Sambil Gendong Bayinya, Orangutan Dievakuasi dari Pemukiman Warga

Satu individu orangutan betina dewasa bersama bayinya dievakuasi setelah memasuki pemukiman warga di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

oleh Abdul Jalil diperbarui 10 Jun 2023, 02:58 WIB
Bayi orangutan digendong induknya dilaporkan warga memasuki pemukiman dan langsung dievakuasi. (foto: dok. BKSDA Kaltim)

Liputan6.com, Kutai Timur - Konflik manusia dengan satwa dilindungi kian hari kian meruncing. Ruang hidup satwa yang tergerus aktivitas perambahan lahan makin menyempit.

Terbaru, Tim Wildlife Rescue Unit (WRU) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur mengevakuasi satu individu orangutan betina dewasa dari Jalan Poros Sangatta-Muara Wahau beserta bayinya. Lokasinya tak jauh dari Simpang Perdau, Kabupaten Kutai Timur yang selama ini sering ditemukan orangutan berkeliaran.

Sebelumnya pada 30 Mei 2023, Tim WRU BKSDA Kaltim mendapat laporan dari masyarakat adanya orangutan dewasa di jalan poros tersebut. Masyarakat yang melaporkan juga menyatakan orangutan ini sudah beberapa kali masuk ke pemukiman masyarakat.

Orangutan ini juga dilaporkan memakan buah di kebun warga sehingga terdapat banyak sarang lama dan baru di lokasi tersebut. Ini mengindikasikan bahwa orangutan sudah cukup lama berada di sekitar kawasan ini.

Setelah menerima laporan, 31 Mei 2023 setelah melakukan pemantauan pada pagi hari, tim memutuskan untuk melakukan rescue dengan menangkap ibu dan bayi orangutan ini agar dapat dipindahkan ke hutan yang lebih aman. Orangutan betina ini diperkirakan berusia 13-15 tahun dan bayinya diperkirakan berusia 1 tahun.

Tepat pada siang hari tim WRU BKSDA Kaltim dan Conservation Action Network (CAN) Indonesia berhasil menangkap orangutan ini dan memindahkannya ke kandang angkut. Selanjutnya dibawa ke Hutan Lindung Merok yang berada di Kabupaten Berau.

Seorang dokter hewan disiagakan yakni drh Fajar. Dia bertanggung jawab sebagai tim medis dan menyatakan sejak awal pembiusan hingga pemindahan ke dalam kandang angkut kedua individu orangutan ini terlihat sangat sehat.

Karena kondisinya, harus sesegera mungkin untuk dilepaskan ke habitatnya agar mengurangi stress yang mungkin terjadi akibat terlalu lama di kandang angkut.

Selanjutnya, Seksi Konservasi Wilayah I Berau BKSDA Kaltim, KPH Berau Tengah, dan CAN Indonesia, dan Seksi Konservasi Wilayah II Tenggarong BSKDA Kaltim melepaskan orangutan ini kembali ke habitatnya.

“Kami berharap dengan dilepasliarkannya orangutan dan anakya di Hutan Lindung Merok dapat memberi kesempatan hidup dengan aman dan nyaman di habitatnya. Upaya penyelamatan satwa seperti ini sangat memerlukan dukungan semua pihak, baik itu lembaga pemerintah, LSM maupun masyarakat agar satwa liar khususnya yang dilindungi termasuk Orangutan dapat terus lestari di alam,” kata Kepala BKSDA Kaltim Ari Wibawanto dalam pers rilis yang diterima liputan6.com.


Benteng Terakhir Habitat Orangutan

Orangutan dengarkan khutbah Jumat. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)

Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Bidang Konservasi Satwa Liar dan Ekologi Populasi, DR Yaya Rayadin menjelaskan, wilayah Landskap Kutai yang merupakan habitat penting Orangutan Morio saat ini situasinya cukup mengkhawatirkan. Seiring dengan tingginya harga batubara maka diikuti juga adanya peningkatan kuota eksploitasi yang pada umumnya dilakukan pada kawasan yang masih berhutan.

“Hutan yang ada, di Landsakp Kutai pada umumnya merupakan sisa habitat maupun benteng terkahir habitat orangutan. Sehingga tidak mengherankan begitu ada gangguan pada sisa habitatnya tersebut maka orangutan akan keluar untuk mencari tempat berlindung, atau sekedar mencari makan,” papar Yaya, Rabu (7/6/2023).

Dia pun menyebut kasus masuknya orangutan ke pemukiman, perkebunan, atau tempat lain yang telah dihuni manusia bukan hal aneh. Ruang hidup orangutan benar-benar tergerus.

“Meskipun sebenarnya situasi ini juga sangat memprihatinkan,” katanya.

Tekanan lain, sambungnya, tidak hanya berjalan dari kegiatan batu bara namun juga dari kegiatan pengembangan HTI, perkebunan sawit maupun akibat adanya pengembangan Infrastruktur. Untuk kasus orangutan ini, Yaya tak tahu persis pemilik lahan konsesi di lokasi penemuan induk orangutan beserta bayinya itu.

“Memang secara umum daerah Simpang Perdau ada di sekitar atau berdekatan dengan perusahaan, salah satunya perusahaan tambang batubara,” kata Yaya seraya menyebut sebuah nama salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia.

Sementara itu, Direktur dan Founder Conservation Action Network (CAN) Indonesia Borneo Paulinus Kristianto mengucapkan terima kasih atas kepedulian warga yang langsung melaporkan temuan orangutan. Dia menyebut orangutan yang masuk ke kawasan Simpang Perdau di Kabupaten Kutai Timur cukup sering terlihat orangutan.

“Terimakasih warga yang ikut peduli melaporkan adanya orangutan masuk ke area pemukiman, apalagi simpang perdau memang bukan baru sekali tetapi sudah cukup banyak informasi seperti ini. Sehingga kerjasama banyak pihak termasuk masyarakat sekitar akan menjadi penting untuk menyelamatkan orangutan,” kata Paulinus.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya