Liputan6.com, Jakarta - RUU Kesehatan sebagai inisiatif DPR RI disebut akan menghasilkan dokter spesialis yang bisa dididik di daerah. Dalam hal ini, pendidikan dokter spesialis yang berencana diterapkan berbasis rumah sakit (hospital based) tersebut mendidik calon dokter spesialis di daerah masing-masing, tanpa harus jauh ke kota besar lain.
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menuturkan, perlu ada pembenahan dan penyelarasan untuk menyelesaikan masalah sumber daya dokter spesialis. Misalnya, pada pendidikan dokter spesialis.
Advertisement
Sebagaimana tertuang dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan, Pasal 183 memberikan opsi pendidikan dokter spesialis bisa dilakukan di rumah sakit atau hospital based.
“Dengan adanya pendidikan dokter spesialis di rumah sakit, maka lebih banyak dokter spesialis yang bisa dididik. Apalagi di daerah yang tidak ada center (pusat) pendidikan spesialis,” tutur Edy melalui pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Senin (5/6/2023).
Rumah Sakit Bekerja Sama dengan Universitas
Untuk itu, menurut legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini, rumah sakit yang menyelengarakan pendidikan dokter spesialis bisa bekerja sama dengan universitas yang menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis.
"Bisa juga secara mandiri asal sudah pernah bekerja sama untuk penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis, setidaknya lima tahun. Berbagai syarat lain juga harus dipenuhi oleh rumah sakit," lanjut Edy.
Kolaborasi Kemenkes - Kemendikbudristek
Pada pasal lain, ada aturan lanjutnya soal pendidikan dokter spesialis dalam RUU Kesehatan, yakni bagian pengadaan tenaga medis dan tenaga kesehatan.
“Di sini, ada kolaborasi antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek," ujar Edy Wuryanto, yang juga sebagai Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan Fraksi PDI-Perjuangan ini.
"Namun, agar tidak tumpang tindih, untuk penyelenggaraan pendidikan tenaga medis dan kesehatan di atur dalam satu undang-undang. Agar rujukannya satu dan ini jadi lebih simple."
Pengadaan Pelayanan Kesehatan
Edy turut mengungkapkan bahwa pengadaan layanan kesehatan di sebuah wilayah tidak bisa hanya alat atau sumber daya manusia (SDM) kesehatannya saja, dari dokter dan dokter spesialis saja, melainkan harus satu paket.
Yaitu ketersediaan alat, SDM Kesehatan yang terampil, standar operasional (SOP), dan kebijakan pendukung lainnya.
“Bahkan dalam sebuah SDM kesehatan, idealnya tidak hanya satu dokter datang lalu masalah selesai. Dibutuhkan tim," kata Edy.
"Contohnya untuk tindakan bedah, tidak hanya dokter spesialis bedah. Ada dokter anastesi. Ada juga perawat yang mengerti SOP di kamar operasi."
Advertisement
Kritisi Pendidikan Dokter Spesialis Hospital Based
Organisasi Profesi Kesehatan justru mengkritisi rencana pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit atau yang dikenal dengan istilah hospital based dalam RUU Kesehatan. Mekanisme hospital based dinilai sudah dilakukan di rumah sakit dengan akreditasi yang tinggi.
Ketua Biro Hukum dan Kerja sama Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Paulus Januar S mengatakan, lima Organisasi Profesi yang mengkritisi pendidikan dokter spesialis tersebut, yakni dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Kelima organisasi profesi sepakat menyuarakan bahwa terlalu banyak tekanan yang diberikan oleh pemerintah terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan ini pada para tenaga medis.
“Kami juga mengkritisi pengecualian adaptasi terhadap dokter lulusan luar negeri dan pendidikan dokter spesialis secara hospital based dengan syarat di mana hanya perlu dilakukan di RS yang terakreditasi," jelas Paulus melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Senin (8/5/2023).
"Padahal, selama ini pendidikan dokter spesialis dilakukan di RS dengan akreditasi tertinggi."
Potensi Lahirnya Tenaga Kesehatan yang Substandar
Sorotan pengecualian adaptasi terhadap dokter lulusan luar negeri dan pendidikan dokter spesialis ini juga di dikhawatirkan dapat menyebabkan lahirnya tenaga kesehatan yang substandar -- di bawah standar.
"Bila hal ini terjadi, maka yang dirugikan bukan hanya profesi, tapi yang lebih dirugikan adalah kesehatan masyarakat yang dilayani,” jelas Paulus.
Ingatkan Pemerintah Masih Banyak Permasalahan Kesehatan
Lima Organisasi Profesi Kesehatan turut menyerukan aksi damai bersama seluruh tenaga medis di Indonesia untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law oleh Pemerintah. Aksi ini digelar pada Senin, 8 Mei 2023.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mohammad Adib Khumaidi mengatakan, aksi damai ini bentuk keprihatinan para organisasi profesi kesehatan melihat proses pembuatan regulasi yang terburu-buru dan tidak memperhatikan masukan dari Organisasi profesi yang notebene merupakan pekerja lapangan.
"Kami juga ingin mengingatkan Pemerintah bahwa masih ada banyak permasalahan kesehatan di lapangan yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah," katanya.
"Meningkatkan akses ke layanan kesehatan, meningkatkan kualitas layanan yang diberikan, dan memanfaatkan teknologi adalah beberapa solusi yang dapat membantu meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia."
Perlu Perluas Akses Layanan Kesehatan
Pemerintah perlu memperluas akses ke layanan kesehatan di komunitas yang kurang terlayani, selama ini akses ke fasilitas kesehatan masih kurang oleh rakyat yang di pedalaman.
"Para tenaga medis juga kesulitan menjangkau ke wilayah penduduk karena infrastruktur dan keterbatasan sarana. Ha-hal seperti inilah yang perlu lebih diperhatikan oleh Pemerintah dan para wakil rakyat di parlemen daripada terus menerus membuat undang-undang baru,” lanjut Adib.
Advertisement