Liputan6.com, Jakarta Pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK melalui Keputusan Presiden (Keppres), dinilai berpotensi digugat uji materi ke Mahkamah Agung (MA). Praktisi Hukum JJ Amstrong Sembiring menyebut, hal itu sangat rawan lantaran bertentangan dengan Undang-Undang (UU) KPK.
“Karena tidak ada satu pun pasal dalam UU KPK yang menyatakan bahwa perpanjangan jabatan KPK bisa dilakukan dengan menggunakan Keppres. Keppres seharusnya sebuah norma hukum yang bersifat konkret, individual, dan sekali selesai, sehingga tidak memberikan celah sekecil pun untuk bisa dipolemikkan secara hukum, sehingga eksistensi dari Keppres tersebut pun sangat solid,” tutur Amstrong kepada wartawan, Sabtu (10/6/2023).
Advertisement
Terlebih, sambungnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md mengakui dalam beberapa hal, pemerintah kurang sependapat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK. Namun meski menyebut putusan MK terasa inkonstitusional dia mengatakan pemerintah harus tetap mengikuti putusan MK.
“Jika tidak solid Keppres tersebut, maka ya konsekuensinya seharusnya pemerintah menolak dan megabaikan putusan MK tersebut tentang perpanjangan masa jabatan KPK periode 2019-2023,” jelas dia.
Amstrong menyebut, putusan MK yang mengabulkan gugatan masa jabatan pimpinan KPK diperpanjang sendiri bukan isu hukum konstitusi, karena objek uji materi di MK itu adalah norma abstrak. Putusan MK yang membentuk norma baru yakni mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun telah keluar jalur, karena hal itu merupakan kewenangan pembentuk UU.
“Sudah jelas sekali Keppres tentang perpanjangan jabatan KPK itu nantinya akan sangat rawan digugat ke MA, karena dasar hukumnya disebutkan secara eksplisit di dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 menyatakan, MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UU. Hal yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan di bawah UU, salah satunya adalah Keppres,” Amstrong menandaskan.
Pemerintah Tak Sependapat dengan MK soal Perpanjangan Masa Pimpinan KPK
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengakui dalam beberapa hal, pemerintah kurang sependapat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perpanjangan masa jabatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia menyebut putusan MK terasa inkonstitusional. Kendati begitu, Mahfud mengatakan pemerintah harus tetap mengikuti putusan MK.
Mahfud mencontohkan Pimpinan KPK saat ini diangkat berdasarkan UU lama, yang menyatakan masa jabatan berlaku empat tahun. Namun, tiba-tiba aturan tersebut diubah dan berlaku langsung untuk periode saat ini.
"Ya misalnya dulu ini kan diangkat berdasar UU lama yang 4 tahun. Kok diubah sekarang apa tidak boleh berlaku ke depan aja, misalnya. Dulu (Nurul) Ghufron (Pimpinan KPK) tidak memenuhi syarat menurut UU baru maka diberlakukan yang lama. Terasa inkonsisten," jelasnya.
Mahfud menuturkan dirinya sudah bertemu dengan delapan hakim MK pada 29 Mei lalu dan dinyatakan bahwa keputusan terkait jabatan pimpinan KPK mulai berlaku untuk periode saat ini. Mahfud menyampaikan pemerintah harus taat terhadap putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
"Ya sudah diikuti saja (putusan MK). Kan tidak bisa kita mengatakan tidak pada putusan MK. Lalu dasar hukum apa yang mau kita pakai kalau putusan MK sudah mengatakan itu kita tidak taat. Kan ini negara hukum, jadi diikuti," tutur Mahfud.
Berlaku Sejak Dibacakan
Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono, memastikan putusan MK soal perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlaku sejak dibacakan.
"Hal itu diatur dalam UU MK yang berbunyi putusan berlaku dan memiliki kekuatan mengikat sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno pengucapan putusan," kata Fajar melalui pesan singkat diterima, Jumat 26 Mei 2023.
Advertisement