Liputan6.com, Jakarta - Selain kucing, kera, dan kelelawar, anjing menjadi hewan yang masuk kategori sumber utama penular utama rabies. Padahal penularan rabies sebenarnya dapat dicegah agar tidak benar-benar terjadi dan membahayakan lingkungan sekitar.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Dr Imran Pambudi mengungkapkan bahwa tatalaksana penyakit rabies pada hewan terbagi berdasarkan kategorinya.
Advertisement
Pada kategori suspek, anjing bisa lebih dulu melakukan observasi selama kurang lebih dua minggu atau 14 hari. Jika ditemukan positif rabies, maka anjing yang bersangkutan sangat direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin anti rabies (VAR).
"Kalau suspek itu, anjing yang menggigit perlu diobservasi selama 14 hari. Jika anjingnya hidup, maka anjingnya harus divaksinasi. Tapi kalau mati, diambil sampelnya kemudian diperiksa," ujar Imran saat konferensi pers bersama Kemenkes RI ditulis Minggu, (4/6/2023).
Anjing Suspek Tinggi Rabies
Berbeda halnya jika anjing yang diduga rabies masuk kategori suspek tinggi. Maka, perlu dilakukan eutanasia atau pencabutan kehidupan pada hewan melalui cara-cara yang tidak menimbulkan rasa sakit.
"Kalau memang suspek tinggi, ya sudah, secara gejala sudah fotofobia, selalu bersembunyi di tempat yang gelap-gelap, maka dilakukan eutanasia. Kemudian sampelnya dikirim ke laboratorium untuk diperiksa," kata Imran.
Menurut Imran, respons saat menemukan hewan suspek rabies seperti di atas juga dapat berlaku untuk hewan liar lainnya. Hanya saja, biasanya suspek pada hewan liar lebih sulit untuk ditindaklanjuti.
Angka Kematian Akibat Rabies Sangat Tinggi
Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril mengungkapkan bahwa angka kematian akibat rabies pada manusia sangat tinggi. Sehingga penanganan yang tepat jadi hal penting yang harus dilakukan.
"Angka kematian rabies ini sangat tinggi, hampir 90 persen. Artinya apa? Begitu orang kena digigit oleh anjing, itu harus cepat dilakukan pencucian sekaligus diberikan VAR," kata Syahril.
Terlebih pada beberapa daerah, rabies tengah menjadi KLB (Kejadian Luar Biasa). Menurut Syahril, penting untuk melakukan gerakan massal dalam hal penanganan rabies di Indonesia.
"Ini situasi KLB maka harus ada gerakan massal yang dipimpin oleh pemerintah daerah dan melibatkan seluruh dinas terkait yaitu Kemenkes, Kementerian Pertanian, dan juga pemerintah setempat seperti camat, lurah-lurah," ujar Syahril.
"Memang harus melakukan penyisiran terhadap hewan-hewan. Terutama anjing yang memang berisiko jadi rabies dengan cara memberikan suatu vaksinasi," tambahnya.
Advertisement
Apa Patokan Keberhasilan Vaksin Anti Rabies?
Lebih lanjut Imran mengungkapkan ada beberapa hal yang bisa dijadikan patokan dari keberhasilan pemberian vaksin anti rabies. Seperti sudah terbentuknya kekebalan kelompok di suatu daerah.
"Kunci keberhasilan vaksinasi pertama adalah kekebalan kelompok. Cakupannya tadi (harus dicukupi). Kita buat misal 70 persen," kata Imran.
"Kemudian semua anjing harus divaksin. Jadi bukan hanya anjing-anjing rumahan. Justru anjing-anjing liar, itu yang harus divaksin juga. Termasuk anak anjing. Itu dilakukan di semua daerah yang tertular dan dilakukan verifikasi, survei pasca vaksinasi," tambahnya.
Imran menambahkan, verifikasi soal vaksin anti rabies bisa dilakukan dengan memberi tanda pada hewan yang sudah mendapatkannya.
"Setelah divaksin, mereka diberi kalung tandanya dia sudah divaksin," ujar Imran.
Pentingnya Manajemen Kontrol Populasi Anjing
Begitupun dengan mengontrol populasi anjing yang ada di Indonesia. Menurut Imran, perlu adanya manajemen tersendiri yang bisa mengontrol hal tersebut.
"Tidak bisa kita membiarkan anjing-anjing itu berkeliaran di luar. Apalagi tidak ada pemiliknya. Setelah ketangkap, maka harus dilakukan vaksinasi," kata Imran.
Imran pun memberi contoh seperti adanya Peraturan Gubernur Bali tahun 2015. Dari peraturan itu, ada larangan agar anjing-anjing tidak boleh berkeliaran tanpa ada pemilik.
"Kalau di sana ada hewan liar yang kemudian tidak ada pemiliknya, itu akan ditangkap. Ditaruh shelter. Kalau dalam dua minggu tidak ada pemiliknya, dia akan dimusnahkan," ujar Imran.
Namun, menurut Imran, penting untuk tetap mementingkan SOP tertentu agar tidak melanggar kesejahteraan hewan jikalau ada peraturan seperti yang diterapkan di Bali.
Advertisement