USD Kembali Perkasa Kamis 8 Juni 2023, Rupiah Diprediksi Melemah ke Rp 4.950

Rupiah diprediksi dibuka berfluktuatif pada perdagangan besok, namun ditutup melemah direntang Rp.14.870- Rp. 14.950.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 08 Jun 2023, 20:04 WIB
Teller tengah menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat atau USD kembali menguat pada Kamis (8/6). Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa USD sedikit melemah namun tetap mendekati level tertinggi dalam 2 bulan hari ini.

Sementara itu, mata uang rupiah ditutup melemah 17 point alam penutupan pasar Kamis sore ini, walaupun sebelumnya sempat melemah 30 point dilevel Rp. 14.895 dari penutupan sebelumnya di level Rp.14.878.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 14.870- Rp. 14.950," ungkap Ibrahim dalam keterangan tertulis pada Kamis (8/6/2023).

"Imbal hasil Treasury turun karena para pedagang mempertimbangkan kemungkinan kenaikan suku bunga lain oleh Departemen Keuangan AS. Federal Reserve, bahkan jika berhenti minggu depan," paparnya.

The Fed akan melihat harga konsumen terbaru sebelum membuat keputusan tentang suku bunga, dan setiap kenaikan dari angka tahunan 4,9 persen di bulan Mei kemungkinan akan memperkuat kenaikan lainnya, kata Ibrahim.

Bank Sentral Eropa

Selain itu, di Eropa, pembuat kebijakan Bank Sentral pada hari Rabu (7/6) mencapai nada hawkish dan memandu bahwa lebih banyak kenaikan suku bunga akan terjadi, dengan suku bunga kemungkinan akan tetap lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.

Adapun ekspor China yang menyusut jauh lebih cepat dari yang diharapkan pada bulan Mei sementara impor memperpanjang penurunan, menurut data yang dirilis pada hari Rabu. Menurut Ibrahim, hal ini meningkatkan keraguan tentang pemulihan ekonomi negara yang rapuh.


Ramalan OECD Soal Ekonomi RI

Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tingkat di bawah 5 persen untuk tahun 2023.

Dalam laporan terbarunya, OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 hanya berada di level 4,7 persen.

Adapun, OECD memperkirakan ekonomi RI akan tumbuh sebesar 5,1 persen pada 2024. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan didukung oleh bisnis dan kepercayaan konsumen yang solid serta pulihnya sektor pariwisata sepanjang tahun ini.

 


Masih Dibayangi Ketidakpastian

Orang-orang menyeberang jalan dengan latar belakang gedung perkantoran di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (16/12/2020). Pemprov DKI Jakarta akan mengikuti arahan Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 Luhut Binsar Pandjaitan terkait pengetatan work from home (WFH). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

"Ramalan OECD berada di bawah target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah, yaitu 5,3 persen. Namun pemerintah masih optimis target ekonomi Indonesia bisa tumbuh di kisaran 5,3 persen sampai 5,7 persen pada tahun 2024 dan bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,7 persen sampai 5,5 persen pada 2024," kata Ibrahim.

"Penurunan target pertumbuhan ekonomi untuk 2024 mengindikasikan bahwa risiko ke depan masih terus meningkat. Hal ini juga sejalan dengan proyeksi beberapa lembaga internasional yang memperkirakan ekonomi akan melemah pada semester kedua 2023 dan berlanjut pada 2024," sebutnya.

Dia melanjutkan, hal tersebut bisa terlihat dari ketidakpastian mengenai evolusi perang agresi Rusia terhadap Ukraina dan dampak globalnya tetap menjadi perhatian utama terutama suku bunga yang tinggi dan inflasi.

"Beberapa kondisi yang menguntungkan yang membantu mengurangi permintaan energi tahun ini, seperti musim dingin yang ringan di Eropa, mungkin tidak akan terulang tahun depan," tambah Ibrahim.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya