Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan optimis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) tahun 2023 bisa mencapai target meskipun tren harga komoditas tengah anjlok.
Bahkan dalam kondisi tersebut PNBP sektor ini bisa meningkat 2 kali lipat dari yang ditargetkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PNBP) 2023.
Advertisement
“Kita masih yakin target APBN 2023 masih bisa terpenuhi, mungkin tumbuh," kata Kasubdit Peraturan dan Dukungan Teknis PNBP SDA dan KND, Frengky Setiawan dalam media briefing di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis, (8/6/2023).
Frengky membeberkan target PNBP dari sektor minerba tahun ini sebesar Rp28 triliun. Namun pada pertengahan tahun biasanya pemerintah melakukan evaluasi terkait target perubahan penerimaan 2023.
"Perkembangannya bahwa di APBN sudah ketahuan angkanya, di PNBP SDA non migas yang minerba targetnya di APBN selama tahun ini di angka Rp 54 triliun," kata dia.
Harga Batu Bara
Meskipun kata Frengky, saat ini harga batu bara mengalami penurunan dalam dua minggu terakhir yang ada di bawah target USD200 per ton. Namun dari pendapatan pertambahan minerba pada iuran tetap sebesar Rp442,1 miliar. Kemudian iuran produksi atau royalti Rp52,8 triliun, yang terdiri dari batubara, emas, nikel, tembaga dan sebagainya.
"Untuk minerba penetapan APBN tahun 2023 itu masih menggunakan PP lama, which is tarifnya tidak setinggi based on PP 26/22. Jadi sebenarnya kita mendapatkan berkah dari penurunan HBA, kalau dihitung-hitung rata-rata selama tiga bulan pertama di tahun itu masih USD200 per ton ini masih tinggi," jelasnya.
Sehingga jelas Frengky, RI masih mendapatkan efek berkah harga komoditas pada tahun lalu. Efek peningkatan itu masih dirasakan sampai tiga bulan pertama. "Insyaallah peningkatannya bisa dua kali lipat dibandingkan masih target APBN 2023. ini salah satu penyumbang terbesar kita di tahun ini," imbuhnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Kemenkeu Blokir Ratusan Perusahaan yang Tidak Bayar PNBP
Kementerian Keuangan terus menyisir daftar perusahaan yang menunggak pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari berbagai sektor.
Pada tahap pertama, Kementerian Keuangan telah memblokir 126 perusahaan yang wajib bayar di tahun 2022 dengan nilai Rp 137,67 miliar.
“Ditahap 1 Agustus 2022 kita memblokir 83 yang wajib bayar. Di bulan Oktober ditambah ada 43 dan akhirnya pada tahun 2022 itu Rp 137,67 miliar,” kata Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari, di Jakarta, Kamis (8/6).
Penyisiran yang sama juga dilanjutkan tahun ini. Kali ini menyasar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian ESDM.
Puspa membeberkan di KLHK sudah ada 150 wajib bayar yang terjaring dan harus menyelesaikan utangnya. Dari jumlah tersebut sudah ada 60 wajib bayar yang melakukan pembayaran PNBP.
“Yang telah menyelesaikan wajib bayar ada 60 dengan nilai Rp 390 miliar. Jadi kita tunggu saja sisanya,” kata Puspa.
Sementara itu, di Kementerian ESDM terjaring 169 wajib bayar PNBP. Dari jumlah tersebut sudah ada 18 wajib bayar sudah melakukan kewajibannya dengan nilai Rp 35,78 miliar. “Jadi target kita untuk tahun 2023 saja ada 150 wajib bayar untuk KLHK dan 169 dari ESDM,” kata dia.
Advertisement
Aturan Sebelumnya
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 58/2023 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, menggantikan beleid sebelumnya yakni PMK No. 155/2021.
Dalam beleid tersebut ada 7 perubahan yang salah satunya terkait dengan penghentian layanan dan implementasi automatic blocking system (ABS). Penghentian layanan dapat diinisiasi oleh instansi pengelola PNBP atau unit eselon I Kemenkeu.
ABS dapat digunakan sebagai upaya penyelesaian piutang negara lainnya, selain PNBP. Sementara itu, pembukaan blokir dapat dilakukan segera jika ditemukan bukti atau dokumen pelunasan atas kewajiban PNBP.
Adanya sistem ini memaksa perusahaan untuk melunasi kewajiban PNBP yang selama ini belum dibayarkan. Sebab jika tidak dilunasi, maka perusahaan tersebut tidak dapat melakukan kegiatan ekspor.