Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Ma’ruf Amin menghadiri acara Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum 2023 di Jakarta. Dalam kesempatan itu, dia mengingatkan pentingnya pengelolaan air yang tepat dapat membantu melawan terjadinya krisis iklim.
“Persoalan perubahan iklim pun sesungguhnya merupakan persoalan seputar air. Dampak perubahan iklim menjelma dalam bentuk banjir yang semakin parah, meningkatnya permukaan air laut, mencairnya es, kekeringan dan kebakaran hutan,” tutur Ma’ruf kepada wartawan, Selasa (6/6/2023).
Advertisement
Selama 300 tahun terakhir, lanjutnya, lebih dari 85 persen lahan basah telah hilang dari bumi, baik disebabkan oleh kekeringan imbas perubahan iklim maupun peralihan lahan. Lahan basah yang tersisa pun rata-rata dalam kondisi terdegradasi.
Berdasarkan data, sejak 1970 sekitar 81 persen spesies yang menggantungkan hidup di lahan basah pedalaman tercatat berkurang lebih cepat dibandingkan spesies di bioma lainnya. Bahkan, semakin banyak di antaranya yang nyaris punah.
“Di pihak lain, air pulalah yang akan menolong kita melawan krisis iklim. Itulah mengapa, pengelolaan air secara berkelanjutan mesti kita wujudkan untuk melindungi kemanusiaan, melanjutkan pembangunan, serta menjaga kekayaan biodiversitas,” jelas dia.
Ma’ruf mengulas, laporan Organisasi Meteorologi Dunia menyebutkan sebanyak 3,6 miliar penduduk dunia tidak mendapat akses air bersih yang layak, setidaknya selama sebulan dalam setahun yakni pada 2018. Jumlah tersebut diperkirakan bertambah hingga 5 miliar orang pada 2050 nanti.
“Di Indonesia pun masih mengalami permasalahan serupa. Banyak masyarakat Indonesia yang belum dapat menikmati air bersih yang layak dan aman meskipun penyediaan air minum yang layak merupakan amanat konstitusi,” katanya.
Tercemar Limbah
Hasil dari data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, sekitar 7 dari 10 sumber air rumah tangga tercemar limbah. Kelangkaan air bersih dan sanitasi yang layak juga menyertai daerah dengan tingkat kemiskinan dan ketimpangan yang tinggi.
“Jika kondisi ini tidak segera diubah, maka yang dikorbankan adalah generasi masa depan. Oleh karena itu, penyediaan air bersih serta sanitasi yang layak tidak dapat ditawar. Dalam RPJMN 2020–2024, Pemerintah menargetkan 100 persen rumah tangga memiliki akses air minum layak pada 2024, termasuk 15 persen akses air minum aman, dan 30 persen akses air minum perpipaan,” ujar Ma’ruf.
Pada 2022, sambungnya, akses masyarakat ke sumber air minum layak mencapai 91 persen, akses air minum aman 11,8 persen, dan akses air minum perpipaan baru menjangkau 20,69 persen, sehingga masih terdapat celah yang signifikan dalam pencapaiannya.
Untuk sanitasi, amanat RPJMN adalah terwujudnya 90 persen akses sanitasi layak, termasuk di dalamnya 15 persen rumah tangga memiliki akses sanitasi aman, dan penurunan angka defekasi di tempat terbuka hingga 0 persen pada akhir 2024.
“Pencapaian akses air minum dan sanitasi sesuai target RPJMN tersebut akan mendukung percepatan tujuan ke-6 pencapaian SDGs di tahun 2030, yakni air bersih dan sanitasi layak yang berkelanjutan bagi semua,” Ma’ruf menandaskan.
Advertisement