Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebutkan, fenomena El Nino yang semakin menguat dengan adanya Indian Ocean Dipole (IOD) menuju positif dapat memicu kekeringan di Indonesia pada musim kemarau.
Dwikorita menyebut bahwa dua fenomena tersebut telah diprakirakan BMKG pada Maret 2023. Keduanya berpotensi mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi lebih kering.
Baca Juga
Advertisement
Fenomena El Nino dipengaruhi oleh suhu muka air laut di Samudra Pasifik, dan Indian Ocean Dipole yang dipengaruhi suhu di Samudra Hindia, keduanya terjadi bersamaan pada musim kemarau tahun ini.
"Diprediksi pada semester 2 ini dapat berdampak pada semakin berkurangnya curah hujan di sebagian wilayah Indonesia selama periode musim kemarau ini. Bahkan sebagian wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan dengan kategori di bawah normal, atau lebih kering dari kondisi normalnya," kata Dwikorita dilansir dari Antara, Selasa (6/6/2023).
Merujuk fenomena kekeringan pada 2019, Dwikorita menjelaskan, saat itu disebabkan oleh fenomena IOD yang menguat ke arah positif.
Namun, musim kemarau tahun ini terjadi dua fenomena El Nino dan IOD yang harus diantisipasi karena saling menguatkan.
Dia menjelaskan memasuki Mei 2023 hingga saat ini, fenomena yang terkait dengan suhu muka air laut di Samudra Pasifik mengalami perubahan yang yang mengarah pada El Nino pada Juni 2023 yang berakibat semakin menghangat kawasan itu.
"Anomali temperatur di Samudra Pasifik ini semakin meningkat ya, saat ini sudah mencapai angka 0,8 dan sudah dekat dengan 1. Kalau sampai menyentuh angka 1 berarti El Nino moderat, saat ini masih 0,8 di bawah 1 itu El Nino-nya lemah, namun ada tren untuk segera memasuki moderat," ucap dia.
Hal itu mengindikasikan intensitas semakin menguat dengan peluang lebih dari 80 persen sehingga ENSO Netral beralih menuju fase El Nino.
Selain itu, katanya, gangguan iklim juga terjadi di Samudra Hindia yaitu IOD yang dikontrol oleh suhu muka air laut di Samudra Hindia saat ini berada pada fase arah menuju fase positif mulai Juni hingga Oktober mendatang.
El Nino Bikin Produksi Padi Anjlok hingga 5 Juta Ton
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menyebut dampak perubahan ikim di Indonesia sudah semakin nyata. El Nino yang merupakan fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik juga sudah terlihat.
Suharso Monoarfa melanjutkan, dampak perubahan iklim dan fenomena El Nino sudah terlihat nyata saat ini dengan contooh suhu di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, sudah naik 0,9 derajat celcius.
"Di Kabupaten Berau ini sudah naik 0,9 derajat celccius," kata Suharso dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Senin 5 Juni 2023.
Suharso menyebut fenomena El Nino ini pun akan beradadi puncaknya mulai Juli 2023. "Ini akan dimulai bulan depan dan turun sebentar dan naik kembali," kata dia.
Diperkirakan, El Nino akan berlanjung sepanjang tahun. Alhasil, fenomena ini akan berdampak pada turunnya produksi padi yang menjadi makanan pokok mayoritas masyarakat di Indonesia.
"Berdasarkan data yang kita miliki 1990-2020, ada peurunan produksi padi setiap kejadian El Nino," kata dia.
Tak tanggung penurunan produksi akibat El Nino ini bisa mengurangi 1 juta sampai 5 juta ton padi. Semua bergantung pada lamanya fenomena El Nino berlangsung.
"Ini bevairasi 1-5 juta ton tergantung enititas elnino ini dampaknya harus diantisipasi dari jauh sebelumnya," kata dia.
Advertisement