Advertisement
Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Di dalam RUU Kesehatan ada aturan yang mau menyetarakan tembakau dan hasil tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol.
Ketua Dewan Perwakilan Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Temanggung, Siyamin berpendapat, jika pasal ini tidak diubah, akan menyakiti hati para petani tembakau.
Selain itu, Ketua APTI Pamekasan, Samukrah, juga menilai pasal tembakau yang ada dalam RUU Kesehatan itu sebagai bentuk penindasan kepada para petani.
”Sungguh ini niatan yang tidak masuk akal, apalagi tidak pernah disampaikan, padahal akan sangat berdampak bagi penghidupan petani tembakau,” katanya, Jumat (9/6/2023).
Pamekasan dan Madura secara umum merupakan salah satu penghasil tembakau terbesar dengan kontribusi mencapai 35% dari total produksi tembakau Jawa Timur.
Adapun kontribusi tembakau Jawa Timur terhadap produksi tembakau nasional mencapai sebesar 45%. Atas dasar itu pihaknya meminta Komisi IX DPR untuk secara bijaksana menghapus pasal-pasal tembakau dalam RUU Kesehatan dimaksud.
Sebab, dampak negatif dari aturan tersebut juga dapat merembet ke sektor produksi hasil tembakau dan sektor hilir di mana terdapat jutaan masyarakat Indonesia terlibat di dalamnya. Belum lagi dampak terhadap perekonomian negara karena industri tembakau setiap tahunnya menyumbang pendapatan dalam jumlah besar.
Dukungan DPR
Di kesempatan terpisah, anggota Komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengatakan memposisikan tembakau sejajar dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol bisa menjadi celah kriminalisasi.
”Saya bisa memahami ketika ada kelompok yang menolak RUU ini, khususnya terkait pasal 154 itu dengan menilai RUU ini tidak rasional, diskriminatif, dan akan mengkriminalisasi para petani dan juga para perokok,” ujarnya, kepada wartawan.
Potensi kriminalisasi dimaksud, kata Luluk, karena nantinya tembakau beserta produk turunannya akan disamakan dengan narkotika.
”Kan otomatis kalau ini disamakan, pasti ini juga akan sangat rawan terjadi kriminalisasi. Jadi, tidak ada kata telat untuk mengoreksi, karena sudah dibahas di komisi IX,” sarannya.
Advertisement
Dinilai Diskriminatif, Koalisi Tembakau Desak Pasal 154-155 Dikeluarkan dari RUU Kesehatan
Koalisi Tembakau, GAPRINDO, APVI, APNNINDO, dan beberapa akademisi serta Ketua HIPMI Temanggung, mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk mengeluarkan Pasal 154-155 dari RUU Kesehatan Omnibus Law.
Pasal ini dinilai menuai polemik sebab memasukkan produk tembakau pada bagian dari “zat adiktif” segerbong bersama Narkotika, Psikotropika dan minuman beralkohol.
Pimpinan Koalisi Tembakau, Bambang Elf menyatakan, penggabungan tembakau sebagai bagian dari zat adiktif dikhawatirkan akan menyebabkan munculnya aturan yang akan mengekang tembakau nantinya, lantaran posisinya disetarakan dengan Narkoba.
"Ini tentu akan menimbulkan polemik lain karena merugikan banyak pihak yang bekerja di industri tembakau. Apalagi industri tembakau merupakan industri yang memberikan dampak besar bagi negara," kata Bambang dalam Focus Group Discussion (FGD) RUU Kesehatan Omnibus Law di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Menurut Bambang, tembakau telah sejak lama menjadi penopang kehidupan masyarakat Indonesia. Tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian rumah tangga, namun juga komunitas, masyarakat, daerah dan negara.
"Kontribusi yang signifikan juga bisa kita lihat dari penerimaan negara dan pembangunan setiap tahunnya, luar biasa besar dibanding lumbung ekonomi lainnya. Ini membuat tembakau sebagai salah satu komoditas strategis nasional seperti yang diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2014," tegas Bambang.