Liputan6.com, Jakarta - Indonesia sebagai negara kepulauan perlu terus menyorot kebersihan laut yang terus "diinvasi" oleh limbah plastik. Hewan laut tentunya terdampak, bahkan paus mati akibat memakan plastik di lautan, tetapi sebetulnya manusia bisa juga tak sengaja memakan plastik tersebut dalam bentuk mikroplastik.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa masalah sampah plastik di Indonesia sudah dalam kondisi sangat gawat. Berdasarkan penelitian pakar lingkungan Jenna Jambeck, Indonesia berada di peringkat dua negara dengan limbah plastik terbanyak yang masuk lautan.
Advertisement
Menurut data versi Jenna Jambeck, Indonesia menjadi negara penyumbang sampah sebanyak 1,2 juta metrik ton per tahun jika dibandingkan dengan India yang hanya 0,24 juta metrik ton.
Pakar kelautan dari Universitas Padjajaran Buntora Pasaribu menyorot bahwa peringkat Indonesia lebih tinggi dari India di studi Jenna Jambeck dan tim tersebut.
Buntora juga menyorot bagaimana India yang kadang disebut "Prindapan" (Vrindapan) ternyata sistem pembuangannya lebih baik dari Indonesia.
"Bayangkan dia (India) di peringkat 12. Dan mereka sistem debris-nya, sampahnya, lebih baik dari Indonesia yang kita kenal orangnya bersih-bersih. Tapi ketika di India, ini mohon maaf, kita sering mendengar tentang Prindapan, benar kan? Prindapan? Negara Prindapan. Ternyata itu peringkat 12," ujar Buntora Pasaribu di workshop Solusi Berkelanjutan untuk Sampah Laut dan Polusi Plastik di Indonesia yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Jumat (2/6/2023).
Pada studi tahun 2015 itu, satu-satunya negara yang lebih parah dari Indonesia adalah China.
Data versi Jambeck:
- China: 3,53 juta ton/tahun
- Indonesia: 1,29 juta ton/tahun
- Filipina: 0,75 juta ton/tahun
- Vietnam: 0,75 juta ton/tahun
- Sri Lanka: 0,64 juta ton/tahun
- Thailand: 0,41 juta ton/tahun
- Mesir: 0,39 juta ton/tahun
- Malaysia: 0,37 juta ton/tahun
- Nigeria: 0,34 juta ton/tahun
- Bangladesh: 0,31 juta ton/tahun
- Afrika Selatan: 0,25 juta ton/tahun
- India: 0,24 juta ton/tahun
Sampah Terbawa Arus
Lebih lanjut, Buntora menyorot bahwa masalah di Indonesia diperparah karena lokasi geografis Indonesia. Alhasil, ada sampah dari negara-negara yang terbawa arus laut ke wilayah-wilayah Indonesia.
Buntora berkata bahwa efek dari studi Jenna Jambeck adalah adanya kebijakan pemerintah untuk adanya pengurangan 70 persen sampah sampai tahun 2025.
"Ini adalah rencana kita ke depan dari Kemenko Marves (Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi). Ini sangat penting," ujarnya.
Turut hadir dalam acara tersebut perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang memberikan data yang sedikit berbeda. Pada studi yang ditampilkan KKP, peringkat Indonesia tidak lagi di nomor dua, melainkan di nomor lima. Studi tahun 2019 itu dilakukan oleh Lourens J.J. Meijer dan tim.
Berikut data negara penyumbang sampah terbanyak ke laut versi Meijer:
- Filipina : 356.371 ton
- India : 126.513 ton
- Malaysia : 73.098 ton
- China : 70.707 ton
- Indonesia : 56.333 ton
- Myanmar : 40.000 ton
- Brazil : 37.799 ton
- Vietnam : 28.221 ton
- Bangladesh : 24.640 ton
- Thailand : 22.806 ton
Bahaya Nanoplastik
Apabila Indonesia masih berkutat dengan sampah plastik, Buntora berkata negara-negara lain sudah fokus ke nanoplastik yang lebih sulit lagi terdeteksi.
Awalnya, sampah dibuang ke sungai, kemudian mengalir, mengendap, dan menjadi nanoplastik.
Gerakan pecinta lingkungan untuk membersihkan sungai (River Watch) dan laut (Pandawa Group) semakin populer di kalangan netizen. Akan tetapi, nanoplastik lebih sulit dibersihkan karena tidak bisa langsung diambil.
Laporan European Commission yang rilis pada 2023 juga menyebut nanoplastik masih sulit terdeteksi, namun memiliki dampak ke makhluk hidup.
"Ini yang sangat berbahaya sekarang, karena ini yang menjadi pusat perhatian peneliti saat ini bagaimana mengantisipasi nanoplastik ketika dia sudah terpotong-potong, tergedrasi dia di bawah, dia akan menjadi nano," jelas Buntora.
Buntora menyayangkan masih banyak masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan, salah satunya demi menghindari iuran sampah.
Namun, ia menyebut bahwa masih ada harapan dengan cara memberikan edukasi pada generasi muda agar mereka mengetahui dampak bahaya plastik.
Berapa tahun sampah bisa bertahan di air sebelum hancur? Berikut datanya:
Baca Juga
Durasi Sampah di Lautan
- Puntung rokok: 10 tahun
- Kantong plastik: 20 tahun
- Gelas styrofoam: 50 tahun
- Kaleng alumunium: 200 tahun
- Six-pack rings: 400 tahun
- Popok sekali pakai: 450 tahun
- Botol plastik: 450 tahun
- Alat pancing (fishing line): 600 tahun
Advertisement