Heboh Tuyul Curi Duit Tetangga, Ini Fatwa MUI soal Praktik Perdukunan

Fatwa MUI Nomor: 2/MUNAS VII/MUI/6/2005 Tentang Perdukunan (Kahanah) dan Peramalan (‘Irafah) menegaskan keharaman praktik perdukunan

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Jun 2023, 04:30 WIB
Penampakan Tuyul (Capture/Intan aja)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat dibikin heboh oleh spanduk Tuyul di Tasikmalaya. Usut punya usut, spanduk itu dipasang oleh seorang warga yang merasa uangnya dicuri Tuyul.

Tentu saja dia geram, duitnya raib tak jelas rimbanya. Walhasil, dia yakin bahwa uangnya dicuri oleh makhluk tak kasat mata itu.

Dalam spanduk itu, dia meminta agar pemilik tuyul tidak lagi beroperasi di daerahnya. Dia juga mengimbau agar pemilik tuyul menghentikan praktiknya karena dosa besar.

Di Indonesia, sosok tuyul sangat populer dalam perspektif urban legend. Dia menyerupa sosok anak kecil berkapala gundul. Kerjanya mencuri uang, atas perintah si pemilik tuyul.

Dalam khazanah Islam, jin memang ada meski bersifat gaib atau berada di dunia lain. Akan tetapi, interaksi jin atau setan dan manusia selalu terjadi. Tak jarang, manusia meminta bantuan jin atas bantuan dukun.

Sejak zaman nabi, kerja sama manusia dan jin sudah terjadi. Sebagiannya bahkan diperintahkan untuk berbuat hal jahat.

Dalam hal ini, ada sosok dukun yang menjadi pengatur antara si jin dengan pemanfaatnya. Padahal, praktik perdukunan adalah haram dan merupakan dosa besar.

Berikut ini adalah fatwa MUI tentang Perdukunan.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Fatwa MUI Nomor 2/MUNAS VII/MUI/6/2005 tentang Perdukunan dan Peramalan

Spanduk Tuyul di Tasikmalaya. (Foto: Liputan6.com/Vidio.com)

Fatwa MUI Nomor: 2/MUNAS VII/MUI/6/2005 Tentang Perdukunan (Kahanah) dan Peramalan (‘Irafah) menegaskan keharaman praktik perdukunan.

Fatwa tersebut diputuskan pada saat Munas MUI ke-7 di Jakarta pada 28 Juli 2005 M yang ditandangani oleh ketua komisi fatwa saat itu, KH Maruf Amin dan Drs Hasanuddin, MAg selaku sekretarisnya. Dalam fatwa tersebut memutuskan :

1. Segala bentuk praktik perdukunan (kahanah)// dan peramalan(‘iraafah) hukumnya haram

2. Mempublikasikan praktik perdukunan (kahanah) dan peramalan(‘iraafah) dalam bentuk apapun hukumnya haram

3. Memanfaatkan, menggunakan dan/atau mempercayai segalapraktik perdukunan (kahanah) dan peramalan (‘iraafah)hukumnya haram.

Fatwa tersebut diharapkan dapat menjaga kemurnian tauhid dan menghindarkan masyarakat dari aktivitas yang dapat membawa pada kemusyrikan, serta dapat untuk dijadikan pedoman oleh seluruh umat.

Selain dari fatwa yang dikeluarkan MUI, penghukuman haram bagi orang-orang yang pergi ke dukun dan peramal juga telah ditegaskan Allah SWT dalam surat An Nisa ayat 48:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا

Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.”

Sementara itu, dalil pelarangan yang berasal dari hadits Nabi SAW adalah sebagai berikut:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Orang yang mendatangi tukang ramal (paranormal) kemudian ia bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama 40 malam.” (Hadis Riwayat Imam Muslim dan Imam Ahmad dari sebagian istri Nabi [Hafshah]).

مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

“Orang yang mendatangi dukun atau tukang ramal, kemudian membenarkan apa yang dikatakannya maka orang tersebut telah kufur terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad SAW.” (Hadits Riwayat Imam Ahmad dan al-Hakim dari Abu Hurairah) (Sadam/ Dhea Oktaviana, ed: Nashih). 

Tim Rembulan

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya