Denny Indrayana Sebut Suharso Dicopot dari Ketum PPP Sebab Bertemu Anies Baswedan

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengulas momen pencopotan Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum (Ketum) PPP.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 07 Jun 2023, 13:42 WIB
Denny Indrayana, mantan wakil menteri yang sekarang jadi sopir untuk mengantar warga Indonesia saat ke Melbourne. (Foto: Facebook/Denny Indrayana)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengulas momen pencopotan Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum (Ketum) PPP. Hal itu disebutnya terjadi lantaran menampilkan arah dukungan ke Anies Baswedan maju Pilpres 2024.

Menurut Denny, Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024.

Suharso Monoarfa misalnya diberhentikan sebagai ketua umum partai. Ketika saya bertanya kepada seorang kader utama PPP, kenapa Suharso dicopot, sang kader menjawab, ada beberapa masalah, tetapi yang utama karena ‘empat kali bertemu Anies Baswedan’,” tutur Denny dalam surat terbuka yang diunggah di akun Twitter pribadinya, Rabu (7/6/2023).

“Ketika Soetrisno Bachir menanyakan, kenapa PPP tidak mendukung Anies Baswedan, padahal mayoritas pemilihnya menghendaki demikian, dan akibatnya PPP bisa saja hilang di DPR pasca-Pemilu 2024. Arsul Sani menjawab, 'PPP mungkin hilang di 2024 jika tidak mendukung Anies, tetapi itu masih mungkin. Sebaliknya, jika mendukung Anies sekarang, dapat dipastikan PPP akan hilang sekarang juga,’ karena bertentangan dengan kehendak penguasa,” sambungnya.

Selain itu, berbekal penguasaannya terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Jokowi disebutnya mengarahkan penanganan kasus.

“Kasus mana yang dijalankan dan kasus mana yang dihentikan, termasuk oleh kejaksaan dan kepolisian,” jelas dia.


Dorong DPR Gunakan Hak Angket

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Denny menegaskan, hak angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki apakah Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik, dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres.

“Meski sadar bahwa konfigurasi politik di DPR saat ini sulit memulai proses pemakzulan, sebagai warga negara yang mengerti konstitusi, saya berkewajiban menyampaikan laporan ini. Saya tidak rela UUD 1945 terus dilanggar oleh Presiden Joko Widodo demi cawe-cawe-nya, yang bukanlah untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi dalam pandangan saya adalah semata untuk kepentingan pribadi dan demi oligarki bisnis di belakangnya,” Denny menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya