LSI Denny JA: Posisi Airlangga Menguat Jika Koalisi Perubahan Gagal Terbentuk

Peneliti LSI Denny JA, Ade Mulyana, menilai posisi Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto menguat jika Koalisi Perubahan gagal terbentuk.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Jun 2023, 20:10 WIB
Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto melepas secara resmi 2.300 fungsionaris partai di Provinsi Jawa Barat, Minggu (9/4/2023). (Foto: Dokumentasi DPP Golkar).

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti LSI Denny JA, Ade Mulyana, menilai posisi Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto menguat jika Koalisi Perubahan gagal terbentuk.

Sebab, Koalisi Perubahan masih berpotensi gagal jika Mahkamah Agung (MA) memenangkan gugatan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kepala Staf Presiden Moeldoko.

Jika MA mengabulkan PK Moeldoko, maka Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan bermasalah secara hukum. Dengan kondisi itu, Koalisi Perubahan hanya tersisa Partai Nasdem dan PKS yang belum memenuhi syarat mengusung Anies Baswedan.

"Kemungkinan kalahnya Demokrat versi AHY di Mahkamah Agung belum pasti. Tapi kemungkinan itu tak bisa sama sekali diabaikan. Tanpa kehadiran Anies Baswedan sebagai capres, maka Pilpres 2024 hanya diikuti oleh All The President’s Men, Prabowo versus Ganjar,” kata Ade Mulyana, dalam keterangan, Senin (5/6/2023).

Ade menambahkan, pada kondisi ini, Partai Golkar bisa menghidupkan peluang Anies Baswedan mendapat tiket calon presiden. Golkar hanya membutuhkan satu partai, selain PPP yang sudah mendukung Ganjar Pranowo, untuk bisa memenuhi syarat 20 persen kursi di DPR.

Partai berlambang pohon beringin dinilai bakal memiliki daya tawar lebih kuat untuk menjadi cawapres salah satu bakal capres, antara Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto.

“Tapi, tentu itu bergantung pula pada kenekatan Airlangga Hartarto. Dia akan berhitung apa yang akan menimpa dirinya dan Partai Golkar jika berani mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres. Airlangga akan berkaca dari apa yang dialami Surya Paloh,” ujar Ade Mulyana.

Ade mengatakan, jika akhirnya Anies tidak mendapatkan tiket capres dari Partai Golkar, maka bursa cawapres di Pilpres 2024 akan bertambah. Peringkat pertama cawapres 2024 akan mengerucut kepada Anies Baswedan versus Airlangga Hartarto karena masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahannya.

Anies dinilai bisa menambah elektabilitas capres, berbeda dengan cawapres lain. Namun, Anies Baswedan tidak membawa partai besar, sumber dana, dan pengalaman di pemerintah pusat. Apalagi, Anies dapat menjadi ancaman bagi sang capres karena bisa menjadi matahari kembar bagi presiden terpilih nanti.

“Sebaliknya, Airlangga Hartarto memang tidak menambah elektabilitas capres secara langsung melalui personal dirinya sendiri. Tapi, Airlangga bisa mempengaruhi elektabilitas capres secara tidak langsung. Itu karena Airlangga membawa mesin partai besar, sumber dana, dan pengalaman di pemerintah pusat untuk isu ekonomi,” tegas Ade Mulyana.


Airlangga Peroleh Indeks Cawapres Tertinggi

Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto (Istimewa)

Ia menambahkan, di luar Anies Baswedan dalam bursa cawapres yang mampu mendongkrak elektabilitas capres, Airlangga tetap memperoleh indeks cawapres tertinggi. Index cawapres ini merupakan variabel yang menjadi pertimbangan penentuan cawapres.

Yakni elektabilitas, ketua umum partai politik, tokoh dari ormas besar, pengalaman pemerintahan, dan jaringan sumber dana. Menurut Ade, Airlangga unggul karena ada tiga variabel yang dimiliki, yakni ketua umum partai politik, pengalaman pemerintahan, dan jaringan sumber dana.

Berdasarkan survei LSI Denny JA, ada beberapa hal yang mengganggu Koalisi Perubahan untuk mengusung Anies Baswedan. Pertama, pada Mei 2023, Partai Demokrat versi Moeldoko mengajukan empat bukti baru ke Mahkamah Agung agar kepengurusannya disahkan. Jika Demokrat versi Moeldoko disahkan, Partai Demokrat besar kemungkinan tak mendukung Anies Baswedan menjadi Capres 2024.

Kedua, kasus hukum menimpa petinggi Partai Nasdem. Kasus korupsi Rp 8 triliun memang untuk Johnny Gerard Plate sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Namun, masalahnya, Johnny G Plate juga Sekretaris Jenderal Partai Nasdem.

“Banyak menteri dan mantan menteri yang potensial bermasalah secara hukum. Pemberantasan korupsi atas Johnny Gerard Plate dianggap tebang pilih. Ia pisau yang tajam untuk oposisi, tapi tumpul untuk kawan koalisi,” ujarnya.

Ketiga, bisnis Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, dikabarkan terkena dampak setelah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres. Jasa Katering selama 30 tahun di Freeport terancam diganti. Usaha properti milik Surya Paloh senilai Rp8 triliun juga macet, dimana rencananya mendapatkan pinjaman bank pemerintah.

“Jika Partai Demokrat atau Partai Nasdem tak lagi mencalonkan Anies Baswedan, tiket capres Anies gagal didapat. Tanpa kehadiran salah satu partai itu, Koalisi Perubahan tak mencapai minimum 20 persen untuk pencalonan presiden,” ujar Ade.

LSI Denny JA melakukan survei secara tatap muka (face to face interview) dengan menggunakan kuesioner kepada 1.200 responden di seluruh Indonesia. Survei dilakukan pada 3-14 Mei 2023 dengan margin of error sebesar 2.9 persen.

 

Infografis Wacana Duet Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan di Pilpres 2024. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya