Megawati Jawab Kritik Pembangunan Jalan Era Jokowi: Kurang Bijaksana

Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri merespons kritik terkait pembangunan jalan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dua periode.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 06 Jun 2023, 14:47 WIB
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri telah mengumumkan nama Ganjar Pranowo untuk diusung maju sebagai Capres dalam Pilpres 2024. Penetapan itu digelar di Istana Batutulis, Bogor yang juga dihadir oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Jumat (21/4/2023). (Foto: Dokumentasi DPP PDIP)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri merespons kritik terkait pembangunan jalan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dua periode.

Megawati mengatakan, apabila ada orang yang menutup mata terhadap kinerja Jokowi dalam membangun jalan, maka sosok tersebut kurang bijaksana.

"Ya, saya pikir orang itu kurang bijaksana," kata Megawati dilansir dari Antara, Senin (6/6/2023).

Megawati menjelaskan bahwa kinerja Presiden Jokowi sejak periode pertama hingga periode kedua sangat terlihat.

Ia menambahkan, pembangunan jalan tidak boleh dilakukan dengan tangan kosong dari sisi ekonomi. Menurutnya, pemerintah memiliki data anggaran yang menentukan apakah pembangunan tersebut mencukupi atau tidak.

"Kerja Pak Jokowi itu, dari Pak Jokowi (periode) 1 sampai Pak Jokowi (periode) 2, itu kan kelihatan sekali," ujar Megawati.

Sebelumnya, bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan mengkritik pembangunan di era Presiden Jokowi yang lebih fokus membangun jalan tol berbayar.

Menurut dia, tidak semua masyarakat Indonesia mampu memiliki mobil. Hal itu berbeda dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang lebih banyak membangun jalan nasional ketimbang tol.

Anies menyebut di era Jokowi jalan tol yang berhasil dibangun memang menjadi yang terpanjang, yaitu 1.569 kilometer dari total jalan tol saat ini 2.499. Jumlah itu setara dengan 63 persen dari seluruh jalan tol berbayar di Indonesia.

Namun, kata Anies, Jokowi hanya berhasil membangun jalan nasional atau jalan tak berbayar kurang lebih sepanjang 19.000 kilometer. Padahal di era SBY, jalan tak berbayar yang dibangun sepanjang 144.000 atau 7,5 kali lipat.

"Bila dibandingkan dengan jalan nasional, di pemerintahan ini membangun jalan nasional sepanjang 590 kilometer, di era 10 tahun sebelumnya 11.800 kilometer, 20 kali lipat," kata Anies.


KemenPUPR Sebut Anies Baswedan Salah Baca Data

Foto udara pembangunan Gerbang Tol Ujung Jaya Utama bagian dari Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) seksi enam di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Rabu (28/12/2022). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui KPPIP meninjau progress dan optimalisasi untuk akses jalan tol menuju Bandara Kertajati dan solusi antisipasi kemacetan jalan nasional Bandung ke Majalengka serta target fungsional secara keseluruhan di kwartal satu 2023 dalam mendukung arus mudik lebaran. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) buka suara terkait kritik bakal calon presiden Anies Baswedan, yang menyebut pembangunan jalan nasional di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 20 kali lipat lebih banyak dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Meskipun Jokowi sukses membangun 1.569 km jalan tol, tapi Anies menganggap SBY lebih hebat. Pasalnya, Presiden RI ke-6 itu dikatakannya mampu membangun 11.800 km jalan nasional yang bisa dilalui gratis.

Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian menilai, Anies Baswedan keliru dalam mengartikan data milik Badan Pusat Statistik (BPS). Sebab, ribuan kilometer jalan nasional di era SBY bukan dibangun baru. Namun peralihan status dari jalan provinsi menjadi jalan nasional.

"Status kewenangan jalan nasional bertambah. Itu perubahan status dari jalan provinsi jadi jalan nasional. Bukan pembangunan jalan baru," tegas Hedy di Jakarta, Rabu (24/5/2023).

"Yang disebut bahwa pembangunan jalan SBY lebih panjang dari zaman Jokowi, bukan itu data BPS. Jadi salah interpretasi data BPS," ujar dia.

Hedy menjelaskan, BPS memperlihatkan data berdasarkan status jalan, bukan pembangunan jalan baru. Ia mencontohkan, pada era 2.000-an muncul regulasi baru soal pergantian status dari jalan provinsi jadi jalan nasional.

"Jadi bukan pembangunan jalan baru. BPS itu perubahan status jalan bukan hasil pembangunan jalan. Jadi salah melihat itu sebagai hasil pembangunan jalan," imbuh Hedy

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya