Indonesia dan Malaysia Kirim Tim ke Brussel untuk Bela Kelapa Sawit

Indonesia dan Malaysia percaya bahwa kebijakan EUDR tidak semestinya menciptakan distorsi perdagangan atau diskriminatif dalam hal cakupan produk dan perlakuan nasional.

oleh Arthur Gideon diperbarui 04 Jun 2023, 16:00 WIB
Misi bersama Kementerian Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, dan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) melakukan kunjungan ke Brussel, Belgia. (Dok Sinar Mas)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, Kementerian Perkebunan dan Komoditas Malaysia, dan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) mengunjungi Brussel, Belgia. Kunjungan ke Eropa ini sebagai salah satu langkah misi bersama membela kelapa sawit.

Misi ini dipimpin oleh YAB Dato' Sri Haji Fadillah bin Haji Yusof, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, dan Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia.

Langkah perjalanan Brussel adalah tindak lanjut keputusan Bilateral Ministerial Meeting CPOPC yang diselenggarakan pada 9 Februari 2023 di Jakarta, Indonesia. Tujuan utama dari kunjungan ini adalah untuk menyampaikan keprihatinan serta keberatan Indonesia dan Malaysia terhadap European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang baru disahkan.

Seperti diketahui, 27 negara Uni Eropa resmi mengadopsi aturan baru soal mengurangi kontribusinya terhadap deforestasi global dengan mengatur perdagangan serangkaian produk yang mendorong penurunan kawasan hutan di seluruh dunia. 

Produk kelapa sawit termasuk dalam daftar tersebut padahal komoditas kelapa sawit sangat penting bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat di kedua negara.

Dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (4/6/2023), Indonesia dan Malaysia memandang bahwa kebijakan EUDR yang bersifat diskriminatif dan punitif tidak hanya akan berdampak buruk bagi perdagangan internasional, tetapi juga akan menghambat upaya industri kelapa sawit dalam mencapai Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Kedua negara menyatakan harapannya agar Uni Eropa memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, non-diskriminasi, konsisten dengan peraturan dan regulasi WTO, khususnya dalam perdagangan minyak sawit dan produk-produknya.

Indonesia dan Malaysia percaya bahwa kebijakan EUDR tidak semestinya menciptakan distorsi perdagangan atau diskriminatif dalam hal cakupan produk dan perlakuan nasional. Ketika negara-negara berkembang tengah membangun sistem perdagangan multilateral yang berkelanjutan, peraturan baru harus dicapai melalui pendekatan tanpa pembatasan perdagangan.

 


Uni Eropa Harus Berhati-hati

Misi bersama Kementerian Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, dan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) melakukan kunjungan ke Brussel, Belgia. (Dok Sinar Mas)

Selama berada di Brussel, Misi Gabungan terlibat dalam diskusi positif dengan berbagai pimpinan Komisi dan Parlemen Uni Eropa. Di mana pertemuan berlangsung dengan ramah, jujur, dan terbuka.

Dalam pertemuan dengan Wakil Presiden Eksekutif (EVP) Frans Timmermans, Kesepakatan Hijau Eropa dan Komisaris Kebijakan Aksi Iklim, Josep Borrell-Fontelles, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Virginijus Sinkevičius, Komisaris Lingkungan, Kelautan dan Perikanan, Anggota Parlemen Eropa (MEP) Heidi Hautala, Wakil Presiden Parlemen Eropa, dan MEP Bernd Lange, Ketua Komite Perdagangan Internasional (INTA), para pimpinan misi dari Indonesia dan Malaysia menyoroti dampak kebijakan EUDR terhadap rantai pasok dan secara konsisten menekankan perlunya Uni Eropa melibatkan negara-negara produsen pada tingkat kerja dan teknis.

Terdapat pula kebutuhan untuk membentuk gugus tugas konsultatif oleh kedua belah pihak guna membahas cara dan sarana pelaksanaannya. Isu-isu yang harus diselesaikan meliputi pelibatan petani kecil dalam rantai pasok, penerimaan skema sertifikasi berkelanjutan nasional sebagai acuan pedoman pelaksanaan, klarifikasi teknis pada sistem benchmarking, geolokasi, legalitas, dan ketertelusuran.

Misi Gabungan berharap untuk mendapatkan tanggapan positif terhadap isu dan kekhawatiran dimaksud khususnya pembentukan gugus tugas bersama. Kedua pemimpin menegaskan kembali pentingnya keseriusan agar isu-isu tersebut dapat diselesaikan mengingat konsekuensinya.

Kedua negara menggarisbawahi bahwa sehubungan dengan sistem benchmarking negara yang dikembangkan oleh Komisi Eropa, pelabelan suatu negara sebagai high, standard, dan low-risk memiliki konsekuensi terhadap kedaulatan dan citra negara tersebut.

Oleh karena itu, Uni Eropa harus berhati-hati memperhitungkan dan menyadari efek pelabelan tersebut. Indonesia, dan Malaysia mendesak Uni Eropa dengan sangat untuk memastikan bahwa Indonesia dan Malaysia adalah negara berisiko rendah.

 


Membuka Jalan Kolaborasi

Pertemuan dengan para pemangku kepentingan kelapa sawit, perwakilan industri dan organisasi masyarakat sipil di Eropa juga dilakukan secara bersamaan selama kunjungan ke Brussel. Para pemimpin memberi pengarahan kepada berbagai pemangku kepentingan tentang maksud kunjungan ini dan hasil pertemuan dengan para pemimpin Uni Eropa.

Meskipun Indonesia dan Malaysia tidak mengharapkan hasil langsung yang nyata dari semua pertemuan ini, kedua pimpinan misi mengirimkan pesan yang kuat tentang pentingnya Uni Eropa menyadari keinginan mereka, pada saat yang sama membuka jalan bagi kolaborasi dan kemitraan di masa depan.

Kesimpulannya, Misi Gabungan dapat dikatakan sukses. Hal terpenting adalah kebutuhan untuk menindaklanjuti serta memastikan bahwa poin-poin yang telah diangkat dan didiskusikan ini ditangani serta ditanggapi secara semestinya. Pada kesempatan ini, CPOPC berterima kasih kepada Misi di Brussel atas bantuan yang diberikan untuk mewujudkan misi tersebut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya