50 Persen Perusahaan Global Mau Pangkas Ruang Kantor

Hal itu diungkapkan dalam penelitian baru oleh Knight Frank, sebuah perusahaan real estat yang berbasis di Inggris.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 07 Jun 2023, 20:00 WIB
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Sekitar 50 persen dari perusahaan global besar akan membutuhkan lebih sedikit gedung perkantoran dalam tiga tahun ke depan, dengan kota-kota di Amerika Serikat, yang dipimpin oleh San Francisco paling banyak terpapar dengan kantor kosong.

Hal itu diungkapkan dalam penelitian baru oleh Knight Frank, sebuah perusahaan real estat yang berbasis di Inggris.

Melansir CNN Business, Rabu (7/6/2023) survei oleh Knight Frank mengungkapkan bahwa setengah dari perusahaan global dengan lebih dari 50.000 karyawan berencana memangkas ruang kantor, dengan sebagian besar mengantisipasi pengurangan antara 10 persen dan 20 persen.

Survei yang dilakukan terhadap 347 perusahaan di seluruh dunia ini menyoroti perubahan yang sedang berlangsung di pasar real estat komersial, yang berada di bawah tekanan dari berkurangnya permintaan ruang kantor. 

Dari 347 perusahaan yang disurvei, 65 mengungkapkan memiliki lebih dari 50.000 karyawan, 71 memiliki 10.000-50.000 karyawan dan 211 kurang dari 10.000 karyawan.

Pengurangan itu menyusul kenaikan pekerjaan rumah setelah pandemi, serta dari jatuhnya nilai properti dan kenaikan suku bunga.

Ada kekhawatiran bahwa kenaikan tunggakan imbas dari penurunan dapat menyebabkan kerugian yang signifikan di bank, yang membiayai banyak transaksi real estat komersial.

Tetapi survei Knight Frank juga memberikan gambaran yang beragam.

Sementara perusahaan multinasional besar mengurangi ruang kantor, 55 persen dari semua perusahaan yang disurvei berharap untuk "meningkatkan atau sangat meningkatkan" jejak mereka selama tiga tahun ke depan, dengan pertumbuhan dipimpin oleh perusahaan kecil hingga 10.000 karyawan.


Tahap Awal

Gedung perkantoran saat cuaca cerah di Jakarta, Selasa (1/12/2020). Kota Jakarta dengan langit biru menambah keindahan hutan beton. BMKG bahwa kualitas udara Jakarta jadi baik dalam dua minggu ini, Jakarta mengalami hujan dengan intensitas tinggi disertai angin kencang. (merdeka.com/Imam Buhori)

"Ada contoh di mana perusahaan kehilangan ruang… tetapi ada banyak organisasi, terutama perusahaan kelas menengah, yang benar-benar memperluas jejak global mereka," ungkap Lee Elliott, kepala penelitian penduduk global di Knight Frank.

"Sejumlah prusahaan juga sedang dalam tahap awal mengevaluasi kembali kebutuhan real estat mereka setelah pandemi, dan perubahan tidak akan terjadi dalam semalam", tambahnya.

“Kita akan melihat pergeseran tiga hingga enam tahun dalam hunian kantor, bukan pergeseran tiga hingga enam bulan," kata dia.


Kebijakan Kerja yang Berubah

Orang-orang menyeberang jalan dengan latar belakang gedung perkantoran di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (16/12/2020). Pemprov DKI Jakarta akan mengikuti arahan Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 Luhut Binsar Pandjaitan terkait pengetatan work from home (WFH). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Survei yang dilakukan Knight Frank pertama sejak pandemi menemukan bahwa 56 persen perusahaan telah memilih kebijakan kerja hybrid, di mana karyawan menghabiskan beberapa hari setiap minggu di kantor.

Sementara hampir sepertiga, atau 31 persen, mengharuskan staf untuk datang ke kantor hampir sepanjang waktu, sementara hanya 12 persen perusahaan yang berencana menerapkan kebijakan kerja jarak jauh sepenuhnya.

Penelitian yang diterbitkan minggu lalu oleh perusahaan real estat Inggris lainnya, Savills, juga menemukan bahwa kota-kota di AS paling berisiko memiliki ruang kantor paling banyak dalam dekade berikutnya, dengan San Francisco, New York, dan Los Angeles berada di puncak daftar global, diikuti oleh Chicago, Houston dan Washington DC.

London, Berlin, Madrid, dan Hong Kong juga diperkirakan memiliki kelebihan ruang kantor dalam jumlah besar.

Savills memilih San Francisco sebagai "contoh paling ekstrim" dari pergeseran yang sedang berlangsung di pasar perkantoran.

Sebelum pandemi, kota di negara bagian California, Amerika Serikat itu dikenal sebagai salah satu tempat tersulit di Amerika untuk menemukan ruang kantor, dengan tingkat lowongan hanya 9,5 persen.

Tetapi sekarang, 30 persen dari ruang kantornya kosong atau akan dikembalikan ke pasar tahun depan — tertinggi dalam 30 tahun.

"Ini bukan tentang kantor yang menjadi kosong karena beberapa kota melihat tingkat pengembalian kerja yang lebih rendah pasca pandemi. Ini tentang bagaimana tren ekonomi, demografi, dan pembangunan jangka panjang berinteraksi dengan pola kerja," kata Kelcie Sellers, rekanan peneliti Savills.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya