Liputan6.com, Kherson - Kherson tenggelam air setelah jebolnya bendungan Kakhovka akibat ledakan pada 6 Juni 2023. Pihak Ukraina menuduh Rusia di balik serangan tersebut, namun Rusia membantah.
Sejak tahun lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sudah lama khawatir soal serangan di bendungan Kakhovka, dan serangan itu akhirnya betul-betul terjadi.
Advertisement
Kini, Presiden Zelensky kecewa kepada PBB dan Palang Merah Internasional karena tidak sigap membantu para korban di Kherson.
"Setiap orang yang meninggal di sana adalah hasil dari arsitektur internasional yang eksisting dan organisasi-organisasi internasional yang lupa bagaimana cara menyelamatkan nyawa," ujar Presiden Zelensky, dikutip BBC, Kamis (8/6/2023).
"Jika tidak ada organisasi internasional di area bencana ini sekarang, itu artinya hal itu (organisasi) tidak eksis sama sekali, bahwa itu tidak bisa berfungsi," lanjut Zelensky yang berkata negaranya sudah meminta tolong organisasi asing.
Pada wawancara dengan media Jerman, Bild, Zelensky berkata dirinya kaget karena kurangnya bantuan dari PBB dan Palang Merah Internasional.
PBB Prihatin
Pada situs resmi PBB, kehancuran Bendungan Pembakit Tenaga Hidroelektrik Kakhovka disebut sebagai "insiden paling signifikan ke infrastruktur warga sipil" sejak dimulainya invasi Rusia.
"Penderitaan rakyat Ukraina akan semakin parah," ujar Martin Griffiths, Wakil Sekjen untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat (Emergency Relief Coordinator) pada 6 Juni 2023.
United Nations Emergency Relief Coordinator berkata bantuan kemanusiaan sangat dibutuhkan karena pergerakan air banjir tersebut.
Pihak PBB menyebut sudah menggenjot aksi mereka untuk menangani dampak-dampak hancurnya bendungan di Kherson, seperti memberikan bantuan urgen kepada lebih dari 16 ribu orang. Tim mobile dari berbagai disiplin juga telah dikirim lewat bus dan kereta ke sekitar daerah Kherson dalam persiapan evakuasi.
3 Orang Tewas dan 7 Lainnya Hilang Akibat Jebolnya Bendungan Kakhovka di Ukraina
Laporan sebelumnya, orang-orang yang terdampak jebolnya bendungan di Kherson itu kehilangan tempat tinggal, krisis air minum, krisis listrik, hingga tanaman rusak. Hal tersebut menambah panjang derita akibat perang Ukraina yang berlangsung sejak Februari 2022.
Sepanjang Sungai Dnieper merupakan garis depan pertempuran.
Laporan pertama korban jiwa dari bencana tersebut muncul, dengan Wali Kota Oleshky Yevhen Ryschuk melaporkan terdapat tiga orang tewas. Dia mengatakan, ratusan warga perlu dievakuasi dari atap mereka dan 90 persen Oleshky kebanjiran serta menghadapi krisis kemanusiaan tanpa listrik, air minum dan makanan, serta kemungkinan kontaminasi air tanah.
Adapun Wali Kota Nova Kakhovka Vladimir Leontyev menuturkan bahwa tujuh orang hilang, namun diyakini masih hidup.
Sedikitnya 4.000 orang telah dievakuasi dari kedua sisi sungai yang dikuasai Rusia dan Ukraina, kata otoritas terkait, dengan skala bencana yang sebenarnya belum muncul di daerah terdampak, yang menampung lebih dari 60.000 orang. Pihak berwenang yang ditunjuk Rusia di wilayah Kherson yang diduduki melaporkan bahwa 15.000 rumah terendam banjir.
Bendungan dan waduk Kakhovka, penting dalam hal persediaan air minum dan irigasi untuk Ukraina selatan, terletak di wilayah Kherson yang dianeksasi secara ilegal oleh Moskow pada September dan telah diduduki selama setahun terakhir. Dari sisi Rusia, waduk itu juga penting untuk pasokan air ke Semenanjung Krimea, yang mereka caplok pada 2014.
Ukraina menguasai tepi barat Dnieper, sementara Rusia menguasai sisi timur dataran rendah, yang lebih rentan terhadap banjir.
Advertisement
Bencana Ekologis
Sejumlah warga di daerah pendudukan Rusia yang dilanda banjir dilaporkan mengeluhkan lambannya bantuan, dengan beberapa terdampar di atap dan jalan yang hanya bisa dilalui dengan perahu. Pemandangan itu disebut lebih mirip bencana alam daripada perang. Sejumlah warga menolak mengungsi.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah menggelar pertemuan dengan otoritas terkait untuk membahas cara menyediakan air minum, serta menilai kerusakan lahan basah, pertanian, dan properti lainnya dari apa yang disebutnya sebagai "kejahatan ekosida" dan "serangan buatan manusia terhadap lingkungan".
Zelensky mengatakan bahwa tidak mungkin memprediksi berapa banyak bahan kimia dan produk minyak yang akan berakhir di sungai dan laut. Demikian seperti dilansir AP, Kamis (8/6).
Sementara itu, Kementerian Pertanian Ukraina memperingatkan, "Ladang di selatan Ukraina bisa berubah menjadi gurun tahun depan."