Rusia Memakai Trik Iran untuk Kecoh Sanksi Barat di Perang Ukraina

Rusia sepertinya masih bisa mengecoh sanksi-sanksi dari Barat. Meniru Iran?

oleh Tommy K. Rony diperbarui 07 Jun 2023, 17:00 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara bersama Pemimpin Republik Rakyat Luhansk Leonid Pasechnik (kiri), dan Pemimpin Republik Rakyat Donetsk Denis Pushilin (kanan) saat perayaan menandai penggabungan wilayah Ukraina dengan Rusia di Lapangan Merah, Moskow, Rusia, 30 September 2022. (Sergei Karpukhin, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Liputan6.com, London - Laporan terbaru institusi pertahanan di Inggris mengungkap bahwa Rusia memiliki taktik untuk mengelabui sanksi-sanksi Barat di tengah perang melawan Rusia. Iran dijadikan contoh karena sudah berpengalaman menghadapi sanksi.

Sektor Rusia yang disasar sanksi Barat mulai dari perbankan, migas, hingga militer. Aset-aset milik orang dekat Presiden Rusia Vladimir Putin juga dibekukan.

Dilaporkan VOA News, Rabu (7/6/2023), laporan mengenai taktik Rusia itu diungkap oleh laporan Royal United Services Institute (RUSI). Rusia disebut mulai beradaptasi dengan sanksi-sanksi tersebut.

"Contoh-contohnya termasuk mengganti kepemilikian perusahaan dan properti ke anggota-anggota keluarga atau para afiliasi, menggunakan perusahaan trading untuk mendapatkan valuta asing agar menghindari sanksi-sanksi yang diterapkan ke Bank Sentral Rusia," tulis laporan RUSI berjudul “Developing Bad Habits: What Russia Might Learn from Iran’s Sanctions Evasion".

Laporan itu menyorot Iran sebagai studi kasus. Para pejabat Barat juga mengaku khawatir mengenai kedekatan Rusia dan Iran, serta negara-negara "rogue" lainnya, dan dampaknya terhadap ketertiban internasional.

"Satu perkembangan yang diantisipasi adalah negara-negara tersebut - semuanya berada di bawah rezim sanksi - akan berbagi pelajaran bagaimana cara meghindari kebijakan restriktif dan menyalahgunakan sistem finansial internasional untuk tujuan-tujuan mereka yang merusak," tulis peneliti RUSI.


Minyak Rusia Masih Laku

Presiden Rusia Vladimir Putin memegang teropong saat menonton latihan militer Center-2019 di lapangan tembak Donguz dekat Orenburg, Rusia, 20 September 2019. Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa dia tidak akan ragu menggunakan senjata nuklir untuk menangkal upaya Ukraina merebut kembali kendali atas wilayah yang didudukinya yang akan diserap Moskow. (Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP, File)

Tom Keatinge, co-author dari laporan RUSI, menyebut bahwa Rusia menghindari sanksi untuk mendapatkan komponen-komponen elektronik, serta menjual minyak.

"Mereka perlu mencari pasar-pasar baru untuk hidrokarbon mereka, eksport minyak mereka. Itu adalah generator kunci untuk pendapatan negara tersebut," jelas Keatinge.

Keatinge berkata bahwa Rusia belajar dari Iran yang notabene punya banyak trik. Contohnya seperti transfer minyak di tengah malam dengan cara mematikan alat lokasi. Ada juga menggunakan perusahaan-perusahaan cangkang di Turki atau Uni Emirat Arab.

Terkait kebijakan "price cap" untuk minyak Rusia, Kementerian Keuangan Amerika Serikat menyebut hal itu membuat 40 persen penurunan pendapatan minyak Rusia.

Akan tetapi, sanksi itu hanya diterapkan untuk pemerintah-pemerintah negara Barat.

"Dan maka dari itu, jika kamu adalah sebuah bank di India, kamu bisa dengan sempuran memiliki koneksi dengan bank Rusia," jelas Keatinge.

Pada 4 Juni 2023 Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berkata Rusia memakai jaringan pemasok internasional untuk menghindari sanksi-sanksi internasional.

"Sayangnya, negara teroris bisa mendapat teknologi-teknologi dunia melalui jaringan pemasok, dapat meloloskan diri dari sanksi-sanksi internasional," ujar Zelensky.

"Kita harus menutup semua rute-rute tersebut, bersama-sama dengan partner kita, sehingga tidak ada produk-produk dari dunia bebas di dalam rudal-rudal Rusia, senjata-senjata Rusia," tambah Zelensky.


Menhan Prabowo Tegaskan Indonesia Dukung Perdamaian Dunia dengan Politik Bebas Aktif

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menerima kunjungan kehormatan Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin di Kantor Kementerian Pertahanan Jakarta. (Foto: Tim Media Prabowo Subianto)

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menerima kunjungan kehormatan Duta Besar (Dubes) Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin di Kantor Kementerian Pertahanan Jakarta. Pada kesempatan tersebut, Prabowo memiliki konsen terhadap situasi global yang terus berkembang dan sangat dinamis.

Kunjungan itu dilakukan setelah pemerintah Ukraina menolak tegas proposal damai dari Prabowo.

“Indonesia sebagai negara yang menganut politik bebas aktif ingin menjadi sahabat bagi semua negara di dunia,“ kata Prabowo seperti dikutip dari Instagram pribadinya @prabowo, Selasa (6/6).

Prabowo memastikan, Indonesia juga mendukung langkah-langkah bijak serta upaya terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia. Diketahui, soal pertahanan, RI dan Ukraina memiliki kerja sama pertahanan yang telah dirintis sejak tahun 1996.

Namun kerja sama itu baru terealisasi secara resmi sejak ditandatanganinya Defence Cooperation Agreement (DCA) antara RI dan Ukraina pada tahun 2016.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah tanggapan terkait proposal Mengan Prabowo Subianto perihal konflik Rusia-Ukraina dalam forum International Institute for Strategic Studies (IISS).

Jokowi menyebut proposal itu berasal dari inisiatif Prabowo, bukan arahan darinya.

"Itu dari pak Prabowo sendiri," ujar Jokowi usai pembukaan Rakernas III PDIP, Selasa (6/6/2023).

Jokowi menyatakan akan memanggil Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk mendengar secara langsung penjelasannya.

"Tapi saya belum bertemu Pak Prabowo. Mungkin hari ini atau besok saja. Diundang," jelas Jokowi.

 

Infografis 1 Tahun Perang Rusia - Ukraina, Putin Tangguhkan Perjanjian Senjata Nuklir dengan AS. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya