Donald Trump Kena Kasus Lagi Jelang Pemilu 2024, Joe Biden Mengaku Tak Intervensi

Donald Trump kembali kena kasus jelang pemilu 2024, kali ini terkait penyimpanan dokumen rahasia.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jun 2023, 13:00 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat tiba dalam acara National Prayer Breakfast di Washington, 7 Februari 2019. Presiden AS ke-45 yang kontroversial ini menjabat pada 2017 hingga 2020, sebelum akhirnya kini digantikan oleh Joe Biden. (Photo by Brendan Smialowski/AFP)

Liputan6.com, Washington, DC - Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali tersandung masalah hukum soal penyimpanan dokumen. Sebelumnya, Trump juga bersaksi di pengadilan soal dugaan uang tutup mulut ke bintang porno Stormy Daniels. 

Donald Trump rencananya akan maju lagi sebagai capres di Pemilu 2024, begitu pula Presiden AS petahana Joe Biden. 

Dilaporkan VOA Indonesia, Jumat (9/6/2023), Joe Biden bersikeras bahwa ia tidak mempunyai pengaruh terhadap Departemen Kehakiman dan tidak memengaruhi pihak departemen dalam penanganan kasus yang melibatkan mantan Presiden Donald Trump. Biden menegaskan kepada wartawan: 'Saya jujur.'

Joe Biden membuat komentar itu dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak di saat Trump dan para pembantunya bersiap menghadapi potensi dakwaan dalam penyelidikan dokumen rahasia.

Jaksa yang menangani penyelidikan, pada Kamis, terlihat berada di gedung pengadilan Miami di mana dewan juri telah menyimak keterangan dari para saksi.

Pengacara mantan presiden itu telah diberi tahu bahwa Trump adalah target penyelidikan, indikasi paling jelas bahwa tuntutan pidana dapat segera dilakukan, menurut satu orang yang mengetahui masalah tersebut.

Ketika ditanya bagaimana ia bisa meyakinkan rakyat bahwa Departemen Kehakiman independen dalam kasus Trump, Biden menjawab, "Kalian akan tahu bahwa saya tidak pernah sekalipun, tidak sekali pun, menyarankan kepada Departemen Kehakiman apa yang harus mereka lakukan atau tidak lakukan sehubungan dengan menjatuhkan atau tidak menjatuhkan dakwaan. Saya jujur."

Biden dan Sunak, pada Kamis, mengadakan pembicaraan di Gedung Putih. Kunjungan tersebut merupakan lawatan pertama Sunak sejak ia menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris. 


Donald Trump Dikeroyok Kandidat Capres Partai Republik Usai Puji Kim Jong Un

Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di sisi utara garis demarkasi militer, zona demiliterisasi Korea (DMZ), Panmunjom pada Minggu 30 Juni 2019 (Brendan Smialowski / AFP PHOTO)

Sebelumnya, sejumlah kandidat calon presiden (capres) Amerika Serikat (AS) dalam Pilpres AS 2024 dari Partai Republik menyerang Donald Trump setelah mantan presiden itu memuji pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.

Trump dilaporkan mengunggah pesan hangat untuk Kim Jong Un melalui media sosialnya, Truth Social, pada Sabtu (3/6/2023), setelah Korea Utara terpilih untuk duduk di Dewan Eksekutif Badan Kesehatan Dunia (WHO) dengan masa jabatan hingga tahun 2026.

"Selamat untuk Kim Jong Un," tulis Trump seraya menautkannya ke artikel terkait kabar tersebut seperti dilansir The Guardian, Selasa (6/6).

Gubernur Florida Ron DeSantis dan Nikki Haley mengutuk langkah Trump.

"Kim Jong Un adalah preman dan tiran, dan dia telah menguji rudal balistik melawan sekutu kita," ujar Haley kepada NBC News.

"Dia mengancam kita. Tidak ada yang perlu diselamati. Maksud saya, dia berperilaku sangat buruk terhadap rakyatnya. Dia berperilaku sangat buruk terhadap AS dan kita harus berhenti bersikap baik kepada negara-negara yang membenci AS."

Haley merupakan mantan gubernur Carolina Selatan dan mantan duta besar AS untuk PBB pada era Trump. Dia mengumumkan terjun dalam bursa capres Partai Republik pada Februari 2023.

Sementara itu, DeSantis yang diprediksi menjadi pesaing utama Trump dilaporkan USA Today mengatakan bahwa dia terkejut karena Trump memuji seorang diktator pembunuh. DeSantis mengumumkan kampanye pencalonannya pada Mei.

Mike Pence, mantan wakil presiden Trump yang disebut akan meluncurkan kampanye pencalonannya pada Rabu (7/6), juga mengkritisi Trump.

"Apakah itu mantan pasangan saya atau siapa pun, tidak ada yang harus memuji diktator di Korea Utara atau memuji pemimpin di Rusia, yang telah melancarkan perang agresi tanpa alasan di Ukraina," kata Pence dalam wawancara dengan Fox News.

"Ini adalah saatnya kita harus menegaskan kepada dunia bahwa kita mendukung kebebasan dan kita bersama dengan mereka yang mendukung kebebasan."

Infografis 7 Momen Kamu Harus Pakai Masker (Liputan6.com/Niman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya