Dampak Buruk El Nino ke Pertanian, Agroekolog Sumsel Prediksi Ada Ledakan Penyakit Tanaman

Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) dan Agroekolog Sumatera Selatan (Sumsel) Syamsul Asinar Radjam mengatakan, kekeringan yang berkepanjangan menyebabkan kondisi buruk bagi usaha tani.

oleh Nefri Inge diperbarui 11 Jun 2023, 19:00 WIB
Petani menanam tanam pare setelah mengalami gagal panen di Desa Sukaringin, Sukawangi, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (10/9/2021). Menurut petani, musim kemarau membuat sawah kekeringan dan gagal panen yang sudah berlangsung selama delapan bulan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Palembang - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi Indonesia akan mengalami kemarau panjang karena pengaruh El Nino tahun ini. Diprediksi puncak kemarau akan terjadi pada Agustus 2023 mendatang.

El Nino sendiri merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML), di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Beberapa akademiksi dan pengamat mengatakan, kemarau tersebut akan berdampak pada sekitor pertanian.

Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) dan Agroekolog Sumatera Selatan (Sumsel) Syamsul Asinar Radjam mengatakan, kekeringan yang berkepanjangan menyebabkan kondisi buruk bagi usaha tani.

Karena tanaman membutuhkan air, yang menyebabkan rentetan risiko yang akan dihadapi oleh para petani, terutama di Sumsel.

"Kekeringan berkepanjangan akan menghambat pertumbuhan tanaman, mengurangi produktivitas, bahkan kematian tanaman hingga petani dapat mengalami gagal panen," katanya, Sabtu (10/6/2023).

Resiko kedua dari fenomena El Nino berkaitan dengan kondisi musim tanam. Terlebih bagi para petani tanaman budidaya, yang menanam saat ketersediaan air cukup.

Dengan terjadinya kondisi kekeringan, dapat mengakibatkan musim tanam tertunda dan memperkecil luas bidang tanaman.

"Resiko ketiga, ledakan hama dan penyakit tanaman," ujarnya.

Untuk mengantisipasi dampak buruk dari fenomena El Nino, program pemerintah terutama Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi sangat penting.

Seperti pembangunan embung atau waduk, rehabilitasi irigasi, hibah pompa hingga asuransi pertanian menjadi penting sebagai upaya mitigasi bencana seperti El Nino.

Menurutnya, pembangunan embung atau rehabilitasi irigasi, mutlak memerlukan pemulihan ekologi di kawasan pertanian.

“Misalnya, dengan meningkatkan penyerapan air tanah melalui pelestarian hutan dan mata air yang menjadi sumber embung dan irigasi," papar alumni Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) Sumsel ini.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Program Pemerintah

Syamsul Asinar Radjam, Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) dan Agroekolog Sumsel (Dok. Pribadi Syamsul Asinar Radjam / Nefri Inge)

Syamsul juga setuju dengan cara pemerintah untuk memberikan penyuluhan kepada para petani, dengan memberikan sebagai antisipasi menghadapi kerugian akibat El Nino, yakni memulai melakukan pengisian atau menabung air dengan sumur resapan.

Di antaranya, menabung air di sumur-sumur resapan, dan paling penting adalah membangun daya tahan tanah terhadap resiko kekeringan.

Caranya dengan sebanyak mungkin mengembalikan bahan organik ke tanah pertanian untuk meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air.

“Bahan organik seperti kompos, kotoran ternak, arang (biochar), maupun mulsa alami (jerami)," ungkapnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya