Liputan6.com, Malang - Pemerintah Kota Malang, Jawa Timur meminta seluruh SD-SMA membentuk kader juru pemantau jentik (jumantik) pada tahun ajaran baru 2023/2024 nanti. Tujuannya, mencegah penyebaran kasus demam berdarah dengue (DBD) khususnya terhadap anak.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Malang, Meifta Eti Winindar, mengatakan surat edaran pembentukan jumantik sekolah guna mencegah penyebaran DBD telah disusun.
Advertisement
“Sececepatnya dikirim agar tahun ajaran baru semua sekolah bisa melaksanakannya guna meminimalisir penyebaran DBD di sekolah,” kata Meifta, Selasa (6/6/2023).
Menurut dia, program kader jumantik di sekolah sebenarnya sudah lama tapi mulai surut lagi. Pengaktifan kembali program itu juga merujuk Surat Edaran Wali Kota Malang Nomor 33 Tahun 2022 tentang Peningkatan Kewaspadaan Demam Berdarah Dengue.
Penerbitan surat edaran itu menyusul lonjakan kasus DBD pada 2022 lalu yang tercatat ada 560 kasus DBD dengan 14 angka kematian. Jumlah itu naik dibanding 2021 yang terjadi 261 kasus dengan 3 angka kematian.
Sedangkan Januari – 10 April 2023 ada 151 kasus dan nol kematian. Dari kasus setiap tahun, 40 persen di antaranya merupakan anak usia 0-14 tahun. Menegaskan kelompok usia anak sangat rentan terinfeksi penyakit yang ditularkan nyamuk aedes aegypti itu.
“Kasus DBD biasanya banyak muncul di awal musim penghujan,” ujar Meifta.
Dia menambahkan, semua puskesmas akan dilibatkan mengevaluasi pelaksanaan program kader jumantik sekolah. Evaluasi secara kelembagaan seperti jumlah kader jumantik maupun edukasi siswa terkait bahaya, penularan dan pencegahan penyakit DBD.
“Capaian utamanya adalah turunnya angka kasus, termasuk menekan jumlah kasus dengue pada anak-anak,” ujar dia.
Pantau Jentik Dibantu Mahasiswa
Di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Percobaan 2 Kota Malang, edukasi tentang DBD telah pada akhir April lalu. Guru mengajari puluhan siswa dari kelas 4 dan 5 mengamati jentik nyamuk aedes aegypti dibantu mahasiswa yang sedang melakukan penelitian.
“Alhamdulillah tidak banyak jentik, juga tidak ada siswa yang kena DBD,” Laili Nur Hayati, guru sekaligus koordinator Unit Kesehatan Sekolah (UKS) SDN Percobaan 2.
Sepengetahuan dia, kegiatan pemantauan jentik itu pertamakali dilaksanakan sejak dia ditunjuk jadi guru koordinator UKS empat tahun silam. Itu pun diprakarsai mahasiswa, tanpa melibatkan puskesmas setempat.
Selama ini, kasus DBD sering ditemukan ketika musim hujan dan banyak menginfeksi anak-anak. Kemunculan penyakit itu bisa sulit diprediksi karena cuaca ekstrem dampak perubahan iklim seperti di Kota Malang dalam dua tahun ini pola hujan semakin tak menentu.
Advertisement