Anggota Komisi X DPR: Sistem Pemilu Tertutup Merepotkan Penyelenggara dan Peserta

Anggota DPR RI Komisi X Fraksi Partai Gerindra, Nuroji, menilai sistem proporsional tertutup memiliki banyak kekurangan apabila diberlakukan pada pemilu 2024 nanti.

oleh Bam Sinulingga diperbarui 12 Jun 2023, 02:12 WIB
Warga mencoblos di bilik suara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi X Fraksi Partai Gerindra, Nuroji, menilai sistem proporsional tertutup memiliki banyak kekurangan apabila diberlakukan pada pemilu 2024 nanti.

Menurutnya, menggunakan sistem tertutup untuk pemilu akan lebih merepotkan, baik bagi penyelenggara maupun peserta.

"Dalam arti, kita (caleg) banyak kan yang sudah turun, polanya terbuka, pasang nama, modal sendiri, penguatan nama caleg lah. Itu kalau tertutup menjadi kurang bermanfaat buat si caleg, tapi buat partai, iya (bermanfaat)," kata Nuroji saat menghadiri kegiatan penguatan jaringan tim pemenangan di Bekasi, Minggu (11/6/2023).

Begitu pula dari segi penyelenggara, menurutnya, akan merasakan kerepotan mengubah semua logistik pemilu yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari.

"Repot juga, sudah bikin spanduk, schedule, logistik, dengan waktu yang singkat," ujar anggota Dewan tiga periode itu.

Kekurangan lainnya, sambung Nuroji, yakni terkait landasan hukum, dalam hal ini Undang-Undang Tahun 2017 tentang Pemilu yang perlu direvisi.

"UU 2017 Pemilu itu kan masih dipakai, itu harus direvisi. Pasal 164 itu enggak bisa kalau (sistem) tertutup. Kalau saya harapannya terbuka. Tapi tertutup juga saya siap asal dapat nomor satu," tegasnya.

Menurut Nuroji, banyak yang harus dipertimbangkan jika ingin menerapkan sistem pemilu tertutup. Terlebih mengingat waktu yang tidak lagi memungkinkan bagi legislatif untuk mengubah Undang-Undang Pemilu.

"Kalau untuk dewan hukum jangan sampai mengubah undang-undang yang sudah ada, karena waktunya sudah tidak cukup. Sudah masuk masa pendaftaran caleg, itu kan anggota DPR juga, kalau suruh ubah undang-undang kan enggak bisa cepat," jelas Nuroji.

"Jadi, kalau landasannya enggak diubah, enggak sah. Nah, KPU itu harus memakai undang-undang yang sekarang. Kalaupun MK memutuskan, nanti saja buat (pemilu) 2029," celetuknya.

Nuroji menambahkan, sejauh ini mayoritas fraksi di DPR RI juga menginginkan sistem proporsional terbuka, karena mengingat waktu penyelenggaraan pemilu 2024 yang sudah singkat.

"Mungkin semua dari 8 fraksi kan minta terbuka, karena terlalu mendadak juga kalau misalkan tertutup," ujar Nuroji.


Tak Masalah Cawe-cawe Politik Jokowi

Jokowi menegaskan bahwa sikap cawe-cawe politik yang dilakukannya bertujuan agar Pilpres 2024 berjalan dengan baik, tanpa ada riak-riak yang membahayakan negara dan bangsa. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Terkait cawe-cawe politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang santer dibicarakan, Nuroji mengaku tidak mempermasalahkan selama tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Petahana yang nyaleg untuk kali keempat ini menilai hal tersebut juga lumrah terjadi di pemerintahan sebelumnya.

"Cawe-cawe bermacam-macam ya, dalam arti endorse atau dia mengubah-ubah hukum, kan beda. Kalau endorse ya sah-sah aja. Semua orang punya hak. Zaman SBY juga ada begini-begini, ya semua," kata Nuroji.

Nuroji menganggap cawe-cawe Jokowi masih sebatas wajar jika hanya ingin mencari sosok pemimpin yang mampu melanjutkan program yang sudah dicanangnya selama dua periode.

"Sejauh ini Pak Jokowi hanya mungkin memandang, ah ini yang cocok nerusin program saya, baru segitu, enggak sampai mengubah sistem begini-begini. Sebab Pak Prabowo kalau ditanya terbuka tertutup, dia lebih suka terbuka. Jadi enggak benar Pak Prabowo minta harapan ke Pak Jokowi tertutup," ungkapnya.

"Jadi endorse boleh aja. Artinya, bukan mengubah atau memfasilitasi calon tertentu dibelain sama presiden. Aturan yang menguntungkan itu tidak ada," kata Nuroji.

Infografis Jokowi Akan Cawe-Cawe Urusan Politik demi Kepentingan Negara. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya