Liputan6.com, Jakarta - Hari Laut Sedunia akan kembali diperingati pada 8 Juni 2023. Namun, kondisi laut Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja, terutama dipicu oleh tumpukan sampah yang berada di pesisir maupun di dalam perairan. Hal itu menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Untuk mengatasi masalah itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno meminta kepada masyarakat untuk terus menjaga laut, terutama dari sampah. Ia melihat laut merupakan bagian dari masa depan Indonesia.
Advertisement
"Saya melihat laut merupakan masa depan Indonesia. Kita harus menjaga laut ini bukan hanya karena untuk pariwisata dan ekonomi, tetapi manusia ini memang bergantung terhadap laut," ucap Sandiaga Uno dalam The Weekly Brief with Sandi Uno yang digelar secara hybrid, Senin, 5 Juni 2023.
Sebagai penyuka open water swimming dan diving, Sandiaga mengungkapkan pernah menyelam di beberapa daerah di Indonesia. Namun, keindahan alam bawah laut ternodai masalah sampah, terutama sampah plastik yangkerap dijumpai di berbagai lautan di Indonesia yang menjadi kawasan wisata.
Sandiaga pun bercerita tentang pengalamannya menyelam di salah satu surga bawah laut di Indonesia, yakni Raja Ampat. Ia sempat menyaksikan dengan mata kepala sendiri penyu yang terluka akibat sampah plastik. Sandiaga pun merasa sedih bahwa keindahan Raja Ampat dikotori oleh sampah.
"Saya waktu itu diving di Raja Ampat dan bertemu dengan penyu. Tapi gerakannya agak aneh. Setelah saya dekat ternyata ada luka di bagian badannya. Saya panggil dari dive masternya, ternyata penyunya luka karena ada plastik menyangkut," tutur Sandiaga.
Sandi Berenang Bersama Hiu Paus
"Kejadian seperti itu tentunya merupakan dampak langsung sampah plastik di laut,. Tentunya kita berharap masalah sampah ini bisa kita atasi dengan baik, bahkan di Raja Ampat yang terkenal akan keindahannya masih dijumpai sampah plastik," sambung dia.
Sandiaga pun mendukung pariwisata yang berbasis memajukan lingkungan, khususnya di sektor kelautan. Menurutnya, laut Indonesia perlu dijaga secara bersama untuk kepentingan bersama pula.
"Kami mendukung kegiatan pariwasata yang berbasis konservasi, menanam mangrove, merestorasi terumbu karang, pembersihan sampah, dan pencegahan adanya sampah-sampah laut," tutur Sandiaga.
Pengalaman berkesan lainnya yang dialami Sandi adalah saat menyelam di kawasan Desa Wisata Botubarani, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Ia mengaku berkesempatan berenang bersama hiu paus yang banyak ditemui di daerah Bone Bolango.
"Ukurannya kan besar sekali itu, dan bisa berenang di dekatnya jadi pengalaman yang sangat mengesankan," tutur Sandi.
Botubarani adalah desa yang berlokasi tepat menghadap ke Teluk Tomini. Desa ini termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Sebagian besar penduduk di Desa Botubarani bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional.
Advertisement
Menggantungkan Hidup dari Laut
Dengan modal kapal bermesin penggerak tidak lebih dari 2 gross tonnage (GT), warga setempat menggantungkan hidupnya dari laut. Melansir kanal Regional Liputan6.com, nelayan setempat menangkap ikan dengan cara memancing dan menebar jaring. Beberapa nelayan yang beroperasi pada malam hari memanfaatkan alat penghasil cahaya (lampu) untuk memudahkan proses penangkapan ikan.
Hasil tangkapan nelayan setempat antara lain adalah ikan nike atau dengan nama latin awaous melanocephalus, kembung Rastrelliger sp, cakalang Katsuwonus sp. dan beberapa jenis ikan lainnya. Mengingat daya jelajah kapalnya yang terbatas, frekuensi nelayan melaut setiap harinya disesuaikan dengan kelimpahan ikan di wilayah perairan Botubarani, yang berkaitan dengan musim.
Selain itu, operasi penangkapan ikan pada malam hari dipengaruhi oleh kalender 'bulan terang' dan 'bulan gelap'. “Bulan terang” berarti saat cahaya bulan sempurna di langit yang diyakini membuat pengumpulan jenis ikan yang tertarik dengan cahaya. Sebaliknya, pada saat “bulan gelap”, penangkapan ikan menjadi lebih mudah karena minimnya cahaya bulan yang bersinar di langit.
Masuk 75 Besar Anugerah Desa Wisata Indonesia
Semenjak munculnya destinasi wisata hiu paus, sebagian besar nelayan bekerja di destinasi tersebut. Mereka menjadi pemandu wisata dengan menyewakan perahu nelayan mereka.
Dengan kegigihan para nelayan yang dibantu pemerintah Daerah, mereka menata destinasi wisata bahari itu. Alhasil, hingga kini pengunjung Pantai Botubarani tergolong yang paling ramai. Ramainya wisatawan yang datang ke Pantai Botubarani dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lebih menunjang.
Kemunculan hiu paus dari pantai hanya di sekitar 25 meter dari bibir pantai. Dekatnya kemunculan hiu paus tersebut, membuat wisatawan tidak perlu menggunakan kapal bermesin untuk dapat melihat hiu paus. Jernihnya perairan Pantai Botubarani membuat hiu paus dapat terlihat jelas baik dari permukaan maupun dari dalam air.
Kemunculan ikan dengan nama latin Rhincodon typus itu bisa dilihat sepanjang hari. Hal ini membuat kepastian wisatawan untuk melihat hiu paus menjadi sangat besar. Tak mengherankan bila destinasi ini masuk dalam 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Advertisement