Depolitisasi, Pemilu 2024 Masih Rutinitas Politik?

Pemilu 2024 bukan hanya sebagai bagian dari rutinitas pesta demokrasi lima tahunan dalam rangka melakukan pergantian para calon pemimpin baik di tingkat legislatif maupun eksekutif

oleh Yanuar H diperbarui 06 Jun 2023, 01:00 WIB
Ilustrasi Pemilu 2024 (Istimewa)

Liputan6.com, Yogyakarta - Soal Pemilu, Sosiolog Politik UGM Arie Sudjito mengatakan jika penyelenggaraan Pemilu 2024 dapat lebih baik dari Pemilu sebelumnya. Sebab, menurutnya setiap Pemilu memiliki terobosan baru seperti menguatkan diskusi dan kontestasi politik, adu gagasan bukan sebaliknya munculnya politik uang, depolitisasi, oligarki politik dan politik identitas, walaupun depolitisasi semakin menguat di kalangan antar partai.  

“Depolitisasi melahirkan pemilu jadi agenda rutinitas. Mari kita kembalikan pertarungan antar-partai itu bukan lagi konspirasi membentuk blok politik tapi bertarung ide dan gagasan,” kata Arie Jumat 26 Mei 2023.

Baginya, KPU seharusnya meningkatkan kualitas Pemilu 2024  dengan melakukan edukasi ke calon pemilih muda, edukasi larangan politik uang hingga mencegah terjadinya kampanye politik identitas. Bukan justru terjebak dalam rutinitas teknis dan prosedural.

 

“Jika pemilu terus begini,  yang terjadi hanya pergantian formasi, pergantian orang dan rutinitas. Pemilu kita terjebak pada rutinitas, terjebak pada teknokrasi,” ujarnya.

Arie juga menyoroti partai politik  yang tidak menguatkan perannya dalam melahirkan calon pemimpin berkualitas. Namun cenderung mencari aktor politik dari kalangan pengusaha atau mantan tentara yang berasal dari luar partainya. 

“Seharusnya di era reformasi, peran partai itu menguat dalam melahirkan calon pemimpin bangsa. Elit politik kita harus keluar dari zona nyaman dari rutinitas pemilu ini,” tegasnya.

 

 

Simak Video Pilihan Ini:


Tak Sesuai Harapan Masyarakat

Sementara  Ketua Pusat Kajian Demokrasi Konstitusi, dan HAM FH UGM, Dr Yance Arizona  menilai Pemilu 2024 sepertinya tidak akan menjawab harapan masyarakat untuk menguatkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Bahkan Yance menilai lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK sekarang ini dilumpuhkan perannya sebagai lembaga antirasuah di Indonesia. 

“Sekarang KPK sebagai punggawa pemberantasan korupsi tidak seperti dulu lagi, sudah kehilangan kemampuan untuk melakukan kontrol,” ujarnya.

Ekonom Senior FEB UGM, Dumairy, mengatakan keberpihakan politisi dan partai pada kelompok yang lemah pada petani dan nelayan sangat sulit diwujudkan. Sepanjang transaksi politik uang antara calon pemimpin dengan pemilih masih saja tetap berlangsung.

”Kita tidak bisa berharap banyak, apapun yang dikampanyekan caleg dan calon pemimpin. Kita masih terperosok dalam  lubang yang sama dalam setiap pemilu,” katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya