Liputan6.com, Jakarta - Bahaya konsumsi rokok, baik konvensional maupun elektrik, telah menjadi diketahui semua orang. Banyak orang yang sudah menyadari dampak buruk ini dan tetap enggan berhenti mengonsumsi rokok. Beberapa memilih untuk tetap melanjutkan kebiasaan ini dengan mengakalinya dengan mengurangi jumlah konsumsi.
Bagi sebagian masyarakant dengan mengurangi jumlah batang rokok yang diisap membuat mereka cenderung merasa aman.Faktanya, hal ini tetap tak membuat risiko dampak buruk dari rokok tersebut menghilang.
Advertisement
Kelompok Kerja Bidang Rokok dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Feni Fitriani Taufik menegaskan tak ada batasan aman untuk merokok.
“Tidak ada batas aman untuk merokok. Mau konsumsi sebatang atau sebungkus, risiko kesehatan yang timbul tetap sama,” kata Feni pada Konferensi Pers Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diselenggarakan oleh PDIP dan IDI beberapa waktu lalu.
Menurut Feni, rokok bukan merupakan pilihan yang baik untuk menyenangkan diri mengingat banyaknya hal penting yang harus dipertaruhkan.
“Rokok bukan pilihan, banyak sekali yang kita pertaruhkan baik untuk diri sendiri maupun orang sekitar,” kata Feni.
Tak hanya merugikan diri sendiri, rokok juga merugikan second hand smoke dan menghasilkan third hand smoke.
Second hand smoke atau perokok pasif merupakan seseorang yang menghirup asap rokok dari perokok aktif.
Sedangkan third hand smoke adalah sisa bahan kimia dari asap rokok yang menempel ke berbagai benda, seperti meja, kursi, dan gorden. Hal ini dapat memicu reaksi kimia dan terkontaminasi ke orang di sekitar benda-benda tersebut.
Zat Sesedikit Apapun Tetap Berbahaya bagi Tubuh
Lebih lanjut Feni menjelaskan bahwa sesedikit apapun zat berbahaya yang dikonsumsi, tetap tidak aman bagi tubuh.
Hal ini dikarenakan tubuh tidak diciptakan untuk dimasuki bahan berbahaya dalam jumlah berapapun.
“Tubuh kita ini kan sebenarnya tidak diciptakan untuk dimasuki oleh bahan berbahaya sesedikit apapun. Artinya, kalaupun kadarnya (zat berbahaya) sedikit pada vape, tetap tubuh kita tidak siap untuk diberikan bahan karsinogenik dan bahan-bahan yang bisa merusak jaringan paru,” jelas Feni.
Advertisement
Legal Tapi Tak Normal
Kontrol tembakau di Indonesia merupakan masalah yang sangat pelik. Saat ini, penggunaan tembakau atau rokok merupakan hal yang sangat normal di masyarakat Indonesia.
Menurut Feni, meskipun tembakau legal secara aturan, tetapi itu bukan merupakan hal yang normal.
“Di Indonesia, tembakau masih dianggap normal. Sebetulnya, kalau mau melakukan tobacco control, kita harus melakukan denormalisasi. Tembakau itu walaupun dia legal, tetapi dia tidak normal,” kata Feni.
Feni menambahkan bahwa jika seseorang sudah terlanjur jatuh ke konsumsi tembakau, maka akan sulit untuk mengontrol dirinya kembali.
Jumlah Perokok di Indonesia Terus Meningkat
Harga rokok terus meningkat tapi jumlah pembelian rokok masih terus bertambah. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2021 perokok dewasa meningkat signifikan sebanyak 8,8 juta perokok yaitu dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada tahun 2021.
“Perokok di Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat. Tahun 2011 itu masih 60,3 juta perokoknya. Pada 2021 meningkat menjadi 69,1 juta, hampir 70 juta,” ungkap Feni.
Data menunjukkan semakin dini memulai kebiasaan merokok dengan usia rata-rata 17,6 tahun. Saat ini, penggunaan tembakau pada anak muda mencapai 19,2 persen dari populasi dengan dominasi remaja putra.
Advertisement