Liputan6.com, Jakarta Zona euro atau kawasan Eropa yang telah memasuki resesi teknis pada kuartal pertama 2023, diprediksi bisa berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Resesi Eropa ini diprediksi akan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah dalam jangka pendek-menengah.
"Dari jalur perdagangan, perlambatan ekonomi Eropa berpengaruh pada penurunan surplus neraca transaksi berjalan sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah dalam jangka pendek-menengah," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, kepada Liputan6.com, Senin (12/6/2023).
Advertisement
Selain itu, perlambatan ekonomi Uni Eropa diperkirakan akan mempengaruhi permintaan produk ekspor Indonesia dari Eropa.
Berdasarkan data terkini, kontribusi ekspor ke Eropa tercatat sekitar 8 persen dari total ekspor Indonesia setelah ekspor ke Tiongkok, ASEAN, AS, Jepang dan India.
Perlambatan ekonomi Eropa yang terindikasi dari resesi teknikal yang sudah dialami oleh Jerman, berimplikasi pada penurunan kinerja ekspor Indonesia ke Jerman dan secara keseluruhan Eropa.
"Produk ekspor utama Indonesia ke Eropa antara lain CPO, alas kaki, aneka produk kimia dan batubara," ujarnya.
Lebih lanjut, sejalan dengan masih tingginya tingkat inflasi Eropa dan tren perlambatan ekonomi, bahkan resesi teknikal dari beberapa negara Eropa berpotensi akan mendorong penurunan kinerja ekspor Indonesia ke Eropa, yang selanjutnya akan berpengaruh pada penurunan surplus perdagangan yang pada akhirnya akan berdampak pada moderasi pertumbuhan ekonomi terutama komponen net ekspor.
Oleh sebab itu, dalam rangka memitigasi perlambatan ekonomi Eropa, pemerintah perlu menyiasatinya dengan diversifikasi daerah tujuan ekspor non-tradisional terutama yang kinerja perekonomian masih solid.
Pemerintah juga perlu mengoptimalkan produktivitas sektor manufaktur, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah ekspor produk manufaktur dan dapat membatasi penurunan nilai ekspor di tengah perlambatan ekonomi Eropa dan global pada tahun ini.
Untung-Rugi Resesi Eropa Bagi Indonesia
Zona euro atau kawasan Eropa telah memasuki resesi teknis pada kuartal pertama 2023. Resesi Eropa terjadi setelah ekonomi, yang terdiri dari 20 negara melaporkan kontraksi sebesar 0,1 persen di kuartal pertama 2023, menurut perkiraan yang direvisi dari kantor statistik kawasan, Eurostat.
Menanggapi, Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Ronny P Sasmita, mengatakan Eropa adalah salah satu kawasan yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian dunia, selain China dan Amerika.
Maka jika kawasan ini mengalami resesi, tentu akan sangat berpengaruh pada prospek pertumbuhan ekonomi global.
"Resesi di Eropa akan menambah tekanan kepada ekonomi dunia, setelah prospek ekonomi China dan Amerika yang juga kian tak pasti," kata Ronny, kepada Liputan6.com, Sabtu (10/6/2022).
Lantas apa dampak resesi Eropa bagi Indonesia?
Menurut Ronny, bagi Indonesia, resesi Eropa berpeluang mengurangi permintaan dari kawasan tersebut atas komoditas dan produk ekspor nasional.
Selain itu, prospek investasi asing (terutama FDI) yang berasal dari kawasan Eropa juga akan ikut memburuk, karena liquiditas yang ada di Eropa akan didorong untuk fokus mengungkit pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.
"Namun resesi di Eropa bisa menjadi peluang bagi negara berkembang untuk menggaet investasi dari kawasan lain, karena daya tarik investasi di kawasan Eropa otomatis berkurang akibat resesi," ujarnya.
Advertisement
Pemerintah Harus Siapkan Langkah
Adapun untuk menghadapi hal tersebut, Pemerintah harus melakukan beberapa langkah. Pertama, pemerintah harus terus mengembangkan pasar internasional untuk produk dan komoditas ekspor nasional.
Kedua, pemerintah harus sigap memanfaatkan peluang untuk mendapatkan investasi asing yang semula berniat berinvestasi di Eropa, lalu menundanya karena resesi di kawasan tersebut.
Ketiga, pemerintah perlu menyiapkan langkah-langkah untuk mencegah agar resesi di Eropa tidak menganggu kinerja ekonomi nasional secara signifikan, terutama dari sisi kurs mata uang.
"Karena biasanya ketika perekonomian global semakin tan pasti, hard currency seperti dollar akan menguat karena para investor berusaha mencari safe heaven untuk mengamankan atau melindungi nilai investasinya," pungkasnya.