Liputan6.com, Jakarta - Hari Lingkungan Hidup Sedunia menjadi momentum penting bagi berbagai sektor untuk berkumpul dan membahas isu lingkungan. Tahun ini, peringatan itu mengangkat tema krisis polusi sampah plastik yang sedang dihadapi masyarakat dunia dengan slogan Beat Plastic Pollution.
Isu ini menjadi perhatian karena secara global, manusia memproduksi lebih dari 430 juta ton plastik setiap tahunnya. Dua pertiga penggunaan plastik berumur pendek dan dengan cepat menjadi limbah, mencemari lingkungan dan bahkan masuk ke dalam rantai makanan manusia dalam bentuk mikroplastik.
Advertisement
Di Indonesia, dari 19,45 juta ton timbulan sampah pada 2022, 18,4 persennya adalah sampah plastik. Sementara, hanya 9 persen sampah plastik yang bisa didaur ulang, sisanya dibakar dan hampir 80 persen berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan mencemari lingkungan.
Prima Mayaningtyas, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat mengingatkan bahwa masalah persampahan tengah terjadi di semua provinsi di Indonesia dan sangat mendesak untuk segera ditangani. "Upaya pengurangan sampah harus dilakukan di hulu sebesar 30 persen, sementara 70 persen akan dilakukan penanganan sampah di hilir," ujarnya dalam dialog lintas sektor bertajuk Dorong Ekonomi Sirkular Lewat Pengumpulan dan Pemrosesan Sampah Plastik digelar pada Senin, 5 Juni 2023.
Prima berargumen bahwa masalah pengelolaan sampah plastik masih belum teratasi dengan baik. Salah satu jawaban pengelolaan sampah yang bijak adalah melalui penerapan ekonomi sirkular, suatu pendekatan ekonomi untuk mengurangi pemborosan sumber daya alam dan dampak lingkungan.
Ribuan Produsen Masih Lalai Buat Peta Jalan
Prima Mayaningtyas mengatakan, dengan pendekatan ekonomi sirkular, siklus material diupayakan agar berputar dan ada nilai yang dihasilkan dalam seluruh siklus tersebut. "Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah mengurangi limbah dengan memilah sampah plastik sejak awal, memperpanjang umur produk, memperbaiki, dan mendaur ulang," ujarnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki Peraturan Menteri Nomor P.75 Tahun 2019 Tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen. "Peran produsen sangat ditekankan dalam peraturan tersebut. Kami berharap adanya kerja sama dari semua pihak dalam menciptakan platform kolaborasi sosial dalam pengelolaan sampah," terang Rita Ningsih, Ketua Sub Kelompok Perencanaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta.
Akan tetapi, dari ratusan ribu perusahaan di Indonesia yang menjadi produsen aktif sampah plastik, hanya puluhan saja yang telah membuat peta jalan atau road map pengurangan sampah, salah satunya adalah Unilever. Unilever Indonesia telah berupaya mengurangi sampah melalui pengumpulan sampah dan pemrosesan sampah.
Advertisement
Menerapkan Ekonomi Sirkular
Maya Tamimi, Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia mengatakan, "Plastik merupakan bahan yang sangat baik untuk melindungi produk kami agar sampai ke konsumen dengan baik. Selain itu, plastik juga ringan sehingga efisien dalam penggunaannya. Namun, kami juga menyadari bahwa plastik seringkali menjadi sumber pencemaran di mana-mana."
Karena itu, Unilever berupaya mengampanyekan produksi secara berkelanjutan dan penerapan ekonomi sirkular. Komitmen Unilever meliputi pengurangan penggunaan plastik, menggunakan plastik yang lebih baik, dan menghadirkan inisiatif tanpa plastik. Salah satunya melalui upaya dan investasi yang signifikan dalam hal pengumpulan dan pemrosesan sampah plastik.
Terdapat beberapa keberhasilan dalam pengelolaan sampah yang telah dicapai Unilever. "Pada 2022, Unilever Indonesia telah berhasil mengumpulkan dan memproses sebanyak 62.360 ton sampah plastik, di mana jumlah ini juga sudah diaudit oleh auditor pihak ketiga. Pencapaian ini sejalan dengan komitmen kami secara global, yaitu membantu pengumpulan dan pemrosesan kemasan plastik lebih banyak dari yang dijual," ujar Maya.
Di tahap pengumpulan, upaya yang dilakukan Unilever Indonesia antara lain adalah pengumpulan sampah melalui lebih dari 4.000 Bank Sampah di 11 provinsi, puluhan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R), serta 5 Dropbox di sekitar Jakarta.
Pakai Teknologi Daur Ulang Sampah Sachet
Unilever Indonesia berusaha memberdayakan masyarakat untuk memilah dan mengumpulkan sampah plastik agar memiliki nilai ekonomi. Dengan mengumpulkan sampah yang terpilah ke Bank Sampah, masyarakat dapat menkonversinya menjadi rupiah. Sementara di tahap pemrosesan, Unilever mengembangkan CreaSolv, teknologi pertama dan satu-satunya di dunia yang mampu mendaur ulang sampah kemasan plastik seperti sachet menjadi bahan yang bisa dimanfaatkan untuk membuat kemasan baru.
Selain itu, Unilever Indonesia membantu meningkatkan kapasitas pengumpulan dan pengelolaan sampah di dua fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) yang didukung oleh KLHK RI, yang mampu mendaur ulang sampah low value menjadi sumber energi untuk dipergunakan sebagai bahan bakar fosil.
Dr. Mochamad Chalid, Kepala Center for Sustainability & Waste Management - Universitas Indonesia (CSWM-UI) berpendapat, "Sesuai prinsip ekonomi sirkular, jika sampah dijadikan komoditi, ada nilai ekonomi yang akan tercipta dengan terjadinya transaksi jual beli, penciptaan lapangan kerja, hingga langkah-langkah yang memastikan bahwa sampah plastik kembali menjadi bahan baku yang siap diolah menjadi produk yang sama atau produk turunannya."
Menariknya, penerapan ekonomi sirkular di Indonesia memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi, dengan perkiraan mencapai Rp548 triliun dan menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru. "Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi sirkular memiliki dampak positif tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi negara," ujar Maya.
Advertisement