Cuma 22% Perusahaan Global yang Kurangi Emisi, Sisanya Justru Bikin Pemanasan Ekstrem

Laporan baru dari ESG Book menyebutkan bahwa perusahaan besar lebih cenderung berkontribusi pada tingkat pemanasan yang ekstrem.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Jun 2023, 20:00 WIB
Ilustrasi perubahan iklim (AFP)

Liputan6.com, Jakarta Sebagian besar perusahaan terbesar di dunia hampir tidak melakukan perubahan apa pun dalam lima tahun terakhir untuk mengurangi polusi yang dapat memicu bencana perubahan iklim.

Hal itu diungkapkan dalam laporan terbaru yang disusun oleh perusahaan pemeringkat, ESG Book.

Melansir CNN Business, Jumat (9/6/2023) laporan baru dari ESG Book menyebutkan bahwa perusahaan besar lebih cenderung berkontribusi pada tingkat pemanasan yang ekstrem atau sama sekali tidak sama sekali mengungkapkan emisi gas rumah kaca mereka.

Penyedia data keberlanjutan itu menemukan bahwa hanya 22 persen dari 500 perusahaan publik terbesar dunia yang melakukan upaya pencegahan perubahan iklim yang selaras dengan Perjanjian Paris, yang bertujuan membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. 

"Data kami menyajikan pesan yang jelas: kami perlu berbuat lebih banyak, dan kami perlu melakukannya dengan cepat," kata CEO ESG Book, Daniel Klier.

"Tanpa perubahan mendasar dalam cara ekonomi global beroperasi, tidak jelas bagaimana kita melihat perubahan yang signifikan," ujarnya.

Seperti diketahui, lmuwan iklim menganggap kenaikan 1,5 derajat dalam suhu global rata-rata sebagai titik kritis utama, di luar itu kemungkinan banjir ekstrem, kekeringan, kebakaran hutan, dan kekurangan pangan dapat meningkat secara dramatis.

ESG Book mencatat, ada 45 persen perusahaan global yang disurvei berkontribusi pada pemanasan setidaknya 2,7 derajat Celcius.

Suhu itu sudah memasuki kategori tingkat pemanasan yang merusak, yang dapat membuat miliaran orang terkena kondisi panas yang berbahaya.  Namun kabar baiknya, angka tersebut menandai penurunan dari 61 persen dalam survei ESG Book tahun 2018.


Metode Analisis ESG Book

Ilustrasi perubahan iklim (climate change)

Dalam analisisnya, ESG Book memberikan skor suhu kepada perusahaan berdasarkan data emisi yang dilaporkan secara publik dan faktor-faktor seperti target pengurangan emisi untuk menentukan kontribusi perusahaan terhadap target iklim global.

Analisis ESG Book mencakup perusahaan dengan nilai pasar setidaknya USD 10 miliar di Amerika Serikat, Inggris, China, India, dan Uni Eropa.

Perusahaan pemeringkat itu juga memperhitungkan emisi langsung dari operasi, serta emisi tidak langsung dari penggunaan produk perusahaan.

Hal ini sangat penting bagi perusahaan minyak dan gas, karena sebagian besar emisinya dihasilkan dari pembakaran produk mereka seperti bensin dan bahan bakar jet.

 


Ada Sedikit Kemajuan di Perusahaan AS dan China

Ilustrasi Penyebab Perubahan Iklim Credit: pixabay

Di Inggris, India, dan Eropa, jumlah perusahaan dengan target pengurangan emisi yang selaras dengan Perjanjian Paris hampir tidak berubah sejak tahun 2018, ungkap ESG Book.

Tetapi kemajuan di Amerika Serikat dan China lebih baik, meskipun dengan basis yang lebih rendah.

Di Amerika Serikat, 20 persen perusahaan sejalan dengan target Perjanjian Paris, naik dari 11 persen pada tahun 2018. Sedangkan di China, 12 persen selaras, dibandingkan dengan hanya 3 persen lima tahun lalu.

"Hal yang menggembirakan adalah kami tahu tuas apa yang harus ditarik, dan banyak dari perusahaan ini sekarang jauh lebih aktif. Tapi seperti yang ditunjukkan data, belum tentu semua bergerak dengan kecepatan yang benar," kata Klier. 


Apa Kebijakan yang Diperlukan?

Ilustrasi seruan untuk mengatasi perubahan iklim. (dok. Markus Spiske/Unsplash.com)

Dalam pandangan CEO ESG Book Daniel Klier, kombinasi dari kebijakan pemerintah yang lebih ketat, perubahan perilaku konsumen, dan terobosan teknologi akan diperlukan untuk membawa perubahan yang berarti dalam lintasan iklim saat ini.

Investor institusi, seperti dana pensiun, juga memiliki peran penting dalam mengarahkan lebih banyak modal ke arah teknologi terbarukan, katanya.

Menurut Badan Energi Internasional, investasi dalam tenaga surya diatur untuk menyalip investasi dalam produksi minyak untuk pertama kalinya tahun ini.

"Untuk setiap dolar yang diinvestasikan dalam bahan bakar fosil, sekitar USD 1,7 sekarang digunakan untuk energi bersih. Lima tahun lalu, rasio ini satu banding satu," kata direktur eksekutif IEA Fatih Birol dalam sebuah laporan bulan lalu.

Namun, sedikitnya lebih dari USD 1 triliun diperkirakan masih akan mengalir ke minyak, gas, dan batu bara tahun ini, jauh di atas tingkat yang konsisten dengan dunia yang mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050, kata IEA.

Sekarang ada kemungkinan 66 persen suhu planet akan naik di atas pemanasan 1,5 derajat Celcius setidaknya selama satu tahun dalam lima tahun ke depan, menurut Organisasi Meteorologi Dunia dalam sebuah laporan di bulan Mei.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya