Tumbuh Kembang Anak Alergi Susu Sapi Perlu Dipantau, Orangtua Wajib Tahu

Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi Zahrah Hikmah menjelaskan soal prinsip tata laksana pertama yang dilakukan terkait alergi susu sapi pada anak. Langkah pertama, orangtua perlu mengidentifikasi kebenaran anak alergi susu sapi.

oleh Putu Elmira diperbarui 05 Jun 2023, 04:00 WIB
ilustrasi ibu dan anak/Photo by Kenny Krosky on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta - Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi Zahrah Hikmah menjelaskan soal prinsip tata laksana pertama yang dilakukan terkait alergi susu sapi pada anak. Langkah pertama, orangtua perlu mengidentifikasi kebenaran anak alergi susu sapi.

"Kalau sudah identifikasi dengan eliminasi dan provokasi atau konsultasi ke dokter anak atau dokter anak alergi, maka hindari makanan dan minuman yang mengandung protein susu sapi dan produknya," kata Zahrah dalam bincang virtual yang digelar Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia pada Rabu, 31 Mei 2023.

Cara menghindari makanan dan minuman mengandung protein susu sapi dan produknya adalah dengan membaca label makanan. Zahrah mengingatkan bahwa makanan pengganti harus mencukupi, baik dari segi nutrisi, protein, kandungan, hingga kalori harus sesuai.

"Jangan lupa, monitor status gizi dan konsultasi ke dokter spesialis anak," tambahnya.

Setelah enam bulan eliminasi, dikatakan Zahrah, harus dilakukan upaya untuk mengetahui apakah anak sudah toleran atau belum terhadap protein susu sapi. Cara yang dapat dilakukan, yakni dengan provokasi susu sapi memakai susu sapi full cream.

"Kalau masih alergi, asupan ASI atau susu formula mengikuti cara pemberian sebelumnya," katanya.

Zahrah juga menyebut bila makanan padat sudah cukup memberi kalori, maka susu tidak lagi menjadi sumber gizi utama. "Pemberian susu dan jenisnya disesuaikan diagnosisi paling akhir, apakah masih alergi atau sudah toleran," lanjutnya.


Monitoring Tumbuh Kembang

Ilustrasi anak/copyright unsplash.com/Artur Aldyrkhanov

Selain itu, tumbuh kembang anak alergi susu sapi juga perlu dipantau. Enam bulan pertama, kata Zahrah, pemantauan berat badan, panjang badan, dan kepatuhan diet pada usia 1,2, dan 4 tahun.

"Enam bulan kedua maka evalusiasi berat badan, panjang badan serta kepatuhan pantang pada usia 6, 9, 12 bulan. Ini juga harus sambil dicoba provokasi terhadap susu sapi, Kalau memang masih ada gejala dilanjutkan pantang dietnya sambil dievaluasi tumbuh kembangnya," terangnya.

Zahrah mengungkapkan, "Setelah usia 1 tahun, 50 persen sudah bisa toleran, maka lakukan lagi provokasi. Kalau masih alergi harus evaluasi pertumbuhan setiap 6--12 bulan."

Sementara, Zahrah menjelaskan bahwa alergi susu sapi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh salah mengartikan protein susu sapi sebagai zat asing yang berbahaya bagi tubuh. "Alergi susu sapi gejalanya mulai dari saluran cerna, diare, kolik infantil. Di kulit, urtikaria dengan Dermatitis atopik, di saluran napas itu banyak mengalami asma dan rinitis," terangnya.

Zahrah melanjutkan ada pula gejala klinis umum, yaitu anafilaksis. "Anak mendadak biru, mendadak tensinya turun, atau tiba-tiba pingsan, hati-hati itu ada reaksi alergi susu sapi yang berat," lanjutnya.


Gejala Kulit hingga Saluran Cerna

Ilustrasi anak. (unsplash.com/Elizaveta Dushechkina)

Gejala lain alergi susu sapi pada anak yang berusia lebih dari 4 tahun, yakni bernama rinitis alergi. "Ada gerakan menggosok hidung karena gatal, di bawah mata terkadang didapatkan bawah mata hitam, ada garis di hidung dan dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan pernapasan," katanya.

Zahrah menyebut, "Ini menimbulkan anak bisa mengorok bahkan bernapas terus dalam waktu lama lewat mulut sehingga anak tidak konsentrasi, ada gangguan tidur, ada gejala mengorok, yang ini cukup bahaya. Yang sekarang sering terjadi anak di bawah 1 tahun yaitu gejala asma."

Gejala dari saluran cerna, dikatakan Zahrah, meliputi diare, kram perut, kolik, terkadang tinja disertai darah. Sehingga pada proses kronik bahkan bisa menimbulkan hambatan pertumbuhan dan perkembangan karena anemia dalam jangka waktu lama.

"Ini harus kita bedakan dengan intoleransi laktosa. Intolerasi laktosa adalah seorang anak yang tidak tahan atau tidak bisa memproses laktosa dan ini tidak melalui sistem imun. Gejala karena infeksi, contoh infeksi amoeba yang bisa menimbulkan gejala diare, kolik abdomen, atau BAB yang ada darahnya, bisa karena infeksi," lanjut Zahrah.


Kaitan Alergi Susu Sapi dengan Stunting

Ilustrasi anak bermain, masa kecil. (Photo by Leo Rivas on Unsplash)

"Untuk mendiagnosa stunting, kita harus melihat tumbuh kembangnya, berat badannya, lingkar lengannya, lingkar kepalanya. Stunting sering terjadi gangguan kecerdasan pada anak dikarenakan kurang gizi kronis," lanjut Zahrah.

Sedangkan sumber nutrisi anak terdiri atas banyak hal untuk tumbuh dan kembang, mulai dari karbohidrat, protein, lemak. Ada pula kebutuhan pada makanan alergen seperti susu, ikan, telur itu mengandung protein dan lemak yang penting.

"Anak alergi ini sering sakit, sehingga otomatis dia butuh nutrisi lebih banyak dibanding anak normal. Penggantian makanan anak alergi susu sapi harus adekuat sehingga dappat menjamin tumbuh kembang anak dan mencegah terjadinnya penyakit akibat kekurangan nutrisi mikro seperti riketsia," lanjutnya.

Alergi:

  • Penghindaran makanan dengan protein tinggi dalam jangka waktu lama.
  • Penghindaran tanpa dasar yang jelas sehingga banyak makanan penting dihindari.
  • Napsu makan menurun karena pilihan makanan terbatas.
  • Pemilihan makanan pengganti yang tidak pas.
  • Sering sakit sehingga napsu makan berkurang.
  • Kurang tidur.
  • Radang saluran cerna - malabsorbsi.

Stunting:

  • Terutama anak alegi di bawah usia 3 tahun.
  • Tidak bisa catch up growth bila lebih dari 3 tahun.
  • Dampak stunting adalah memperlambat perkembangan otak, dampak jangka panjang keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.
INFOGRAFIS JOURNAL_ Beberapa Gejala Permasalahan Kesehatan Mental pada Anak (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya