Liputan6.com, Jakarta Polisi akui kesulitan menelusuri keberadaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang diberangkatkan secara ilegal. Ada beberapa kendala dalam mengungkap tindak pidana perdagangan orang (TPPO) itu. Salah satunya, informasi terkait para korban, minim.
Hal itu disampaikan oleh salah satu penyidik Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Iptu Widodo. Dia termasuk salah satu orang yang ikut menangkap dua emak-emak yaitu HCI dan A yang telah memberangkatkan puluhan tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal ke Singapura, Myanmar dan Arab Saudi.
Advertisement
"Pada kasus pertama (HCI) yang dikirimkan ke Myanmar ada puluhan sementara dalam buku catatan hanya nama secara global belum tersebut identitas (detail)," kata Iptu Widodo saat konferensi pers, Jumat (9/6/2023).
Widodo menerangkan, penyidik mengamankan buku catatan berisi orang-orang yang telah dikirimkan oleh kedua tersangka ke luar negeri. Pada buku, hanya nama global belum ada identitas lain seperti tanggal lahir.
"Sehingga itu dalam proses pendalaman kami," ujar dia soal kasus perdagangan orang tersebut.
Widodo menerangkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi terkait begitu mendapatkan informasi rinci seperti jadwal pemberangktan, siapa dan di mana posisi mereka. Tercatat, sejauh ini ada 80 orang lebih yang masih berada di luar negeri.
"Untuk jumlah korban dari hasil penyelidikan awal kami jumlahnya sudah puluhan. Sedang didalami karena nanti terkait dengan pemulangan bukan hanya kami Polri nanti ada pihak terkait dari Kementerian luar negeri," ujar dia.
Widodo menerangkan, kasus terbongkar berkat informasi yang diberikan oleh beberapa TKW. Mereka mengeluhkan perkerjaan dijanjikan tidak sesuai dengan perjanjian. Kejadian itu yang dialami TKW saat berada di luar negeri.
Dilarang Sejak 2015
Lebih lanjut Widodo menerangkan, pengiriman Tenaga Kerja ke kawasan Timur Tengah sebenarnya sudah dilarang sejak terbitnya Keputusan Menaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Pada Pengguna Perseorangan di Negara kawasan Timur Tengah.
Di sinilah celah yang dilihat oleh para pelaku karena pelarangan hanya berlaku di Indonesia.
"Sedangkan untuk penerima Arab Saudi, di sana dilegalkan bahkan kebutuhan berdasal dari sana," ujar dia.
Sementara itu, Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Rohman Yonky Dilatha menambahkan, tenaga kerja yang dikirimkan oleh kedua tersangka yaitu HCI dan A dilakukan secara non prosedural.
Yonky menyebut, para TKI itupun mendapat upah yang tak sesuai dengan perjanjian awal. Terkaiy hal ini, Yonky belum bisa berbicara lebih gamblang.
"Kami kurang bisa tentukkan nominal yang pasti dari janji tidak sesuai harapan mereka. Bahkan sangat rugikan mereka, sehingga banyak kejadian kita lihat mereka minta dipulangkan kembali ke Indonesia karena tidak sesuai harapan mereka," tandas dia.
Advertisement