tersebut salah satunya memperbolehkan ekspor pasir laut ke luar negeri.
Pada 2003 silam, pemerintah sempat melarang total ekspor pasir laut melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Pelarangan ekspor tersebut bertujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan.